Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Ayam Pedaging Jantan yang Dipelihara di Dataran Tinggi Sulawesi Selatan Produktivitasnya Lebih Tinggi (HIGHER PRODUCTIVITY PERFORMANCE OF MALE BROILERS REARED IN THE HIGHLANDOF SOUTH SULAWESI) Bahri Syamsuryadi; Rudi Afnan; Irma Isnafia Arief; Damiana Rita Ekastuti
Jurnal Veteriner Vol 18 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (96.432 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.1.160

Abstract

Study to determine the correlation between husbandry environment and sex to the performance, hematological characteristics, and meat quality of broilers have been conducted. Two hundred and eighty eight female and male Cobb broilers, were kept in cage where eight broilers with the same sex in each pen. A completely randomized experimental design with a 3x2 factorial arrangement (three different altitudes x two sexes) with three replicates was applied. The three different altitudes included 50 m, 300 m, and 500 m above sea level, respectively. The results showed that differences in maintenance altitude and sex significantly influenced (P<0.01) the panting frequency, water and feed consumption, body weight, physical meat traits (pH and cooking loss), and meat microbiology. Whilst, differences in maintenance altitude with broilers of the same sex significantly did not affect (P>0.01) the animal srectal temperature, feed conversion, and meat chemical and organoleptic. It is concluded that better productivity can be achieved when male broilers are reared in a high altitude environment. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan lingkungan pemeliharaan dan jenis kelamin ayam pedaging terhadap performans, karakteristik hematologi, dan kualitas daging. Sebanyak 288 ekor ayam pedaging strain Cobb, berjenis kelamin jantan dan betina, dipelihara dalam petak kandang dan tiap petak diisi delapan ekor ayam dengan jenis kelamin yang sama. Penelitian disusun berdasarkan Randangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (3x2) dengan tiga ulangan. Faktor pertama ialah ketinggian tempat pemeliharaan dengan tiga kategori yaitu: ketinggian (50 mdpl), ketinggian (300 mdpl), dan ketinggian (500 mdpl) sedangkan faktor kedua ialah jenis kelamin jantan dan betina. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan ketinggian tempat pemeliharaan dan jenis kelamin nyata memengaruhi (P<0.01) frekuensi panting, konsumsi air minum, konsumsi pakan, bobot badan, fisik daging (pH dan susut masak), dan mikrobiologi daging. Pemeliharaan pada ketinggian 50, 300, dan 500 mdpl dengan jenis kelamin berbeda nyata tidak memengaruhi (P>0.01) suhu rektal, konversi pakan, kimia daging dan organoleptik. Hasil penelitian ini menyimpulkan performans yang lebih baik dapat dicapai apabila ayam pedaging dipelihara pada dataran tinggi dengan jenis kelamin jantan.
PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN TERNAK ITIK DARI LIMBAH PERTANIAN Syamsuryadi, Bahri; Faridah, Rajmi; Khaeruddin, Khaeruddin; Hermawansyah, Hermawansyah; Armayanti, Andi Kurnia
Abdimas Galuh Vol 3, No 2 (2021): September 2021
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/ag.v3i2.6242

Abstract

Permasalahan pada mitra peternak itik lokal di Kelurahan Lamatti Rilau berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi yaitu manajemen dan kualitas pakan yang digunakan tidak sesuai dengan kebutuhan produktifitas itik. Solusi yang akan dilakukan untuk megurangi tingkat kematian anak itik yaitu dengan melakukan perbaikan kualitas pakan akan dilakukan dengan membuat formulasi pakan yang sesuai dengan kebutuhan fase pertumbuhan (umur) itik dan berbasis bahan baku pakan lokal yang tersedia, murah dan mudah diakses. metode pendekatan yang akan dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah pelatihan dan penerapan teknologi. Pelatihan dilakukan dengan memberikan materi kepada mitra berupa pelatihan peningkatan keterampilan dalam menerapkan sebuah teknologi. Setelah mendapatkan pelatihan, selanjutnya dilakukan penerapan teknologi berdasarkan permasalahan yang dihadapi peternak. Penerapan teknologi menggunakan prinsip partisipatif, dimana peternak terlibat langsung dan mengerjakan langsung teknologi yang akan diterapkan dalam usahanya. Melalui partisipatif aktif peternak mitra, diharapkan mereka dapat belajar sambil bekerja sehingga retensi pengetahuan menjadi lebih baik. Prosedur kerja pelaksanaan Program ini akan dilaksanakan pada peternak meliputi persiapan pelatihan, pelaksanaan pelatihan, penerapan teknologi, dan evaluasi kegiatan.  
Pemanfaatan Fitobiotik Tepung Batang Brotowali terhadap Performans Broiler Andi Kurnia Armayanti; Abdul Salam; Bahri Syamsuryadi
Tarjih Tropical Livestock Journal Vol. 1 No. 1 (2021): Tarjih Tropical Livestock Journal
Publisher : Program Studi Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Muhammadiyah Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (406.649 KB) | DOI: 10.47030/tropical.v1i1.99

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa broiler akibat penambahan fitobiotik tepung batang brotowali (Tinospora Crispa .L.) pada ransum. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Setiap unit percobaan terdiri dari 4 ekor ayam, sehingga jumlah keseluruhan adalah 64 ekor, dengan perlakuan pakan suplementasi tepung brotowali 0%, 0,5%, 1% dan 1,5%. Paremeter yang diamati konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan FCR. Hasil penelitian ini menunjukkan Perlakuan dengan suplementasi tepung brotowali dalam ransum broiler berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan dengan pertambahan bobot badan terbesar yaitu 799.43 g/ekor, dan FCR terbaik yaitu 3,08 akan tetapi suplementasi dengan tepung batang brotowali tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan. Pada penelitian ini perlakuan terbaik adalah dengan suplementasi tepung batang brotowali sebanyak 1% pada pakan.
Performans Reproduksi Puyuh Petelur Setelah Penambahan Tepung Kunyit (Curcuma longa L.) dalam Pakan Bahri Syamsuryadi; Abdul Hakim Fattah; Arifin Arifin
Tarjih Tropical Livestock Journal Vol. 1 No. 2 (2021): Tarjih Tropical Livestock Journal
Publisher : Program Studi Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Muhammadiyah Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (345.641 KB) | DOI: 10.47030/trolija.v1i2.267

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performans reproduksi puyuh petelur setelah penambahan tepung kunyit dalam pakan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan puyuh petelur berumur 30 minggu sebanyak 45 ekor, dibagi secara acak berdasarkan perlakuan P1=1% tepung kunyit, P2=2% tepung kunyit P3=3% tepung kunyit. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah berat folikel primer, jumlah hierarki folikel dan berat telur. Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan tepung kunyit dalam pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat telur dan jumlah hierarki folikel. Namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat folikel primer.
Physiological Response and Production Ability of Beef Cattle Raised Based on Different Altitudes in Sinjai Regency Hermawansyah Hermawansyah; Bahri Syamsuryadi; Iin Mutmainna
Jurnal Ternak : Jurnal Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Vol 12, No 2 (2021): Jurnal Ternak
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30736/jt.v12i2.116

Abstract

The breeders' knowledge of the suitability of the breeding environment for cattle breeds may increase livestock productivity. Determining the differences in microclimate environmental conditions, physiological responses, and production capabilities of Bali and Limousine crossbred cattle raised at different altitudes in Sinjai Regency were the aim of this study. The research was carried out on people's farms in Sinjai, which were divided into three locations based on the height of different rearing places; low areas (0-100 masl) were represented by East Sinjai sub-district, South Sinjai sub-district for medium plains areas (100-400 masl), and highland areas (>400 masl) were represented by West Sinjai sub-district. The selection was based on the height of the place and beef cattle business in the area. The materials used were 30 Balinese cattle and 24 Limousine hybrids. This research was conducted from July to September 2020. The method of the research used direct observation in the field. Data collection used the method of direct observation in the field. The parameters observed were; microclimate conditions, physiological responses, and beef cattle production capabilities. The research found that the altitude of keeping Bali cattle and Limousine breeding affected the microclimate conditions such as air temperature and humidity in the highlands. The air temperature is lower in the highlands but the humidity is higher than the lowlands. Besides, on the physiological response parameters, the altitude effected on the Limousine hybrid as well as respiratory frequency and pulse rate of Bali cattle. Respiratory and pulse rates are lower at high altitudes. The height of the breeding ground also affected the height of the Bali cattle, and the chest circumference of the Limousine hybrid. 
Penambahan Madu sebagai Pemanis Alami untuk Meningkatkan Nilai Organoleptik, Overrun dan Daya Leleh pada Es Krim Qadriansyah A Razak; Rajmi Faridah; Bahri Syamsuryadi
Tarjih Tropical Livestock Journal Vol. 1 No. 1 (2021): Tarjih Tropical Livestock Journal
Publisher : Program Studi Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Muhammadiyah Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.746 KB) | DOI: 10.47030/tropical.v1i1.97

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan madu terhadap nilai organoleptik, overrun dan daya leleh pada es krim. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni. Parameter yang dikur dalam penelitian ini adalah karakteristik organoleptik, overrun, dan daya leleh. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan (0%, 10%, 20%, 30%). Proses pembuatan es krim sebagai berikut : semua bahan ditimbang kemudian dicampurkan dan dipasteurisasikan pada suhu 30% selama 15 menit lalu di-aging selama 24 jam pada suhu 4OC setelah itu dimikser selama 30 menit kemudian dibekukan pada suhu -25OC sampai 30 OC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan presentase madu pada es krim tidak memberikan perbedaan terhadap karakteristik warna aroma, rasa tekstur tetapi memberikan perbedaan terhadap overrun dan daya leleh.
Karakteristik Semen Segar dan Motilitas Spermatozoa Ayam Hutan Merah (Gallus Gallus) dalam Pengencer yang Mengandung Air Tebu Arsyad Arsyad; Muhammad Erik Kurniawan; Khaeruddin Khaeruddin; Bahri Syamsuryadi
Tarjih Tropical Livestock Journal Vol. 1 No. 2 (2021): Tarjih Tropical Livestock Journal
Publisher : Program Studi Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Muhammadiyah Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.083 KB) | DOI: 10.47030/trolija.v1i2.255

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level air tebu terbaik untuk ditambahkan dalam pengencer semen ayam hutan merah berbasis ringer laktat kuning telur. Semen dikoleksi menggunakan metode pemijatan dan semen segar dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Semen dibagi ke dalam lima tabung yang masing-masing berisi pengencer ringer laktat kuning telur , ringer laktat kuning telur air tebu 10% , ringer laktat kuning telur air tebu 20% , ringer laktat kuning telur air tebu 30% , ringer laktat kuning telur air tebu 40% . Semen disimpan dalam refrigerator selama 24 jam kemudian dilakukan evaluasi motilitas spermatozoa (progresif, reverse, vibrator, total). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan level air tebu dalam pengencer berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap motilitas progresif, motilitas reverse dan motilitas total. Penambahan level air tebu 10% dan 20% menghasilkan motilitas total paling tinggi yaitu 86.24-88.79%. Namun, motilitas progresif tertinggi didapatkan pada penggunaan level air tebu 20% yaitu 77.67%. Kesimpulan penelitian ini adalah air tebu 20% dapat ditambahkan dalam pengencer ringer laktat kuning telur untuk mempertahankan motilitas total dan motilitas progresif spermatozoa ayam hutan merah selama penyimpanan 24 jam.
STUDI MORFOMETRIK DAN MORFOLOGI SPERMATOZOA ENAM RUMPUN AYAM LOKAL INDONESIA Khaeruddin - Khaeruddin; Hermawansyah Hermawansyah; Bahri Syamsuryadi; Junaedi Junaedi
JURNAL KAJIAN VETERINER Vol 9 No 3 (2021): Jurnal Kajian Veteriner
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35508/jkv.v9i3.5171

Abstract

This study aims to determine the morphometric comparison and identify abnormal sperm morphology in six types of Indonesian local chickens. Sperm observed came from six types of local chickens: red jungle fowl, Sentul chicken, Gaga’ chicken, Kampung Unggul Balitnak (KUB) chicken, Arab Silver chicken, and Bangkok chicken. Semen was collected by sequencing technique, then fresh semen was blotted on glass slides with eosin-nigrosine dye. Morphometrics and morphology of sperm were observed using a light microscope with a magnification of 100x16. ImageJ software was used for sperm morphometric observation on 60 sperm cells, while morphological observations were carried out by counting normal and abnormal sperm on 200 sperm cells. The results showed that there were variations in the size of sperm among the six types of chickens. Red jungle fowl had a higher total length and tail length than Sentul, Gaga', KUB, Arab, and Bangkok chickens. Observation of morphological characteristics showed that sperm with the highest abnormal morphology were in red jungle fowl and gaga' chickens. Tail bending and mid-piece bending is the most common abnormalities found in Indonesian local chickens.