Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

EKSISTENSI PENGADILAN AGAMA PASCA PENYATUAN SATU ATAP (INDEPENDENSI DAN PENGEMBANGANNYA) Mardi Candra
Audito Comparative Law Journal (ACLJ) Vol. 1 No. 1 (2020): Mei 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.64 KB) | DOI: 10.22219/audito.v1i1.12782

Abstract

(The abstract should not exceed 250 words. It should briefly summarize the essence of the paper and address the following areas without using specific subsection titles.): Objective: Briefly state the problem or issue addressed, in language accessible to a general scientific audience. Technology or Method: Briefly summarize the technological innovation or method used to address the problem. Results: Provide a brief summary of the results and findings. Conclusions: Give brief concluding remarks on your outcomes. Clinical Impact: Comment on the translational aspect of the work presented in the paper and its potential clinical impact. Detailed discussion of these aspects should be provided in the main body of the paper.
Sinkronisasi Aturan Hukum Dalam Sistem Desentralisasi Regulasi Bagi Daerah Otonomi Khusus Papua Loisa Merlin Tegay; Taufiqurrohman Syahuri; Mardi Candra
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 4 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i4.27274

Abstract

Synchronization of the rule of law in the decentralized regulatory framework for the special autonomous area of Papua is discussed. This legal research employs a normative juridical approach supported by an empirical juridical description, namely a deductive study that begins with an analysis of the articles in the laws and regulations governing the issue of synchronizing legal rules pertaining to decentralization in Papua Province. Law Number 21 of 2001 concerning Special Autonomy for the Papua Province represents the political will of the Unitary State of the Republic of Indonesia, to the people of Papua, based on the consideration that the administration of development implementation in the Papua Province during its integration with Indonesia has not fully fulfilled the sense of justice, achieved prosperity and realize law enforcement and have not fully fulfilled the respect for human dignity.Keywords: Synchronization of the Rule of Law; Decentralized System; Special Autonomous RegionĀ AbstrakPembahasan mengenai sinkronisasi aturan hukum dalam sistem desentralisasi regulasi bagi daerah otonomi khusus Papua. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah metode pendekatan yuridis normatif yang didukung dengan yuridis empiris dengan merinci uraian yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalahan sinkronisasi aturan hukum terkait Desentralisasi di Provinsi Papua. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, merupakan political will Negara Kesatuan Republik Indonesia, kepada rakyat Papua, dengan dasar pertimbangan bahwa penyelenggraan pemerintahan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama berintegrasi dengan Indonesia belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, mencapai kesejahteraan dan mewujudkan penegakan hukum dan belum sepenuhnya memenuhi rasa penghormatan terhadap hak- hak asasi manusia, khususnya orang asli Papua. Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif denga hasil penelitian mengenai aturan hukum terkait desentralisasi di provinsi papua.Kata Kunci: Sinkronisasi Aturan Hukum, Sistem Desentralisasi, Daerah Otonomi Khusus
AZAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM SENGKETA PENJAMINAN PENGEMBALIAN MODAL PEMBIAYAAN MUDHARABAH, MUSYARAKAH DAN WAKALAH BIL ISTITSMAR Mardi Candra Mardi
Mimbar Hukum Vol 34 No 1 (2022): Mimbar Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.946 KB) | DOI: 10.22146/mh.v34i1.2419

Abstract

Abstract The principle of reversed proof (omreking van het bewijslast) in the DSN Fatwa No. 105/DSN-MUI/X/2016 concerning guaranteeing the return of capital for the financing of mudharabah, musyarakah and wakalah bil istitsmar is the new norm in the legal framework of sharia economic procedures. This study aims to find the ratio legis of the existence of an inverted evidentiary norm in the DSN fatwa No. 105/DSN-MUI/X/2016. This type of research is normative law with a descriptive-comparative approach by describing all legal materials and comparing them with the reverse proof norm in the Consumer Protection Act. The results of the study indicate that the legal reason for the reverse evidence in the DSN fatwa is because the capital manager is a more active and knowledgeable party in developing the business so that he has absolute responsibility (strict liability) for all errors and omissions in managing the project being carried out. Abstrak Asas pembuktian terbalik (omreking van het bewijslast) dalam Fatwa DSN No 105/DSN-MUI/X/2016 tentang penjaminan pengembalian modal pembiayaan mudharabah, musyarakah dan wakalah bil istitsmar merupakan norma baru dalam kerangka hukum acara ekonomi syariah. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan ratio legis adanya norma pembuktian terbalik dalam fatwa DSN No 105/DSN-MUI/X/2016. Jenis Penelitian ini bersifat normatif law dengan pendekatan deskriptif-komparatif dengan memaparkan seluruh bahan hukum dan membandingkannya dengan norma pembuktian terbalik dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan hukum pembuktian terbalik dalam fatwa DSN ini karena pengelola modal merupakan pihak yang lebih aktif dan mengetahui dalam mengembangkan bisnis sehingga memiliki tanggungjawab mutlak (strict liability) atas segala kesalahan dan kelalaian dalam mengelola projek yang dijalankan.
Kewenangan Pemerintah Di Bidang Kepemudaan Dalam Rangka Mendukung Pembangunan Nasional Melalui Organisasi Kepemudaan Parulian Hasiholan Siagian; Hedwig Adianto Mau; Mardi Candra
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 6 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i6.28476

Abstract

Youth has a very important position in the history of the struggle for Indonesian independence. Youth development is Indonesia's strategic agenda in order to prepare future generations who are strong and able to play a role in the development of the nation as a whole. In the present, youth are expected to continue to be able to fulfill independence in order to support national development. Seeing the very high potential of youth, the Government then saw the need to formulate special policies related to youth development. The research method in this writing is qualitative. The type of research in this research is using normative juridical law research. The purpose of the establishment of the Youth Law which provides specificity for the implementation of affairs in the field of youth cannot be carried out optimally so that it also has an impact on the Government's efforts in implementing youth development which is expected to support national development.Keywords: Authority; Youth; National developmentĀ AbstrakPemuda memiliki kedudukan yang sangat penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pembangunan pemuda merupakan agenda strategis Indonesia dalam rangka mempersiapkan generasi masa depan yang tangguh dan mampu berperan dalam pembangunan bangsa secara keseluruhan. Di masa sekarang, pemuda diharapkan terus dapat mengisi kemerdekaan guna mendukung pembangunan nasional. Melihat potensi kaum muda yang sangat tinggi, Pemerintah kemudian memandang perlu menyusun kebijakan khusus terkait dengan pembangunan kepemudaan. Metode penelitian dalam penulisan ini adalah kualitatif, jenis Penelitian dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian hukum yuridis normative. Tujuan pembentukan Undang-Undang Kepemudaan yang memberikan kekhususan penyelenggaraan urusan dibidang kepemudaan tidak dapat dilaksanakan dengan maksimal sehingga berdampak pula terhadap upaya Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan kepemudaan yang diharapkan dapat mendukung pembangunan nasional.Kata Kunci: Kewenangan; Kepemudaan; Pembangunan Nasional