Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Invensi yang diberi Paten telah diatur dalam Undang-Undang Paten (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016) yaitu invensi harus mengandung suatu kebaruan, memiliki langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri. Namun dalam sebuah invensi, tidak semua invensi dapat diberikan Hak Paten. Jika dalam sebuah invensi terdapat sebagian atau seluruhnya tidak memenuhi kriteria syarat patentabilitas yang diatur Undang-Undang Paten, maka invensinya itu layaknya tidak dapat diberikan. Apabila invensi tersebut tidak memenuhi kriteria yang diatur dalam Undang-Undang Paten tetapi ketika didaftarkan lolos dan dilindungi sepenuhnya oleh negara seperti dalam kasus ini (Putusan Pengadilan Negeri Nomor 47/Pdt.Sus-Paten/2017/PN.Niaga.Jkt.Pst), maka seharusnya paten ini harus dihapus untuk dicabut hak patennya. Pokok permasalahan disini adalah invensi yang ada di dalam paten sengketa ini, klaimnya sama dengan domain publik di buku pedoman yang diterbitkan Badan Karantina Pertanian Kementrian Pertanian Republik Indonesia (BARANTAN). Proses yang dikeluarkan dalam buku pedoman milik Barantan ini sudah terlebih dulu dikeluarkan jauh sebelum paten sengketa didaftarkan