Nikmatul Hidayah
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Pengembangan Diversifikasi Pangan Pokok Lokal suismono, suismono; Hidayah, Nikmatul
JURNAL PANGAN Vol 20, No 3 (2011): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1352.001 KB) | DOI: 10.33964/jp.v20i3.174

Abstract

Usaha diversifikasi pangan hingga kini belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan pemerintah. Salah satu kebijakan pemerintah di bidang konsumsi pangan yaitu mengembangkan diversifikasi pangan dengan menggali sumber karbohidrat danteknologi pengolahan pangan pokok yang berasal dari lokal. Teknologi pengolahan berbasis pangan pokok lokal yang telah ada di daerah masih dilakukan secara tradisional. Oleh karena itu perlu diperbaiki, digalakkan dan dikemas menjadi pangan pokok siap saji yang diterima masyarakat Indonesia menjadi makanan pokok pengganti beras. Sebagai contoh produk makanan pokok lokal yang telah diperbaiki teknologinya antara lain makanan Ledok (bubur dari bahan jagung dan singkong) menjadi produk Ledok Instan, Beras Aruk menjadi Beras Singkong Semi-Instan (BSSI), Beras ubi (Rasbi), Tiwul instan dan Beras Sagu Tiruan. Berdasarkan sebarannya, produk pangan pokok di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu : untuk wilayah Indonesia Bagian Barat mengkonsumsi makanan pokok ”nasi non beras”, untuk wilayah Indonesia Bagian Tengah mengkonsumsi makanan pokok ”bubur dari bahan tepung” dan untuk wilayah Indonesia Bagian Timur mengkonsumsi makanan pokok ”bubur dari bahan pati”.Efforts on food diversification has yet resulted in what expected by the government. One of government policies in food consumption sector is to develop food diversification by exploring the local sources of carbohydrate and local food processing technology. Local-staple-food-based processing technology that has already existed in the area is still traditionally operated. Therefore, the products need to be improved, promoted and packaged into ready-to-eat staple food that can be consumed as the substitution of rice as staple food by the people of Indonesia. For examples, the improved technology of local staple food products among others are Ledok foods (porridge made from maize and cassava) which have been formed into instant products, and Aruk grain which has been transformed into Semi Instant Cassava Grains (BSSI), Cassava grain (Rasbi), Tiwul instant and artificial Sago grain. Based on their distribution, staple foods in Indonesia can be classified into 3 basic non-rice categories. First, boiled kernel non rice is consumed in the Western parts of Indonesia; second, porridge made from flour is consumed as the staple food in Middle zones of Indonesia; and third, slurry of starch material is eaten eastern regions of Indonesia. 
Uji Efektivitas Ekstrak Sargassum muticum Sebagai Alternatif Obat Bisul Akibat Aktivitas Staphylococcus aureus Hidayah, Nikmatul; Hisan, Aisyah Khoirotun; Solikin, Ahmad; Irawati, Irawati; Mustikaningtyas, Dewi
Journal of Creativity Student Vol 1, No 2 (2018): October 2018
Publisher : Journal of Creativity Student

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (660.719 KB)

Abstract

Staphylococcus aureus adalah bakteri patogen pada manusia yang menyebabkan penyakit kulit khususnya bisul. Hampir setiap orang pernah mengalami infeksi yang disebabkan bakteri oleh Staphylococcus aureus selama hidupnya, dari infeksi kulit yang kecil sampai infeksi yang tidak bisa disembuhkan. Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap beberapa antibiotik, maka dibutuhkan penemuan obat baru. Sumber antibakteri baru dapat diperoleh dari senyawa bioaktif seperti fenol, alkaloid dan flavonoid yang banyak terkandung dalam tanaman, salah satunya adalah alga laut jenis Sargassum muticum. Senyawa bioaktif hasil metabolisme sekunder yang dapat dijadikan sebagai antibakteri alami dapat diperoleh melalui proses ekstraksi. Proses ekstraksi dapat menggunakan 3 jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu n-heksana (nonpolar), etil asetat (semi polar) dan etanol (polar). Ekstrak S. muticum diuji efetivitasnya sebagai antibakteri dengan konsentrasi 500, 400, 300, 200 dan 100 (mg/mL) kemudian dimasukkan dalam sumuran 7 mm sebanyak 50 l yang telah ditumbuhi S.aureus dan diinkubasi pada 370 C selama 24 jam. Pengukuran Luasnya zona bening merupakan bukti kepekaan S.aureus terhadap bahan atau senyawa antibakteri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil ekstraksi terbesar terdapat pada ekstrak dengan pelarut etanol 96% (2.5%) diikuti etil asetat (1%) dan n-heksanan (0.5%). Konsentrasi hambatan minimum ekstrak etanol S. muticum sebesar 100 mg/mL dengan diameter hambat 2 mm. Sedangkan konsentrasi hambat minimum dari ekstrak etil asetat adalah sebesar 100 mg/mL dengan diameter hambat sebesar 2 mm serta konsentrasi hambat minimum ekstrak n-heksana sebesar 100 mg/mL sebesar 1.5 mm. Dapat disimpulkan bahwa jenis pelarut pada proses ekstraksi berpengaruh terhadap hasil ekstraksi dan aktivitas antibakteri S. muticum. Berdasarkan ketiga jenis pelarut yang digunakan ekstrak etanol S. muticum merupakan ekstrak yang paling efektif jika dibandingkan ekstrak etil asetat dan n-heksana.
Living Qur’an: Rutinitas Sholat Tasbih (Sewelasan) (Studi Kasus di Pondok Pesantren Darun Najah Desa Sambikarto Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur) Hidayah, Nikmatul
Islamika Inside: Jurnal Keislaman dan Humaniora Vol 7 No 1 (2021): JUNI
Publisher : Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35719/islamikainside.v7i1.139

Abstract

Abstract: Research on bringing the Qur'an to life in the middle of Islamic boarding school life. The series of activities consisted of sunnah hajat prayers, sunah tasbih prayers, tahlil, istighosah and management of Sheikh Abdul Qadir al-Jailani. The object of research at Darun Najah Islamic Boarding School used a phenomenological approach with interview and observation methods. Research proves the existence of a transmission process, namely the connection between sanad and Pondok Pesantren Darussalam Way Jepara. The practice has not undergone a transformation because both in Pondok Pesantren Darussalam or Pondok Pesantren Darun Najah the practice of praying is a mandatory activity, if it does not follow without any definite reason then it gets the consequences. The process of forming activities through three stages: 1) externalization: the activity is made compulsory by caregivers and administrators, 2) objectification: students become accustomed to it and feel light and 3) internalization: many santris feel the pleasure of doing worship.
Aktivitas Antibakteri Infusa Simplisia Sargassum muticum terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Hidayah, Nikmatul; Mustikaningtyas, Dewi; Bintari, Siti Harnina
Life Science Vol 6 No 2 (2017): October 2017
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri sering ditemukan di negara tropis yang beriklim panas dan lembab seperti Indonesia. Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen penyebab infeksi kulit yang resisten terhadap beberapa antibiotik. Sargassum muticum dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus karena mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder salah satunya fenol. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri beberapa konsentrasi infusa simplisia Sargassum muticum terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Konsentrasi infusa simplisia yang digunakan (%) yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 10 dan sebagai kontrol terdiri dari kontrol positif dan negatif. Data yang diperoleh berupa uji aktivitas antibakteri infusa simplisia S. muticum terhadap pertumbuhan S. aureus dan kandungan total fenol simplisia S. muticum dianalisis secara deskriptif, serta analisis korelasi secara statistik untuk mengetahui hubungan kedua variabel uji. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kandungan total fenol seiring bertambahnya konsentrasi simplisia S. muticum. Konsentrasi 1-5% tidak menunjukkan aktivitas antibakteri, sedangkan konsentrasi 10% menunjukkan aktivitas antibakteri dengan membentuk hambatan sebesar 21 mm. Analisis korelasi positif dengan koefisien korelasi 0,577 artinya semakin tinggi aktivitas antibakteri maka kandungan fenol yang terdapat pada simplisia S. muticum juga semakin tinggi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa infusa simplisia S. muticum mulai menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap S. aureus ATCC 29213 pada konsentrasi 10%. Infection caused by bacteria commonly found in tropical hot climates and moist like Indonesia. Staphylococcus aureus is a pathogenic bacteria responsible for skin infections that can resistant to several antibiotics. Sargasum muticum has been used as an alternative to inhibit the growth of Staphylococcus aureus, because it contains a variety of secondary metabolite compounds such as phenols. The aim of this study was to determine the antibacterial activity several concentration of the infuse powder Sargasum muticum against Staphylococcus aureus The concentration of the infuse powder used (%): 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 10% and as a control consisting of a positive control, and negative control. The data consist of antibacterial activity of S. muticum infuse powder against S. aureus and total phenol content of S. muticum was analyzed descriptively, statistically test correlation analysis to determine the relationship between two variables tested. The results showed an increase in total phenol content with increased concentrations of S. muticum. 1-5% concentration of infuse powdered did not show antibacterial activity, while at 10% concentration showed antibacterial activity by forming a barrier diameter of 21 mm. Analysis result of correlation is positive, with a correlation coefficient 0.577, it means that higher antibacterial activity, content of phenols in S. muticum powdered are also higher. Based on the research, it concluded that the infuse powder of Sargassum muticum showed antibacterial activity against S. aureus ATCC 29213 at a concentration of 10%.
Uji Efektivitas Ekstrak Sargassum muticum Sebagai Alternatif Obat Bisul Akibat Aktivitas Staphylococcus aureus Hidayah, Nikmatul; Hisan, Aisyah Khoirotun; Solikin, Ahmad; Irawati, Irawati; Mustikaningtyas, Dewi
Journal of Creativity Student Vol 1, No 2 (2016): July 2016
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jcs.v1i2.7794

Abstract

Staphylococcus aureus adalah bakteri patogen pada manusia yang menyebabkan penyakit kulit khususnya bisul. Hampir setiap orang pernah mengalami infeksi yang disebabkan bakteri oleh Staphylococcus aureus selama hidupnya, dari infeksi kulit yang kecil sampai infeksi yang tidak bisa disembuhkan. Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap beberapa antibiotik, maka dibutuhkan penemuan obat baru. Sumber antibakteri baru dapat diperoleh dari senyawa bioaktif seperti fenol, alkaloid dan flavonoid yang banyak terkandung dalam tanaman, salah satunya adalah alga laut jenis Sargassum muticum. Senyawa bioaktif hasil metabolisme sekunder yang dapat dijadikan sebagai antibakteri alami dapat diperoleh melalui proses ekstraksi. Proses ekstraksi dapat menggunakan 3 jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu n-heksana (nonpolar), etil asetat (semi polar) dan etanol (polar). Ekstrak S. muticum diuji efetivitasnya sebagai antibakteri dengan konsentrasi 500, 400, 300, 200 dan 100 (mg/mL) kemudian dimasukkan dalam sumuran 7 mm sebanyak 50 µl yang telah ditumbuhi S.aureus dan diinkubasi pada 370 C selama 24 jam. Pengukuran Luasnya zona bening merupakan bukti kepekaan S.aureus terhadap bahan atau senyawa antibakteri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil ekstraksi terbesar terdapat pada ekstrak dengan pelarut etanol 96% (2.5%) diikuti etil asetat (1%) dan n-heksanan (0.5%). Konsentrasi hambatan minimum ekstrak etanol S. muticum sebesar 100 mg/mL dengan diameter hambat 2 mm. Sedangkan konsentrasi hambat minimum dari ekstrak etil asetat adalah sebesar 100 mg/mL dengan diameter hambat sebesar 2 mm serta konsentrasi hambat minimum ekstrak n-heksana sebesar 100 mg/mL sebesar 1.5 mm. Dapat disimpulkan bahwa jenis pelarut pada proses ekstraksi berpengaruh terhadap hasil ekstraksi dan aktivitas antibakteri S. muticum. Berdasarkan ketiga jenis pelarut yang digunakan ekstrak etanol S. muticum merupakan ekstrak yang paling efektif jika dibandingkan ekstrak etil asetat dan n-heksana.