p-Index From 2019 - 2024
1.168
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Jurnal Teknodik
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) UNTUK PEMBELAJARAN: SEBUAH KAJIAN Sudirman Siahaan
Jurnal TEKNODIK Jurnal Teknodik Vol.18 No. 3 Desember 2014
Publisher : Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (47.393 KB) | DOI: 10.32550/teknodik.v0i0.133

Abstract

Abstrak:Siapa saja termasuk guru akan mengatakan bahwa teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sangat dibutuhkan di dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sebagian orang mengatakan bahwa dirinya tidak dapat terlepas dari TIK, mulai dari saat bangun pagi sampai dengan beristrahat tidur. Bagaimana dengan guru? Apakah mereka telah memanfaatkan kemajuan TIK untuk mendukung keterlaksanaan kegiatan pembelajaran yang mereka kelola setiap hari? Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian guru di beberapa sekolah di berbagai propinsi dan kabupaten/ kota telah memanfaatkan TIK dalam kegiatan pembelajaran namun sebagian guru lainnya masih belum. Pertanyaanpertanyaan inilah yang menggugah penulis untuk melakukan kajian (review) tentang masalah pemanfaatan TIK untuk kegiatan pembelajaran. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji berbagai faktor yang berpengaruh sehingga guru termotivasi atau tidak memanfaatkan TIK dalam membelajarkan peserta didiknya. Hasil kajian mengemukakan bahwa ada 2 faktor utama yang memengaruhi guru memanfaatkan atau tidak TIK dalam kegiatan pembelajaran. Kedua faktor yang dimaksudkan adalah (1) faktor internal dari dalam diri guru sendiri, yaitu persepsi dan sikapnya terhadap TIK, pengetahuan dan keterampilan guru memanfaatkan TIK, dan kepemilikan perangkat TIK, dan (2) faktor eksternal (dari luar diri guru), yaitu ada tidaknya dukungan kebijakan dari dinas pendidikan setempat dan kepala sekolah untuk pemanfaatan TIK di dalam kegiatan pembelajaran, pengadaan perangkat TIK di sekolah, apresiasi terhadap guru yang berinisiatif memanfaatkan TIK di dalam kegiatan pembelajaran, dan pelatihan di bidang ke-TIK-an untuk pembelajaran.Kata Kunci: Teknologi informasi dan komunikasi (TIK), pembelajaran, persepsi, sikap. Abstract:Nowadays, any teacher will say that information and communication technology (ICT) is truly needed in daily life. Some people say that their daily life and ICT are inseparable; starting from waking up in the morning until sleeping again at night. How about teachers? Have they utilized ICT to support their daily teaching activities? To a certain extent, some teachers at schools in some provinces and districts have already utilized ICT in their daily teaching but not for some others. These questions have triggered the writer to conduct a review in order to identify factors influencing teachers whether to utilize ICT for learning activities or not. This article aims at reviewing various factors influencing teachers to feel motivated to in utilizing ICT in their teaching or not. The review came up to a conclusion that there are 2 main factors: (1) internal factor (within the teachers themselves) such as perception and attitude toward ICT, knowledge and skill to utilize ICT, and the ownership of ICT equipment; and (2) external factor (outside of teacers), such as policy support from the District Educational Office and school headmaster in the utilization of ICT for learning, procurement of ICT equipment in schools, appreciation towards teachers taking initiatives in utilizing ICT for learning, and training in the utilization of ICT for learning.Key words: Information and communication technology (ICT), learning, perception, attitude.
KEARAH PEMBELAJARAN TERINTEGRASI TIK DI PULAU MARORE, PERBATASAN INDONESIA DENGAN FILIPPINA Arie Kurniawan; Sudirman Siahaan
Jurnal TEKNODIK Jurnal Teknodik Vol.19 No. 1 April 2015
Publisher : Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (54.906 KB) | DOI: 10.32550/teknodik.v19i1.144

Abstract

Abstrak:Tulisan ini akan membahas upaya kearah pembelajaran terintegrasi TIK untuk pembelajaran di SDN Marore dan SMPN 3 Tabukan Utara, Pulau Marore, Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara. Kedua sekolah ini termasuk ke dalam kategori daerah 3T (terdepan, tertinggal, dan terpencil). Penentuan sekolah dan daerah dilakukan melalui studi kelayakan. Kedua sekolah ini tidak hanya dilengkapi Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) dengan fasilitas/perangkat TIK, berbagai sumber belajar digital, tetapi juga guru dan teknisinya dilatih di bidang pengoperasian dan pemeliharaan perangkat TIK, perancangan dan pengembangan bahan belajar. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji berbagai upaya kearah pembelajaran terintegrasi TIK. Untuk mencapai tujuan ini penulis menggunakan pedoman wawancara dan angket serta melaksanakan focus group discussion (FGD) dan hasilnya disajikan secara deskriptif.Responden menyatakan bahwa dengan diperkenalkannya pembelajaran terintegrasi TIK, sangat bermanfaat terhadap upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu, direkomendasikan agar dilakukan pelatihan secara berkelanjutan dan intensif, tidak hanya tentang merancang dan mengembangkan bahanbahan belajar digital tetapi juga mengenai penerapan strategi dalam pembelajaran terintegrasi TIK.Kata kunci:Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), pembelajaran, daerah 3T (terdepan, tertinggal, dan terpencil).Abstract:This article discusses the efforts towards ICT-integrated learning in Public Primary and Junior Secondary Schools in Marore Island, Sangihe District, North Sulawesi. These two schools are chosen among the schools located in the foremost/borderline, disadvantaged/least developed, and remote/isolated areas based on a feasibility study. These schools are not only equipped with ICT and other supporting equipment and various digital learning resources, but their teachers and technicians have also been trained in utilizing and maintaining ICT equipment, as well as in designing and developing learning contents. The objective of this article is to review various efforts directed to ICT-integrated learning. To achieve this objective, the writers used interview guide and questionnaires, conducted a focus group discussion (FGD) and the results were descriptively presented. Respondents expressed that the penetration of ICT in learning beingpilotted by the ICT Center for Education (Pustekkom) are very fruitful and contributive to the efforts in improving educational quality. Therefore, it is recommended for the next action to conduct continuous and intensive training for teachers in designing and developing digital learning contents, as well as strategies in applying ICT-integrated learning.Keywords: Information and Communication Technology (ICT), learning, disadvantaged regions (remote/ isolated, least developed, and borderline).
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN: PELUANG, TANTANGAN, DAN HARAPAN Sudirman Siahaan
Jurnal TEKNODIK Jurnal Teknodik
Publisher : Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (61.393 KB) | DOI: 10.32550/teknodik.v19i3.173

Abstract

Abstrak:Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik. Tidak ada yang mempermasalahkan pernyataan ini apabila TIK memang dimanfaatkan secara terencana, terpadu, dan teratur di dalam kegiatan pembelajaran. Sekalipun demikian, hasil penelitian atau kajian tentang pemanfaatan TIK hanya menitikberatkan pada pengaruh/dampak terhadap hasil prestasi belajar peserta didik; tetapi kurang menekankan pada tantangan-tantangan atau kesulitan-kesulitan guru dalam memanfaatkan TIK untuk pembelajaran. Dengan kata lain, apakah TIK di sekolah-sekolah sudah dimanfaatkan secara terencana, terintegrasi, dan teratur? Manakala jawabannya sudah, langkah-langkah apa yang telah dilakukan untuk memanfaatkan TIK di dalam kegiatan pembelajaran? Manakala jawabannya belum, faktor-faktor apa saja penyebabnya? Mengapa ada sebagian sekolah yang maju dalam pemanfaatan TIK-nya dan diikuti dengan peningkatan prestasi belajar peserta didiknya (TIK memberikan dampak positif)? Tentunya ada faktor-faktor tertentu, baik peluang, tantangan (kendala/hambatan),maupun harapan yang perlu diperhatikan manakala akan memanfaatkan TIK di dalam kegiatan pembelajaran. Masalah inilah yang menggugah penulis untuk melakukan kajian yang didasarkan pada berbagai referensi yang didukung hasil pengamatan dan diskusi terbatas dengan pendidik dan tenaga kependidikan. Tujuannya adalah untuk mengetahui berbagai peluang, tantangan, dan harapan di dalam pemanfaatan TIK untuk pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai rujukan/acuan untuk memfasilitasi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui pemanfaatan TIK.Kata-kata kunci: Teknologi informasi dan komunikasi (TIK), pembelajaran, prestasi belajarAbstract:Information and communication technology (ICT) gives positive contribution to the improvement of students learning achievement. No one will argue on this statement as long as ICT is appropriately utilized (well planned, integrated, and sustained) in the instructional activities. However, most research or studies on ICT utilization only focus more on the impact of students’ learning achievement and less on the challenges that teachers face in utilizing ICT in their teaching learning process. In other words, has ICT utilization in schools been well planned, integrated, and sustained? If the answer is “Yes”, what are the steps that have been taken to utilize ICT for learning? If the answer is “No”, what are the causes? Why are there some more developed schools in utilizing ICT and followed with improvement of their students’ learning achievement (ICT gives possitive impact)? It can be stated that there are some factors of opportunities, challenges, as well as hopes that need to be considered before or during utilizing ICT in teaching-learning process. This has attracted the author to conduct a study that is based on some references and supported by some observation and discussion with some teachers and educational personnels. The objective of this study is to know some opportunities, challenges, and hopes in ICT utilization for learning that can be used as references to facilitate teachers in utilizing ICT in their teaching-learning process.Keywords: Information and Communication Technology (ICT), learning, learning achievement
PEMBELAJARAN RAGAM KELAS/ TINGKATAN (Multigrade Teaching) DI SEKOLAH DASAR (SD): Konsep dan Penerapannya Sudirman Siahaan
Jurnal TEKNODIK Jurnal Teknodik Vol. 8 No. 15, Desember 2004
Publisher : Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (471.064 KB) | DOI: 10.32550/teknodik.v4i15.382

Abstract

“Pembelajaran Ragam Kelas/Tingkatan (PRK/T)” tidak hanya terdapat di negara-negara yang sedang berkembang tetapi banyak juga di negara-negara maju. Pada umumnya, model “Pembelajaran Ragam Kelas/Tingkatan (PRK/T)” banyak diterapkan di Sekolah Dasar (SD). Artinya, banyak SD yang dikelola oleh beberapa orang guru dan bahkan oleh seorang guru (one-teacher school). Sedangkan lazimnya SD menerapkan sistem guru kelas (classroom teachers). Mengingat siklus atau masa belajar di SD berlangsung selama 6 (enam) tahun, maka ada 6 tingkatan (kelas) yang harus dilalui setiap siswa selama belajar di SD, yaitu dimulai dari kelas/tingkat 1 (grade 1) sampai dengan kelas/tingkat 6 (grade 6). Karena itu, setidak-tidaknya setiap SD dikelola oleh seorang Kepala Sekolah dan dibantu oleh 6 guru (1 + 6). Namun tidak semua SD dapat menerapkan model SD (1+6) terutama di negara-negara yang sedang berkembang dan miskin. “Pembelajaran ragam kelas/tingkatan” telah diterapkan di beberapa negara, seperti: Amerika Serikat, Australia, Cina, Finlandia, Indonesia, Inggris, Jepang, Jerman, dan Kanada. Dalam kaitan ini, konsep tentang “pembelajaran ragam kelas/ tingkatan” (multigrade teaching) dan berbagai pemikiran/ permasalahan yang terkait akan dibahas di dalam tulisan ini sebagai kontribusi terhadap penyelenggaraan SD model “pembelajaran ragam kelas/tingkatan”.
MENGAPA HARUS MENJADI GURU? Sudirman Siahaan
Jurnal TEKNODIK Jurnal Teknodik Vol. 10 No. 19, Desember 2006
Publisher : Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (60.343 KB) | DOI: 10.32550/teknodik.v10i19.395

Abstract

Banyak istilah atau ungkapan yang sering diberikan untuk memaknai keberadaan guru. Beberapa di antaranya yang dapat dicatat adalah yang mengatakan bahwa “Guru adalah sosok yang patut ditiru dan digugu”, “Guru adalah panutan masyarakat”, “Guru adalah orang tempat bertanya”, “Guru yang bermutu menghasilkan bangsa yang bermutu”, dan “Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”. Pada umumnya, semua ungkapan atau pernyataan mengenai guru dirasakan sangatlah menyenangkan dan sungguh-sungguh apresiatif. Namun, apabila ditanyakan kepada para guru, boleh jadi mereka akan mengatakan bahwa yang penting adalah kenyataannya. Untuk apa semanis madu, setinggi apa pun rasa pujian apabila dalam kenyataannya, para guru belum merasakan konkritisasinya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Memang sampai dengan tahun 1970-an, profesi guru dirasakan sebagai profesi panggilan yang benar-benar menjadi pekerjaan pilihan atau idaman (selected profession). Dalam kaitan ini, pertanyaan tentang “Mengapa harus menjadi guru?” menjadi suatu pertanyaan yang menarik dan menggugah perhatian setidak-tidaknya bagi kalangan masyarakat yang peduli terhadap profesi guru. Mengapa kemudian, pertanyaan yang sama ini cenderung menjadi pertanyaan yang kurang atau bahkan tidak lagi menarik atau menggugah perhatian? Namun, akhir-akhir ini setidak-tidaknya pertanyaan yang lebih menarik perhatian dan juga mungkin menggugah perhatian adalah “Mengapa tidak harus menjadi guru?”. Tulisan ini mencoba memberikan kajian singkat tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan keberadaan guru dengan harapan akan dapat menjadi bahan pemikiran untuk pembahasan lebih lanjut.
PENYELENGGARAAN SIARAN TELEVISI UNTUK PENDIDIKAN DI INDONESIA: SEBUAH KAJIAN HISTORIS Sudirman Siahaan; Rahmi Rivalina
Jurnal TEKNODIK Jurnal Teknodik Vol. 12 No. 2, Desember 2008
Publisher : Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (63.066 KB) | DOI: 10.32550/teknodik.v12i2.409

Abstract

Pada awalnya, gagasan untuk menyelenggarakan siaran televisi yang khusus berkiprah di bidang pendidikan/pembelajaran dimulai dari kerjasama Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom) dengan UNICEF/UNESCO memproduksi program televisi pendidikan/ pembelajaran untuk ditayangkan melalui stasiun televisi yang ada. Program yang diproduksi adalah mengenai pengembangan watak anak-anak. Keberhasilan yang dicapai dilanjutkan dengan pengembangan film serial Aku Cinta Indonesia (ACI) yang ditayangkan setiap hari Minggu oleh stasiun TVRI Jakarta. Melalui kerjasama dengan pemerintah Australia, Belanda, dan Kanada, gagasan untuk menyelenggarakan siaran televisi pendidikan/pembelajaran secara perlahanlahan mulai mengarah jelas. Sumber daya dipersiapkan dan demikian juga dengan programprogram pendidikan/pembelajaran yang akan ditayangkan. Kerjasama terhenti namun perjuangan untuk penyelenggaraan siaran televisi pendidikan/pembelajaran tiada pernah berhenti. Perjuangan berikutnya adalah menjalin kerjasama dengan perusahaan swasta, PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (grup PT. Lamtoro Gung Persada) yang pada akhirnya berhasil mendirikan stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (Stasiun TPI). Melalui stasiun TPI ditayangkanlah programprogram pendidikan/pembelajaran yang dikenal dengan Siaran Televisi Pendidikan Sekolah (STVPS). Kerjasama yang disepakati berlangsung selama 15 tahun ternyata hanya dapat bertahap selama 5 tahun. Pada tahun 1997, PT. Medicitra Indostar mendedikasikan satu saluran khusus pada satelit Cakrawarta-1 untuk penyelenggaraan siaran televisi pendidikan melalui satelit siaran langsung (SSL). Kegiatan ini juga ternyata tidak berlangsung lama. Pada tanggal 12 Oktober 2004, perjuangan untuk menyelenggarakan siaran televisi yang secara khusus berkiprah di bidang pendidikan/pembelajaran menuai hasil dengan dicanangkannya Siaran Televisi Edukasi (TVE) oleh Menteri Pendidikan Abdul Malik Fadjar. Siaran TVE yang diawali dengan mengudara selama 2 jam tayang setiap harinya, kini meningkat menjadi 24 jam setiap harinya sejak tahun 2009.
MENGAPA HARUS MENGGUNAKAN E-LEARNING DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN? Sudirman Siahaan
Jurnal TEKNODIK Jurnal Teknodik Vol. 12 No. 1, Juni 2008
Publisher : Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (62.889 KB) | DOI: 10.32550/teknodik.v12i1.419

Abstract

Tulisan ini memang mengundang tanggapan karena setiap orang boleh menjawab sesuai pendapatnya. Mereka yang berkiprah di bidang pendidikan/pembelajaran dan telah memanfaatkan internet serta merasakan manfaatnya, akan menjawab “Sudah waktunya dan bahkan telah terlambat memulainya”. Namun bagi yang belum pernah memanfaatkan e-learning dalam kegiatan pembelajaran, apalagi mendengar istilah e-learning, maka jawaban yang mungkin akan diberikan adalah “Untuk apa? Belum waktunya. Masih banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas pendukung pembelajaran yang memadai. Bahkan bangunan sekolah saja banyak yang rewot dan belum nyaman sebagai tempat belajar”. Kedua jawaban ini mencerminkan “pro dan kontra” mengenai pemanfaatan e-learning. Bagi sekolah yang belum siap memanfaatkan elearning, maka sekolah tersebut tidak perlu memaksakan diri untuk memanfaatkan e-learning. Sebaliknya, sekolah-sekolah yang sudah memiliki kesiapan untuk memanfaatkan e-learning, terutama di daerah perkotaan, perlu didukung untuk memulainya. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi sekolah atau pengelola pendidikan dalam mempertimbangkan kesiapan untuk pemanfaatan e-learning. Oleh karena itu, janganlah heran apabila suatu hari nanti, seorang anak di Indonesia bisa meraih gelar akademis tertinggi dari universitas di Amerika, Eropa atau Australia tanpa harus pusing memikirkan biaya tinggal dan studi di luar negeri.
SEPUTAR SERTIFIKASI GURU Sudirman Siahaan; Rr. Martiningsih
Jurnal TEKNODIK Jurnal Teknodik Vol. 12 No. 1, Juni 2008
Publisher : Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.672 KB) | DOI: 10.32550/teknodik.v12i1.423

Abstract

Kata-kata “Guru berarti digugu dan ditiru” sering kita dengar diungkapkan. Guru dinilai sebagai seseorang yang dapat dipercaya, berdedikasi, dan berjasa bagi kemajuan masyarakat. Oleh karena itu, guru layak ditiru dan dijadikan sebagai panutan. Sebagai guru seharusnya memperlihatkan perilaku yang bisa dipercaya dan diteladani. Sebagai profesional yang berkualitas, guru bukan hanya mampu mentransfer ilmu pengetahuan dan menerapkan sistem tertentu dengan berbagai seluk-beluknya tetapi memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan dan secara terus-menerus berupaya meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya dalam membelajarkan peserta didiknya. Mengingat kualifikasi guru yang bervariasi dan mengacu pada Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, Departemen Pendidikan Nasional menetapkan kebijakan di bidang sertifikasi tenaga pendidik di mana salah satu persyaratan untuk mengikutinya adalah memiliki kualifikasi akademik Strata-1 (S-1) atau Diploma IV (D-IV). Melalui tulisan ini, penulis mencoba berbagi pemikiran tentang sertifikasi guru, yang antara lain mencakup konsep sertifikasi, berbagai pendapat/ tanggapan guru, kendala atau kesulitan guru mengkuti kegiatan sertifikasi melalui jalur portofolio, dan saran-saran guru mengenai sertifikasi.
SEKOLAH MENENGAH TINGKAT PERTAMA TERBUKA (SMP TERBUKA) SEBAGAI BENTUK PENDIDIKAN YANG MERAKYAT Sudirman Siahaan
Jurnal TEKNODIK Jurnal Teknodik Vol. 13 No. 1, Juni 2009
Publisher : Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (84.497 KB) | DOI: 10.32550/teknodik.v13i1.439

Abstract

Dalam kondisi perekonomian yang sulit, yang menjadi prioritas adalah bagaimana dapat bertahan hidup. Atau, yang menjadi prioritas dalam kehidupan sehari-hari adalah makan atau urusan “perut”. Setiap orang berupaya dengan berbagai cara mendapatkan makanan. Yang dipentingkan adalah “perut kenyang”. Berbagai kebutuhan hidup sehari-hari lainnya cenderung disisihkan untuk sementara dan baru menjadi perhatian apabila perut sudah kenyang. Dalam kondisi yang demikian ini, aspek kesehatan dan pendidikan menjadi “kurang mendapat perhatian”. Penghasilan difokuskan untuk membuat “perut” kenyang. Berbagai bentuk pengeluaran lainnya terpaksa ditunda atau ditekan menjadi seminimal mungkin. Di antara berbagai biaya pengeluaran lainnya yang dinilai sangat mendasar adalah memenuhi kebutuhan akan kesehatan dan pendidikan. Bagaimana menyekolahkan anak-anak apabila kondisi keuangan (a) tidak atau kurang mendukung, atau (b) hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari? Sejalan dengan Wajib Belajar 9 Tahun, para orang tua seyogianya mengupayakan anak-anak mereka dapat menyelesaikan pendidikan 9 Tahun. Sekalipun kondisi masyarakat kurang menguntungkan secara finansial, namun anak-anak usia SMP sebenarnya masih dapat menyelesaikan pendidikan SMP, yaitu melalui Sekolah Menengah Pertama Terbuka (SMP Terbuka) yang tersebar di setiap propinsi. SMP Terbuka dikatakan sebagai bentuk pendidikan yang merakyat karena antara lain: (a) pendidikan yang mendatangi anak-anak, (b) anak-anak tetap dapat membantu orang tua mencari nafkah sehari-hari, (c) anak-anak tidak harus datang setiap hari belajar di SMP, (d) anak-anak tidak perlu memakai seragam, (e) orang tua tidak dibebani berbagai bentuk biaya pendidikan, dan (f) kegiatan pembelajaran mengoptimalkan pemanfaatan berbagai sumber belajar di lingkungan sekitar.
JABATAN FUNGSIONAL PENGEMBANG TEKNOLOGI PEMBELAJARAN (JF-PTP): APA DAN BAGAIMANA? Sudirman Siahaan
Jurnal TEKNODIK Jurnal Teknodik Vol. 14 No. 1, Juni 2010
Publisher : Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (95.169 KB) | DOI: 10.32550/teknodik.v14i1.453

Abstract

Salah satu kebijakan Pemerintah yang terus-menerus disosialisasikan yang berkaitan dengan birokrasi adalah “ramping struktur, kaya fungsi”. Berdasarkan kebijakan yang demikian ini, lembaga pemerintah secara berkelanjutan menerapkan perampingan atau penciutan struktur organisasi di satu sisi, tetapi di sisi yang lain menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan berbagai jabatan fungsional. Beberapa di antara jabatan fungsional yang dibina oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) adalah mengenai: dosen, guru, pamong belajar, pengawas, dan pengembang teknologi pembelajaran. Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran (JF-PTP) adalah jabatan fungsional yang ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) melalui Peraturan Menpan Nomor PER/2/M.PAN/ 3/2009 tertanggal 10 Maret 2009. Dengan ditetapkannya JF-PTP diharapkan ada arah pengembangan karier yang jelas dan pasti bagi para lulusan program studi atau jurusan Teknologi Pendidikan/Pembelajaran dan program studi lainnya yang relevan dan mereka yang berkiprah di lembaga-lembaga pendidikan, pelatihan, atau lembaga pemerintah lainnya yang mengembangkan atau menerapkan teknologi pembelajaran. Demikian juga di sisi lainnya bagi perguruan tinggi, sekolah, lembaga pelatihan, dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang mengembangkan atau menerapkan teknologi pembelajaran mempunyai dasar juridis dalam pengajuan kebutuhan formasi pegawai. Mengingat ketetapan tentang JF-PTP ini masih baru dan masih dalam tahap sosialisasi, maka tulisan ini juga dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk menyosialisasikan keberadaan Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelaj