Herman Sujarwo
Fakultas Syari’ah Dan Hukum UNSIQ Jawa Tengah Di Wonosobo

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PEMBAHARUAN RESTITUSI KEPADA KORBAN TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN BERDASARKAN NILAI-NILAI HUKUM ISLAM Herman Sujarwo
Manarul Qur'an: Jurnal Ilmiah Studi Islam Vol 20 No 1 (2020): Juni
Publisher : LP3M Universitas Sains Al Qur'an

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/mq.v20i1.1614

Abstract

Perhatian negara dan masyarakat kepada korban tindak pidana dapat dilaksanakan dengan maksimal. Dalam sistem peradilan pidana yang berlaku di Indonesia, perhatian negara lebih banyak tertuju kepada pelaku tindak pidana sedangkan korban menjadi kurang diperhatikan. Dengan adanya adanya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta peraturan pelaksanannya, memunculkan harapan akan perlindungan kepada korban tindak pidana, apalagi dalam Undang-Undang tersebut memuat ketentuan tentang Restitusi yang menjadi hak korban yang diberikan oleh pelaku. Akan tetapi ada beberapa kekurangan yang terdapat dalam undang-undang tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pembaharuan untuk menyempurnakan Undang-Undang tersebut. Pembaharuan tersebut seyogianya mengacu pada nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Dalam tatanan hukum yang berlaku di Indonesia yang terdiri dari hukum barat, hukum adat dan hukum Islam, serta dengan melihat jumlah penduduk Indonesia yang sebagaian besar beragama Islam, maka sangatlah pantas apabila nilai-nilai ajaran hukum Islam bisa dijadikan bahan dalam pembaharuan hukum Indonesia sekarang ini.
Perlindungan Korban Pelanggaran HAM Dalam Instrument Internasional Herman Sujarwo
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 1 No 01 (2015): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v1i01.1100

Abstract

Penyelesaian secara hukum maupun politik terhadap pelanggaran HAM seringkali tidak berpihak kepada korban, namun justru dilakukan untuk melindungi para pelaku. Kritik selalu dilontarkan sehubungan dengan banyaknya instrumen HAM yang menfokuskan oada perlindungan pelaku tindak pidana, sedangkan perhatian terhadap korban yang seharusnya dialkukan atas dasar belas kasih dan hormat atas martabat korban seolah-olah dilupakan, atau paling tidak kurang diperhatikan. setiap korban pelanggaran HAM berhak untuk mendapatkan hak untuk tau, hak atas keadilan hak atas reparasi. Keseluruhan dari hak korban tersebut merupakan tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Dalam instrumen hukum HAM internasional sudah banyak instrumen yang mencantumkan hak-hak bagi korban pelanggaran HAM.
Penyelesaian Pelanggran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Dalam Istrumen Hukum Internasional Herman Sujarwo
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 3 No 02 (2017): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v3i02.1156

Abstract

Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki oleh semua manusia karena kemanusiaanya. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat merupakan kejahatan yang berat terhadap hak asasi manusia. Adanya unsr serangan yang meluas dan sistematis menjadikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat seringkali menimbulkan korban yang banyak. Mekanisme penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia yang berat dengan menggunakan instrumen hukum internasional yang dilakukan oleh PBB terbukti telah berhasil menghukum pelaku pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Perlindungan Korban Tindak Pidana Terorisme Berdasarkan Nilai-Nilai Hukum Islam Herman Sujarwo
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 4 No 02 (2018): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v4i02.1175

Abstract

Perlindungan korban tindak pidana terorisme dalam hukum positif Indonesia belum banyak melindungi korban. perhatian negara dan masyarakat lebih banyak tertuju kepada pelaku sedangkan korban kurang mendapat perhatian. Berbagai kekurangan dalam perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan pemenuhan hak-hak korban tindak pidana terorisme dapat menyerap dari nili-nilai perlindungan korban dalam hukum Islam.
Perlindungan Korban Tindak Pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia Herman Sujarwo
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 6 No 02 (2020): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v6i02.1544

Abstract

Korban ialah orang-orang yang menderita jasmani maupun rohani sebagai akibat tindakan orang lain yang memenuhi kepentingan sendiri atau orang lain dan bertentangan dengan kepentingan serta hak asasi yang menderita. Korban sebagai pihak yang menderitaa kibat suatu tindak pidana, perlu mendapat perlindungan hukum terhadap hak-haknya. Hukum positif Indonesia (KUHP dan KUHAP) pada awalnya hanya memberikan hak ganti rugi terhadap korban. Hak-hak korban kemudian berkembang menjadi lebih luas dalam Undang-Undang. Ada beberapa macam perlindungan dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia seperti kompensasi, restitusi, rehabilitasi dan juga pemberian bantuan. Tanggung jawab perlindungan bukan hanya pada Negara untuk melindungi korban tindak pidana namun juga ada peran dari pelaku dan juga mesyarakat. Keterlibatan berbagai pihak tersebut diharapkan akan membatu meringankan beban derita korban yang selama ini belum begitu diperhatikan. Sehingga kedudukan korban tindak pidana dalam peradilan pidana sebagai pihak pencari keadilan selama ini masih terabaikan. Pelaku kejahatan lebih mendapat perhatian seperti rehabilitasi, readaptasi sosial, pemasyarakatan. Hal ini merupakan suatu bentuk ketidakadilan bagi korban, karena sebagai pihak yang dirugikan hanya difungsikan sebagai sarana pembuktian, dan tidak jarang pula hak asasi korban terabaikan. padahal masalah keadilandan penghormatan Hak Asasi Manusia tidak hanya berlaku terhadap pelaku kejahatan saja, tetapi juga korban kejahatan. Hal ini dapat dilihat pada minimnya pengaturan.
Kedudukan Saksi Ahli dalam Persidangan Perkara Pidana Khafifah Nuzia Arini; Herman Sujarwo
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 7 No 2 (2021): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur`an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v7i2.2244

Abstract

Di dalam pedoman pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan, bahwa tujuan hukum acara pidana untuk mencari dan mendapatkan kebenaran, setidaknya mendekati kebenaran materil. Artikel ini menjelaskan mengenai peran, posisi dan kualifikasi saksi ahli dalam persidangan perkara pidana. Saksi ahli adalah orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang khusus sebagai dasar dalam memberikan keterangan yang dapat digunakan sebagai alat bukti di sidang peradilan pidana agar keterangan yang diberikannya. Diharapkan dapat membuat terang suatu tindak pidana sehingga hakim bisa memberikan keputusan dengan seadil-adilnya. Saksi ahli dianggap sebagai salah satu alat bukti dalam persidangan pidana sebagaimana yang diatur dalam KUHAP. Keterangan ahli merupakan suatu kemajuan dalam perkara di persidangan, dan pembuat Undang-Undang menyadari pentingnya kolaborasi perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, sehingga keterangan ahli sangat memegang peranan dalan peradilan. Kedudukan saksi ahli dalam pembuktian tindak pidana merupakan bagian dari sebagai alat bukti yang sah dan diakui di dalam Pasal 184 Ayat 1 KUHAP. Kekuatan pembuktian keterangan ahli menurut Hukum Pidana memiliki dasar hukum di dalam KUHAP bahwa keterangan ahli bersifat bebas dan tidak mengikat (dikesampingkan). Karena adanya keterbatasan hakim yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, maka hakim dalam persidangan bisa menggunakan keterangan ahli tersebut atau dikesampingkan, sehingga hakim dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya.
Kebijakan Pemaafan Hakim (Rechterlijk Pardon) Dalam KUHP Baru Yusuf Syakir; Herman Sujarwo
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 9 No 1 (2023): SYARIATI : Jurnal Studi Al Qur'an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v9i1.4655

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi akan adanya kebijakan formulasi kebijakan regulasi permaafan hakim di dalam RKUHP Indonesia, yang mana selama ini ketentuan mengenai permaafan hakim tersebut tidak ada dalam KUHP yang sekarang ini berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan formulasi regulasi permaafan hakim merupakan implementasi dari nilai-nilai Pancasila yaitu sila pertama dan kedua serta merupakan penyeimbang dari kakunya sistem pemidanaan di Indonesia yang kaku akibat konsekuensi adanya asas legalitas. Namun, dalam formulasi kebijakan regulasi permaafan hakim yang ada dalam RKUHP memiliki beberapa kelemahan antara lain: tidak memuat mengenai syarat permaafan hakim yang didahului dari upaya permaafan oleh korban tindak pidana terlebih dahulu dan kelemahan lainnya adalah mengenai tidak singkron atau belum harmonisnya ketentuan permaafan hakim yang ada dalam KUHP dan KUHAP, di mana dalam KUHAP belum mengatur jenis putusan yang semacam apa untuk dipergunakan dalam penerapan putusan permaafan hakim.