Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Lisensi Paten dan Implikasinya Terhadap Pelaksanaan Alih Teknologi Pada Perusahaan Patungan (Joint Venture) Hary Mulyadi
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 1 No 01 (2015): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v1i01.1102

Abstract

Penanaman modal asing dapat dilakukan secara langsung (direct invesment) maupun secara tidak langsung (indirect invesment). PMA secara langsung dapat ditempuh melalui penanaman modal 100% asing dan joint venture (usaha patungan). Berdasarkan pengertian modal bersama dalam perusahaan joint venture, alih teknologi di dalamnya seharusnya dapat berjalan secara otomatis dan tidak tanggap sebagai "cost" yang timbul dari pengelolaan perusahaan joint venture. Dalam praktek PMA joint venture ternyata alih teknologinya tidak berjalan secara otomatis. Pengalihan teknologi tersebut harus dibayar dengan mahal melalui kontrak teknologi, yaitu lisensi paten. Untuk memahami problematika implikasi lisensi paten terhadap pelaksanaan alih teknologi pada perusahaan joint venture, diajukan tiga permasalahan pokok dalam makalah yang bertjudi "Lisensi Paten dan Implikasinya Terhadap Pelaksanaan Alih Teknologi Pada Perusahaan Joint Venture". Permasalahan tersebut meliputi : pertama, urgensi pengaturan lisensi paten dalam rangka alih teknologi; kedua, implikasi lisensi paten terhadap pelaksanaan alih teknologi pada perusahaan joint venture serta faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kontrak lisensi paten dalan rangka alih teknologi. Permasalahan-permasalahan yang diajukan dalam makalah ini, dipecahkan melalui penelitian dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Adapun jenis penelitian ini adalah kualitatif-induktif-verifikatif. Penelitian lapangan dilakukan terhadap beberapa instansi terkait dengan pelaksanaan penanaman modal asing dan kontrak lisensi paten dalam rangka alih teknologi (BKPMD, Depkeh dan HAM, Depperindag) dan 3 (tiga) perusaan joint venture Indonesia yang menggunakan kontrak lisensi paten yaitu PT IK, PT IS dan PT IR. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis diperoleh beberapa kesimpulan. Pertama, Alih teknologi dalam penanaman modal asing merupakan kebutuhan yang sangat urgent. Kedua, pengaturan lisensi paten yang rinci dan spesifik mendesak untuk segera dilakukan agar tidak terjadi ambiguitas dan penyalahgunaan (mis-use) terhadap peraturan perundang-undangan yang telah ada. Ketiga secara yuridis normatif, lisensi paten dapat memiliki implikasi positif terhadap keberhasilan alih teknologi, namun secara yuridis sosiologis, implikasi tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam bekerjanya hukum dalam masyarakat, yaitu : lemabaga pembuat peraturan (DPR-Presiden, WTO, WIPO), lembaga penerap sanksi (BKPMD, Dep Keh dan HAM, dan Depperindag), pemegang (licensee dan licensor), serta dipengaruhi oleh kekuatan sosial personal. Melalui analisis terhadap bekerjanya hukum dalam masyarakat (Chambliss dan Seidman), ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan lisensi paten dalam rangka alih teknologi. Faktor-faktor tersebut adalah : kedudukan para pihak; budaya hukum para pihak; motivasi perilaku bisnis para pihak; budaya hukumnya serta peran pemerintah.
Eksistensi Budaya Hukum Pengusaha Batik Gumelem Kabupaten Banjarnegara dalam Peningkatan Ekonomi Melalui Pemberdayaan Hak atas Merek Hary Mulyadi
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 2 No 02 (2016): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v2i02.1133

Abstract

Merek merupakan tanda pengenal serta tanda pembeda yang menghubungkan pengusaha dengan konsumen. Pendaftaraan hak atas merek batik pengusaha batik Gumelem Kabupaten Banjarnegara pada Ditjen HaKI merupakan suatu kebutuhan demi keamanan, kepastian dan kenyamanan dalam berbisnis. Akan tetapi tingkat kesadaran pengusaha untuk mendaftarkan hak atas merek batiknya masih rendah, hal tersebut dipengaruhi oleh budaya hukum yang diresapinya. Hasil temuan menunjukkan bahwa bandangan dan pemahaman pengusaha batik Gumelem Kabupaten Banjarnegara tentang merek batik sudah cukup baik; budaya hukum yang diresapi pengusaha batik tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dikandung dalam UUM 2001, sehingga mereka mengabaikan registrasi merek; faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pendaftaran merk adalah subtansi UUM 2001 mengandung kelemahan internal yang mencakup struktur hukum, yaitu administrasi, birokrasi Ditjen HaKI yang tidak didukung oleh sarana dan prasarana memadai, dan budaya hukum yang diresapi oleh pengusaha batik; dan upaya eksistensi pemberdayaan budaya hukum pengusaha batik melalui pendaftaran hak atas merek untuk meningkatkan ekonomi pengusaha dimaksukan untuk meningkatkan daya (power) mereka baik dari segi modal, teknologi serta manajemen untuk tetap survive di era persaingan pasar. Pemberdayaan disini terkait dengan upaya penyadaran, partisipasi dan emansipasi aktif pengusaha batik agar posisi tawar mereka sebagai salah satu pelaku ekonomi untuk mewujudkan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial menjadi berdaya dan berkembang. Oleh karena itu dukungan pemerintah terhadap keberadaan mereka mutlak diperlukan. Untuk merealisasikan pemberdayaan tersebut, langkah awal yang ditempuh adalah dengan sosialisasi hukum untuk menumbuhkembangkan serta membangun kesadaran hukum yang berdimensi kognitif, efektif dan kompetitif.