Sumarjoko Sumarjoko
Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama Temanggung

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : SYARIATI%20:%20Jurnal%20Studi%20Al-Qur'an%20dan%20Hukum

Tinjauan Akad Nikah Melalui Media Live Streaming dalam Perspektif Fiqih Sumarjoko Sumarjoko; Eka Mahargiani; Amin Nasrulloh
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 4 No 01 (2018): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v4i01.1164

Abstract

Pernikahan merupakan hal yang sangat sakral. Diawali dengan akad “ijâb” dan“qabûl” yang konsekuensinya adalah terbentuknya perjanjian yang mengikat antara seorang laki-laki dan wanita. Perjanjian tersebut dipresentasikan sebagai “mitsaqan ghalidlan.” Akad ijâb dan qabûl merupakan bagian rukun dalam perkawinan.Teknis pelaksanaannya dilakukan secara serentak dan menyambung “muttaṣil”antara ijâb dan qabûl. Dalam kajian fikih, muttaṣil-nya ijâb dan qabûl terkait pada dua keterangan yaitu “maf’ûl fîh” atau ẓaraf zamân (waktu) dan ẓaraf makân(tempat). Kesatuan waktu dan tempat ini diungkapkan dengan bahasa “satu majelis”. Dalam pemikian fiqh klasik akad “ijâb” dan “qabûl” yang “muttaṣil” ini sudah terjadi ragam interpretasi. Mazhab Syafi'iyah, berpendapat, salah satu syarat penting dalam suatu akad pernikahan itu adanya kesegeraan terkait “ijâb” dan“qabûl”. Untuk itu, kesatuan antara tempat (al-makan) dan kurun waktu (azzamân) dimanifestasikan dalam ungkapan “ittiḣâd al-majlis” “satu majelis”.Berbeda dengan Mazhab Hanafiyah yang tidak mensyaratkan kesegeraan. Mazhab Hanafiyah menginterpretasikan tentang Ittiḣâd al-majlis itu bersatu majelis pada akad pernikahan terkait kesinambungan waktu (az-zamân) diantara ijâb dan qabûl bukan menyangkut kesatuan tempat. Dalam perkembangan sistem informasi danteknologi, yang saat ini diatas garis era revolusi industri 4.0 tidak menutup kemungkinan akad ijâb dan qabûl suatu pernikahan dengan menggunakan sarana teknologi berbasis internet. Baik melalui video streaming, video teleconference atau pun lainnya. Bahkan dengan dukungan jaringan 4G atau 5G akan terasa seperti bertatap muka secara langsung. Peralihan perbuatan (hukum) mempengaruhi interpretasi “satu majelis” dan menimbulkan makna baru. Tulisan ini akan mengupas lebih lanjut dari segi takhrij al-ahkam-nya.
Pandangan Islam Terhadap Seni Musik (Pergolakan Pemikiran Hukum Islam dan Tasawuf) Sumarjoko Sumarjoko; Hidayatun Ulfa
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 4 No 02 (2018): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v4i02.1177

Abstract

Kesenian dalam filsafat hukum Islam (uṣûl fiqh) menduduki tingkat tersier(tahsîniyah). Secara khusus kesenian juga menjadi bagian objek keindahan dalam filsafat estetika. Keberadaan kesenian meskipun hanya tingkat penyempurna dikalangan fuqaha (ahli fiqh) tetapi bagi kaum sufi (ahli tasawuf) sangat berkaitan dengan nilai Ilahiah. Kesenian juga memiliki peran besar terhadap kemajuan budaya dan peradaban umat Islam. Al-Qur’an sebagai kalam Ilahi juga memiliki dimensi keindahan dan sumber inpirasi kesenian yang sangat representatif. Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang mengungkapkan hal-hal keindahan. Meskipun demikian, ulama muslim berbeda pendapat tentang kesenian secara umum. Ulama yang paling terbuka (inklusif) terhadap kesenian mayoritas dari kalangan para filsuf dan sufi. Golongan ulama ini lebih memandang seni dari estetika yang terkandung dalam subtansi. Estetika merupakan bagian penting dari filsafat dan tasawuf. Sedangkan golongan ulama yang eksklusif dan sangat membatasi seni adalah kalangan ahlifiqh/hukum Islam (fuqaha). Ketegangan kedua golongan ulama ini disebabkan adanya prioritas antara legal formal dan subtansi. Fuqaha lebih mengutamakan legal formal berdasarkan nash atau teks al-Qur’an dan as-Sunnah, sedangkan Ulama sufi lebih memilih subtansi ajaran Islam secara umum.
Covid-19 dalam Perspektif Teologis, Fiqh dan Sains Eka Mahargiani; Ahmad Nur Afnan; Sumarjoko Sumarjoko
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 7 No 1 (2021): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur`an dah Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v7i1.1847

Abstract

Konsep negara dalam menciptakan kesejahteraan rakyatnya sangat variatif (tidak tunggal). Bahwa tindakan pemimpin (pemegang otoritas) terhadap rakyat harus sesuai kemaslahatan umat. Secara otoritatif pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi rakyat. Didukung dengan logika agama “tasharraf al-Imami ‘ala ar-ra’iyati manuuthun bi al-mashlahati”. Begitu juga ketika terjadi wabah pandemi covid-19. Melalui kebijakan pemerintah terhadap pemberlakuan social distancing, phsycal distancing, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dimungkinkan memberikan dampak buruk pada aktifitas sosial, ekonomi, politik dan budaya lokal serta Nasional. Meskipun demikian demi penyelamatan kemanusiaan (bangsa) dari kepunahan, pemerintah mengeluarkan kebijkan-kebijakan tersebut. Pada sisi lain, masyarakat juga dihadapkan berbagai persoalan kehidupan yang bertumpu pada wilayah agama. Ragam interpretasi yang muncul terkait dengan doktrin pertahanan diri (survival) dari pandemi yang berbeda-beda. Pertama, interpretasi teologis akan mengantarkan pada ketidaktakutan pada pandemi sehinga masih melakukan aktifitas keagamaan sebagaimana sebelumnya. Namun pandangan ini akan kontra produktif dengan protokol pemerintah dan kurikulum medis yang menganjurkan, social distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kedua, intepretasi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Logika fiqh ini lebih menekankan pentingnya mempertahankan diri untuk mencapai kesejahteraan jasmani (kesehatan)dalam melindungi jiwa tanpa menghilangkan nilai-nilai keimanan (esoterik) manusia kepada Khaliq. Interpretasi keagamaan yang rasional progesif inilah yang akan tepat menjadi solusi bangsa Indonesia dalam memutus mata rantai pandemi covid -19.