Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kewenangan Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Nila Amania
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 2 No 02 (2016): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v2i02.1136

Abstract

Salah satu unsur yang harus dibuktikan dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi adalah unsur kerugian negara sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 dan 3 Undang-undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pembuktian mengenai besarnya kerugian negara yang diakibatkan oleh adanya tindak pidana korupsi sangat penting dalam hubungannya dengan penjatuhan pidana tambahan yaitu pembayaran uang pengganti. Menentukan keberadaan dan besarnya kerugian negara selalu menjadi perdebatan antara berbagai pihak, misalnya antara terdakwa dan pembelanya dengan jaksa penuntut umum. Setiap pihak mempunyai pendapat sendiri sendiri mengenai siapa yang berwenang dalam menentukan adanya kerugian negara beserta jumlahnya.
Analisis Yuridis Putusan Mk Nomor 22/PUU-XV/2017 dan Relevansinya Dengan Perlindungan Anak Nila Amania
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 5 No 01 (2019): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v5i01.1188

Abstract

Perkawinan merupakan salah satu bentuk dari perbuatan hukum. Manusia sebagai subjek hukum untuk dapat dikatakan cakap hukum salah satu syaratnya adalah dewasa. Secara yuridis normatif menurut Putusan Nomor 22/PUU-XV/2017 tentang Minimal Usia Perkawinan Perempuan, menurut penilaian Mahkamah Konstitusi: Pertama, ketidaksetaraan antar warga negara terkait adanya penentuan batas usia perkawinan yang tidak sama antara laki-laki dan perempuan. Kedua, apabila terdapat produk-produk hukum yang mengandung perlakuan berbeda atas dasar ras, agama, suku, warna kulit, dan jenis kelamin, maka sudah seharusnya pula untuk disesuaikan dengan kehendak UUD 1945 anti diskriminasi. Relevansi Putusan MK tersebu pertama, perlindungan anak bersifat yuridis menyangkut semua aturan hukum yang berdampak langsung bagi kehidupan seorang anak. Kedua, batas usia minimal perkawinan bagi perempuan dalam UU No 1 Tahun1974 disebutkan 16 tahun sama halnya dengan melegalkan perkawinan anak telah melanggar beberapa hak anak, antara lain: Hak Bebas Dari Diskriminasi, Hak Kesehatan, Hak Pendidikan, Hak Untuk Dihindarkan Dari Eksploitasi Anak. Ketiga, Putusan MK mengabulkan perubahan batas usia perkawinan khususnya untuk perempuan sejalan dengan nilai, prinsip dan asas perlindungan anak.
Problematika Undang-Undang Cipta Kerja Sektor Lingkungan Hidup Nila Amania
Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum Vol 6 No 02 (2020): SYARIATI : Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/syariati.v6i02.1545

Abstract

Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU CK) yang disusun menggunakan pendekatan Omnibus Law mencoba menghimpun dan mengintegrasikan 79 Undang-Undang yang mayoritas berbeda prinsip satu dengan yang lainnya. Pendekatan Omnibus Law dipilih dengan harapan mampu mereformasi perizinan agar lebih sederhana, mudah diperoleh oleh pelaku usaha dan memberikan dampak bagi penyerapan tenaga kerja serta pertumbuhan ekonomi. Salah satu Undang-Undang yang terdampak adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009). Ketika disetujui pada Rapat Paripurna DPR RI 5 Oktober lalu, Undang-Undang Cipta Kerja banyak menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satu penyebab, adanya anggapan bahwa Undang-Undang tersebut hanya mempermudah proses investasi dan usaha, namun mengabaikan perlindungan lingkungan hidup. Padahal permasalahan lingkungan masih menjadi permaslahan yang belum bisa terselesaikan sampai dengan saat ini. Hal ini bisa berpeluang menimbulkan permasalahan hukum dengan mengkaji secara mendalam Undang-Undang Cipta Kerja memiliki banyak kesalahan dalam prosedur maupun substansi. Apalagi terdapat perubahan dan penghapusan Pasal 24, 38, 39 ayat (2), 40, 76, 88 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Oleh sebab iti peneliti merespon permasalahan tersebut berusaha menganalisis Pasal Pasal yang dianggap bermasalah antara Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif.