Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Temperature Controlled Bioreactor : Teknologi Pengolahan Biokompos dari Kotoran Kambing Etawa di Kelompok Masyarakat (POKMAS) KALIANDRA, Desa Poncokusumo, Kabupaten Malang Suroto suroto; Arifuddin arifuddin; Hernadi Septoaji Putranto; Vagga Satria; Roshida Wulandari; Gunomo Djojowasito; Yusron Sugiarto
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol 2, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (357.365 KB)

Abstract

Desa Poncokusumo merupakan sentra agrobisnis di wilayah Malang setelah daerah Batu. Komoditas unggulan desa ini adalah buah apel dan beberapa produk holtikultura lainnya seperti tomat dan kubis. Letak geografis desa berada di dataran tinggi sekitar lereng kawasan Bromo Tengger Semeru (BMTS) dengan kondisi iklim yang sejuk yang sesuai untuk pengembangan sektor peternakan kambing etawa. Saat ini tidak kurang dari 50 peternak yang mulai merintis usaha peternakan kambing di kawasan Desa Poncokusumo dan tergabung dalam Kelompok Masyarakat (POKMAS) Kaliandra. Tujuan dari alat ini  yaitu, untuk mengatasi masalah kotoran kambing etawa di Kelompok Masyarakat Kaliandra, desa Poncokusuma. Selain itu juga untuk mengetahui pembuatan pupuk kompos dengan Temperature Controlled Bioreactor yang efektif dan efisien. Dan yang terakhir adalah sosialisasi dan pengembangan teknologi Temperature Controlled Bioreactor di Kelompok Masyarakat Kaliandra. Pembuatan kompos dimulai dari pengecilan ukuran bahan sehingga dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos. Kemudian tahap penyusunan tumpukan, bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecilan ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan, desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 1,2m x 1,75m. Namun dalam kondisi di lapang ukuran dimensi Bioreaktor menyesuaikan ukuran kebutuhan skala produksi sehingga kapasitas produksi lebih banyak. Setelah itu tahap pembalikan, pembalikan dilakukan untuk membuang panas yang berlebihan. Setelah itu tahap penyiraman, secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan. Lalu tahap pematangan, setelah pengomposan berjalan 12-14 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
Pengukuran Efektivitas Mesin Rotary Vacuum Filter Dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (Studi Kasus: PT. PG. Candi Baru Sidoarjo) Maulita Farah Zevilla; Wahyunanto Agung Nugroho; Gunomo Djojowasito
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol 3, No 3 (2015)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (486.077 KB)

Abstract

Mesin Rotary Vacuum Filter merupakan salah satu mesin yang digunakan dalam proses produksi gula di PT. PG. Candi Baru Sidoarjo. Kerusakan pada mesin ini akan menurunkan tingkat efektivitasnya. Sehingga perlu dilakukan pengukuran. Metode yang digunakan adalah Overall Equipment Effectiveness. Dengan metode ini maka akan dapat diketahui tingkat ketersediaan (Availability Rate), performa (Performance Rate), dan kualitas hasil (Rate of Quality) sehingga dapat dilakukan identifikasi enam kerugian besar (six big losses) pada mesin/peralatan. Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa rata-rata nilai OEE mesin Rotary Vacuum Filter sebesar 97,14% dengan rata-rata nilai availability 99,75%, performance rate 97,72% dan rate of quality sebesar 99,65%. Angka ini menunjukan bahwa mesin RVF telah memenuhi standar OEE World Class. Losses yang berpengaruh paling besar tehadap nilai efektivitas mesin ini adalah reduced speed losses sebesar  94,2371 jam.
Rancang Bangun Sistem Penyerap Karbon dioksida (CO2) Pada Aliran Biogas Dengan Menggunakan Larutan Ca(OH)2 Aris Prasetya Masyhuri; Ary Musthofa Ahmad; Gunomo Djojowasito
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (236.744 KB)

Abstract

Biogas adalah gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian material organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia, tumbuhan oleh bakteri pengurai metanogen pada sebuah biodigester. Jadi, Untuk menghasilkan biogas, dibutuhkan pembangkit biogas yang disebut biodigester. Proses penguraian material organik terjadi secara anaerob (tanpa oksigen). Biogas terbentuk pada hari ke 4 – 5 sesudah biodigester terisi penuh, dan mencapai puncak pada hari ke 20 – 25. Biogas yang dihasilkan oleh biodigester sebagian besar terdiri dari 50 – 70% metana (CH4), 30 % – 40% karbondioksida (CO2), dan gas lainnya dalam jumlah kecil. Kandungan CO2 pada biogas sulit dipisahkan dengan unsur metan (CH4), oleh karena itu perlu dibuat sistem pemisah  CO2 dari sistem aliran biogas yang kontinyu agar pemanfaatan biogas lebih berkualitas.  Minimal dapat menurunkan kadar CO2 dalam biogas. Keberadaan CO2 yang cukup besar tadi sangat mengganggu dalam proses pembakaran , karena CO2 sangat sulit untuk ikut terbakar bersama metana (CH4), oleh karena itu keberadaan CO2 perlu dikurangi. Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Larutan Ca(OH)2 disebut air kapur dan merupakan basa dengan kekuatan sedang. Larutan tersebut bereaksi hebat dengan berbagai asam, dan bereaksi dengan banyak logam dengan adanya air. Larutan tersebut menjadi keruh bila dilewatkan karbon dioksida, karena mengendapnya kalsium karbonat. Alat penyerap CO2 yang digunakan terdiri dari 3 bagian utama : 1. Saluran pemasukan yang terdapat nozel untuk membuat gelembung-gelembung, 2. Toples plastik sebagai tempat larutan Ca(OH)2, 3. Saluran pengeluaran. Penurunan  prosentase kandungan CO2 terbesar terjadi pada nozel berpori daripada nozel besar yaitu sebesar 8,904 % dari sample awal ke menit 30 (tahap I), dari menit 30 ke menit 60 sebesar 2,595 % (tahap II) dan dari menit 60 ke menit 90 sebesar 3,338 % (tahap III), sedangkan untuk nozel besar yaitu 8,883 % dari sample awal ke menit 30 (tahap I), dari menit 30 ke menit 60 sebesar 1,693 %  (tahap II) dan dari menit 60 ke menit 90 kandungan CO2 bertambah sebesar 0,261 % (tahap III), hal ini terjadi dikarenakan gelembung-gelembung gas yang dihasilkan oleh nozel berpori lebih banyak daripada nozel besar sehingga reaksi gas CO2 dengan larutan Ca(OH)2 pada nozel berpori lebih cepat dan lebih besar daripada reaksi pada nozel besar dan penambahan kadar CO2 pada nozel besar dari menit 60 ke menit 90 dapat diakibatkan karena larutan Ca(OH)2 mulai jenuh, sehingga kemampuan untuk bereaksi terhadap CO2 berkurang. Peningkatan prosentase kandungan gas metana terbesar terjadi pada nozel berpori yaitu dari 44,814 % menjadi 69,871 % hal ini dikarenakan gelembung-gelembung gas yang dihasilkan oleh nozel berpori lebih kecil ukurannya daripada nozel besar, sehingga gas CO2 yang terikat lebih banyak dan  metana yang lolos lebih besar daripada nozel besar. Kata kunci : Biogas, CO2, dan Ca(OH)2.