This Author published in this journals
All Journal Kronologi
Yola Isvanli
Mahasiswa

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Ajis Rajo Bungsu: dari Pelatih Silat Hingga Menjadi Guru Besar Perguruan Silat Seni Tradisi Singo Barantai di Kota Padang (1952-2002) Yola Isvanli; Hendra Naldi
Jurnal Kronologi Vol 3 No 1 (2021): Jurnal Kronologi
Publisher : Jurusan Sejarah FIS UNP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.648 KB) | DOI: 10.24036/jk.v3i1.132

Abstract

Ajis Rajo Bungsu ialah seorang pelatih silat dan diangkat menjadi guru besar perguruan silat seni tradisi Singo Barantai di kota Padang terjadi pada tahun 1952-2002. Dalam artikel ini dibahas sebagai biografi tematis. Kajian ini menganalisis peranan Ajis Rajo Bungsu sebagai seorang pelatih yang handal di perguruan silat tradisi dan di angkat menjadi guru besar silat tradisi di kota Padang. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dari proses heuristik, atau pengumpulan sumber kemudian dilanjutkan proses kritik sumber dan intepretasi data. tahap terakhir adalah penulisan sejarah sehingga biografi ini dapat diselesaikan. Hasil penelitian menunjukkan ia memulai karirnya memperdalam ilmu silat tradisi dengan Angku Kasurin di Saniangbaka kota Solok dalam rentang 2 tahun. Setelah itu beliau kembali ke Lubuk Lintah, beliau menjadi asisten pelatih di Perguruan Surau Talao dibawah pelatih kepala yang dipimpin oleh pamannya. Tahun 1952 Ajis resmi membuka Perguruan Singo Barantai dan mengajarkan gerakan ciri khas yang beliau padukan dengan beberapa aliran silat Minangkabau. Fokus utama di perguruan ini etika dalam pembentukan karakter anak murid beliau. Pada tahun 1967 Ajis membuka perguruan Batu Badoro di Kalumbuk, rumah istri beliau.Teknik gerakan ciri khas beliau dibagi menjadi empat gerakan yaitu Juluk, Sisik tangan dan kaki serta Lantak Bawah. Pada tahun yang sama Ajis diangkat menjadi guru besar perguruan silat Singo Barantai dan di tunjuk sebagai Tuo Tapian. Proses pengangkatan ini dinamakan tradisi Urak Balabek.