Asas Cabotage di Indonesia ditandai dengan terbitnya Intstruksi Presiden (Inpres) No.5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Maritim Nasional pada Maret 2005, kemudian dilanjutkan dengan keluarnya KM No.71 tahun 2005 dan UU No.17 tahun 2008 tentang pelayaran. Sejak saat itu investasi di sektor pelayaran terus menggeliat .Sejak Mei 2011, kegiatan pengangkutan jasa pelayanan kapal di dalam negeri sudah harus sepenuhnya menggunakan kapal berbendera merah putih sehingga tidak ada ongkos jasa angkut dari domestik yang mengalir ke luar negeri. Sudah seharusnya pemerintah beserta semua stakeholder mengusung semangat optimisme yang sama untuk mencapai target tersebut, walau disadari masih adanya resistensi dari sementara beberapa pihak. Belajar dari sembilan tahun penerapan asas cabotage meskipun belum terlambat, tetapi keberhasilan program ini telah dan akan membuka mata semua stake holders untuk memanfaatkan secara maksimal potensi pendapatan serta devisa untuk Negara. Sudah seharusnya setelah asas cabotage berhasil dilaksanakan, pemerintah mendukung pelayaran nasional untuk untuk merebut pangsa pasar ke luar negeri (Beyond Cabotage) supaya arus devisa Negara yang keluar dari ongkos angkut (freight) dapat di nikmati oleh Bangsa dan Negara. Implementasi Asas Cabotage memberikan dampak kepada Negara/ Pemerintah, perusahaan pelayaran dan Indonesian National Ship Owner Association. Asas Cabotage merupakan kebutuhan perusahaan nasional, pembentukan tim pengawas untuk meng-identifikasi kapal, memfasilitasi proses penyediaan kapal serta mendapatkan pinjaman dari perbankan dan lembaga keuangan. Keempat faktor tersebut me-miliki pengaruh dan kontribusi positif dalam pelaksanaan Asas Cabotage.