Resti Nurfaidah
S2 Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya – Universitas Indonesia

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

DOMINASI MASKULINITAS DALAM CERPEN INDONESIA (Masculinity Domination in Indonesian Short Stories) Nurfaidah, Resti
METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra Vol 9, No 2 (2016)
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26610/metasastra.2016.v9i2.239-252

Abstract

Dominasi maskulin selalu ditenggarai sebagai penyebab ketidakadilan gender. Peradaban manusia, dalan berbagai bidang kehidupan,  termasuk dogma agama dan budaya, seolah menempatkan laki-laki pada posisi yang lebih unggul. Ranah publik seakan berbau patriarkis. Lingkungan sosial pun membakukan pemahaman dan pendidikan gender yang  mengusung diskriminasi. Artikel ini memaparkan konsep maskulinitas yang tidak pernah hilang dari kehidupan manusia, terutama  di dalam sastra, seperti terlihat dalam beberapa korpus penelitian  berupa cerpen. Paparan tentang maskulinitas dilandasi beberapa konsep maskulinitas berikut, antara lain, Beynon, Reeser dan Connel dengan metode penelitian analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menujunjukkan bahwa  maskulinitas dalam karya sastra yang diproduksi pada berbagai era, cenderung mendominasi cerita. Tokoh perempuan kebanyakan  hanya diposisikan sebagai objek atau pengisi lapisan kedua dalam kehidupan sosial. Jika melakukan tindakan semisal perlawanan,  ia harus menanggung akibat yang cukup merugikan.Abstract: Masculine domination is always suspected as the cause of gender inequality. Human civilization, in many facets of life, including cultural and religious dogma, has placed man as if in a superior position.  Public sphere looks as though it smells patriarchal. The social environment also standardizes gender understanding and education leading to discrimination. This article describes the concept of masculinity that never goes out of human life, especially in literature, as seen in some research corpus in the form of short stories. The masculinity of the study explains some concepts taken from, among others, Beynon’s, Reeser ’s, and Connel’s. The study uses the qualitative descriptive method. The result of the research reveals that masculinity in literary works made in various eras tends to dominate the story. Female characters are mostly placed as objects or second class in the social life. If she performs actions like resistance, she will suffer much harm.
REFLEKSI ANAK INDIGO DALAM PEREMPUAN MENCARI TUHAN Nurfaidah, Resti
METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra Vol 1, No 1 (2008)
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26610/metasastra.2008.v1i1.80-90

Abstract

Anak indigo merupakan fenomena abad new age, abad millennium. Anak-anak tersebut kerapkali menunjukkan karakter yang cenderung aneh. Terkadang kehadiran mereka kerapkali menjadi bumerang bagi lingkungan sekitarnya, bahkan, mereka sering dicap sebagai anak berperilaku menyimpang. Terlebih lagi bagi orang tua yang tidak sabar cenderung membawa anak indigo ke pusat rehabilitasi mental. Salah satu sebab yang membedakan anak indigo dengan anak lainnya mereka senantiasa menunjukkan perilaku aneh. Padahal tanpa mereka sadari kebanyakan anak indigo memiliki intelegensi di atas rata-rata atau bahkan kemampuan yang belum tentu dimiliki anak sebayanya. Sementara itu, salah seorang psikoterapis senior di Indonesia mengatakan bahwa anak indigo merupakan anak abnormal karena terjadinya kerusakan pada sistem otak. Sehubungan dengan hal itu anak indigo harus mendapatkan penanganan yang tepat sejak awal dan mereka harus dianggap sebagai anak biasa. Berbeda dengan kondisi di negeri ini, Amerika menjadikan anak indigo sebagai asset yang sangat berharga. Di sana anak indigo dilibatkan dalam penanganan kasus kriminal. Semakin maraknya anak indigo tersebut, banyak penulis yang mengangkat hal itu ke dalam karya mereka. Salah satu di antaranya dapat kita temukan dalam novel Perempuan Mencari Tuhan yang ditulis oleh Yudhistira. Novel tersebut bercerita tentang konflik antara anak indigo dan lingkungan sekitarnya. Lingkungan tersebut menunjukkan sikap tidak berterima kepada anak indigo. Tokoh Garnet menjadi korban ketidakberterimaan atas kelebihan yang dimilikinya. Hal itu menimbulkan kekecewaan dalam diri Garnet dan ia tidak bisa menerima kondisi itu. Hal itu tanpa sengaja membawanya menuju pintu gerbang pencarian jalan menuju Tuhan. Sayang sekali Tuhan Mahakuasa yang ingin ia temui didapatinya di penghujung ajalnya. Novel tersebut sarat dengan penyampaian konflik antara lingkungan dan anak istimewa itu.
Membaca Perempuan dalam Celoteh Perempuan Nurfaidah, Resti
METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra Vol 11, No 2 (2018)
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26610/metasastra.2018.v11i2.157-168

Abstract

Artikel berjudul “Membaca Perempuan dalam Celoteh Perempuan” merupakan penelitian terhadap kumpulan cerpen berjudul Celoteh Perempuan yang berkisah tentang perempuan dari sudut female gaze. Mayoritas kisahnya berkaitan dengan pembentukan eksistensi jati diri, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Masalah dalam artikel ini dibatasi pada kondisi penunjukan jati diri para perempuan dalam cerita, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kondisi tokoh perempuan dalam cerita pada saat mereka ingin menunjukkan jati diri, baik di ranah domestik maupun di ranah sosial, terutama ketika mereka mendapatkan pertentangan dari diri sendiri ataupun lingkungan sosial setempat—baik dari sesamanya maupun dari lawan jenis. Metode yang digunakan dalam penyusunan artikel ini adalah kualitatif dengan dasar analisis deskriptif komparatif. Konsep teoretis yang digunakan adalah feminisme eksistensialisme dari Simone de Beauvoir. Hasil analisis yang diperoleh adalah (a) empat tokoh perempuan dalam Celoteh Perempuan adalah perempuan yang mampu memupuk jati diri dan menunjukkan eksistensi pada diri sendiri maupun ranah sosial; dan (b) keputusan yang diambil oleh tokoh perempuan belum dapat berterima dengan pandangan ranah sosial.
REPRESENTASI NAGA PADA TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL GELANG GIOK NAGA (The Representation of Dragon of Women Character in Gelang Giok Naga) Nurfaidah, Resti
METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra Vol 6, No 1 (2013)
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26610/metasastra.2013.v6i1.45-57

Abstract

Naga merupakan hewan yang paling istimewa di antara kedua belas simbol hewan dalam penanggalan Cina. Jika binatang lain masih dapat dilihat dalam kehidupan nyata, naga merupakan hewan yang imajiner. Namun, naga dianggap sebagai sumber peruntungan yang luar biasa. Tahun naga dianggap sebagai tahun keberuntungan. Hanya saja, keberuntungan tersebut tidak lantas mengundang risiko kehancuran yang tidak kalah dahsyatnya. Novel Gelang Giok Naga  mengungkapkan representasi keagungan naga pada serangkaian tokoh perempuan. Perempuan-perempuan yang digambarkan dalam novel tersebut adalah perempuan yang pada awalnya mampu meraih keberuntungan dengan caranya sendiri, tetapi dalam kurun waktu tertentu mendapati kehancuran. Makalah berikut, dengan penggunaan teori representasi dari Stuart Hall, memaparkan representasi naga pada beberapa tokoh perempuan dalam novel Gelang Giok Naga. Tokoh perempuan itu dianggap merepresentasikan karakter naga dengan segala konsekuensinya.Abstract:Dragon is the most special animal among  twelve symbolical animals in the Chinese calendar. If other animals are found in the reality, the dragon is only  found in an imaginary world. However, it is considered as a source of the incredible fortune. The year of the dragon is considered a lucky year. Nevertheless, the luck  does not mean to give an incredible risk. Gelang Giok Naga novel reveals the representation of the dragon greatness on its female characters. The women in the novel are those  who initially got their great fortune in their own way, yet in the end they got  a certain period of  falling. The paper, applying the theory of the Stu ar t Ha ll ’s  repres en ta ti on , presents the dragon  representation on those female characters in in the novel. The women character is considered representing the dragon character with its consequences.
MEMBACA PEREMPUAN DARI PERSPEKTIF AKADEMIS Nurfaidah, Resti
METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra Vol 7, No 2 (2014)
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26610/metasastra.2014.v7i2.%p

Abstract

GUMPALAN KRITIS ATAS TELAAH SASTRA: SEBUAH RESENSI Nurfaidah, Resti
METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra Vol 3, No 1 (2010)
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26610/metasastra.2010.v3i1.82-92

Abstract

KRITIK ADJIDARMA DALAM EMPAT CERPEN: TENTANG GENDER DAN KELIYANAN Nurfaidah, Resti
SUAR BETANG Vol 12, No 2 (2017): Suar Betang, Vol. 12, Nomor 2, Desember 2017
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v12i2.24

Abstract

Seno Gumira Ajidarma is well-known as a multitalented popular figure in Indonesia. He is an artist, a humanist, a writer, an academician, and others. His works are always in excellent quality. They need an incredible depth level of intrinsic aspect exploration. Previous studies have shown that criticism against government of the New Ordermassively appears on Ajidarma’s writting. However, the criticism is well-hidden behind his expertise in word processing and stories composing or other excellent quality works. This research is aimed into Ajidarma's social critique in the following four short stories: “Pelajaran Mengarang”, “Sepotong Senja untuk Pacarku”, “Telinga”, dan “Maria” which are focused on the concept of gender and Other's conflict. Based on the concepts of the Holmes gender and the Other of Callavaro, as well as several supporting references, it comes into the following outcomes: gender conflicts are connected to inferiority and superiority; the non-acceptancy of certain criteria and many causes make the inferior is victimizedwith the arbitrariness of the ruler in such forms: doctrine, alienation, discrimination, detention, torture, even murder; inferiority is resembling the present situation and conditions in this country
MEMBACA BANTEN DALAM MOTIF CERITA RAKYAT Nurfaidah, Resti
BEBASAN Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan Vol 6, No 1 (2019): BÉBASAN Edisi Juni 2019
Publisher : Kantor Bahasa Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (528.902 KB) | DOI: 10.26499/bebasan.v6i1.111

Abstract

Banten was well-known as a regionof  historical and literary treasures. These two anthologies of folklore: "Golden Chicken Legend and Other Stories" and "Legend of Keong Gondang" shown those two things. This paper was written to  prove the harmonious life of  Banten people who were able to combine the concepts of their ancestors and the Islamic religion. This research useda qualitative  method through descriptive analysis. The theoretical concept used in this research was Pan Kosicki’sframing, and  representation of Stuart Hall. The results shew that Banten strived to become a harmonious region by combining between previous ancestral with Islamic religious concepts. Banten residents did not only leave legendary figures who were considered to have extraordinary services in the development of the history of the region. In addition, Banten residents also did not deny the presence of animals and objects that were considered to have an important role in their lives.
ADINDA DALAM KETERBACAAN SIMBOL Nurfaidah, Resti
BEBASAN Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan Vol 3, No 2 (2016): BÉBASAN Edisi Desember 2016
Publisher : Kantor Bahasa Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1865.436 KB) | DOI: 10.26499/bebasan.v3i2.49

Abstract

Adinda merupakan tokoh utama sekaligus judul sebuah monolog. Adinda berbicara dengan simbol dan senandung. Simbol dan senandung tersebut menyuarakan kepedihan hatinya ketika posisi sebagai seorang PSK tersudut dalam pandangan negatif masyarakat. Adinda merindukan kasih sayang dan mengharapkan perubahan dalam hidupnya. Namun, situasi dan lingkungan sosial tidak mau berterima terhadap profesi yang ia jalani. Dampak sosial yang keji tidak mampu dihindari oleh Adinda hingga akhir hidupnya. Makalah ini membahas ketersudutan Adinda dari berbagai simbol yang ada di sekitarnya. Pembahasan simbol tersebut dilandasi dengan teori semiologi Roland Barthez dengan konsep signifier-signified. Berdasarkan analisis yang dilakukan, simbol yang terdapat di dalam monolog tersebut sangat signifikan dalam menyuarakan kesulitan Adinda sebagai bagian dari kelompok marginal.
PEREMPUAN DALAM MASKULINITAS MENTAWAI: TELAAH CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL BURUNG KAYU KARYA NIDUPARAS ERLANG (Women Behind Mentawai Masculinities: Their Reflections on "Burung Kayu" by Niduparas Erlang Nurfaidah, Resti
Jurnal Lingko : Jurnal Kebahasaan dan Kesastraan Vol 3, No 1 (2021): Vol 3, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Kantor Bahasa NTT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/jl.v3i1.84

Abstract

Makalah ini mengeksplorasi tentang kehidupan suku Mentawai berdasarkan hal-hal yang terungkap di dalam novel Burung Kayu karya Niduparas Erlang. Novel ini merupakan novel ekplorasis yang menuangkan fakta di lapangan. Kehidupan perempuan suku Mentawai cukup menarik perhatian karena dianggap tidak pernah mengalami perubahan, meskipun sebagian kehidupan suku Mentawai telah ditransformasi ke dalam konsep kehidupan barasi. Penelitian ini dibatasi pada dua hal berikut, yaitu 1) bagaimana keterlibataan perempuan dalam sebuah konflik kultural? dan  2) bagaimana bentuk upaya pemertahan diri perempuan dalam suku Mentawai untuk mengatasi konflik kultural tersebut? Melalui konsep analisis framing Pan Kosicki, kehidupan perempuan suku Mentawai dieksplorasi. Hasil amatan sementara, kehidupan perempuan suku Mentawai ibarat dalam dua sisi mata uang. Pada satu sisi, peranannya sangat masif di lingkungan domestik, tetapi peranan tersebut dikooptasi kepentingan patriarkis yang sangat kental.