Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

PERANAN GORDANG SAMBILAN DALAM KEGIATAN UPACARA HORJA GODANG DI KOTANOPAN MANDAILING NATAL Majid, Abdul; Nursyirwan, Nursyirwan; Yulika, Febri
Bercadik Vol 1, No 1 (2013): Bercadik | Diskursus Budaya Lokal
Publisher : Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (47.465 KB)

Abstract

ABSTRAK : Upacara Horja godang merupakan upacara adat perkawinan pada etnik Mandailing,dilaksanakan setelah seminggu acara akad nikah. Upacara Horja Godang dilaksanakanoleh masyarakat keturunan raja-raja di Kecamatan Kotanopan yang mayoritaspenduduknya adalah etnik Mandailing. Menurut tradisinya upacara Horja Godangberlangsung selama tiga hari, lima hari, atau satu minggu, sesuai dengan ketentuanadat. Pada upacara Horja Godang ditampilkan Gordang Sambilan sebagai musikpendukung upacara. Secara turun-temurun masyarakat Kotanopan berpendapatbahwa musik Gordang Sambilan merupakan musik adat dan Gordang Sambilandiyakini sebagai alat musik milik raja-raja mereka secaran turun temurun. Fungsimusik Gordang Sambilan sangatlah menentukan pada rangkaian upacara HorjaGodang. Fungsi musik tersebut meliputi (1) Fungsi Ekspresi Emosi, (2) FungsiReaksi Jasmani, (3) Fungsi Hiburan, (4) Fungsi Representasi Simbolis, (5) FungsiKomunikasi, (6) Fungsi Identitas Etnik.
INTERPRETASI REPERTOAR: SEBUAH UPAYA KONSEPTUALISASI KARAKTER SOLIS Putra, Diki Pratama; Sina, Ibnu; Yulika, Febri
Laga-Laga : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 7, No 1 (2021): Laga-Laga: Jurnal Seni Pertunjukan
Publisher : Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/lg.v7i1.1536

Abstract

 The cello solis performance is an instrumental show that places great importance on the maturity of a solist in presenting the repertoires which he will present in the form of a recital examination. The cello is a stringed instrument just like the violin. The current cello is called the modern cello. The modern cello is a development of the previous Cello such as the viola da gamba, viola da spalla, viola da bracchio and bass viol. Initially, the Cello served as the bass in a musical foundation. In the 17th century, composers such as Domenico Gabrielli and Giuseppe Colombi created works for single Cello or Cello solo without accompaniment. This paper aims to inform the performance of a Solis Cello instrument, by using the interpretation, maturity and mastery of the presenter's skills to the techniques contained in each repertoire that is performed. Where a solist performs the repertoire, through the appearance of the individuality of the virtuosity of his instrument. The achievement of a presenter's skills is intended so that aesthetic values can be presented in a show.Key words: study analysis, recital, cello, repertoire.ABSTRAKPertunjukan solis cello merupakan sebuah pertunjukan instrumental yang sangat mementingkan kematangan bagi seorang solis dalam membawakan repertoar-repertoar yang akan disajikannya dalam bentuk ujian resital. Cello merupakan instrumen gesek sama seperti biola.  Cello yang ada sekarang disebut modern cello. Cello modern merupakan pengembangan dari Cello yang sebelumnya hadir seperti viola da gamba, viola da spalla, viola da bracchio dan bass viol. Pada awalnya, Cello berfungsi sebagai bas dalam sebuah fondasi musik. Pada abad ke-17, komposer seperti Domenico Gabrielli dan Giuseppe Colombi membuat karya-karya untuk Cello tunggal atau solo Cello tanpa iringan. Tulisan ini bertujuan untuk menginformasikan permainan seorang Solis instrumen Cello, dengan menggunakan interpretasi, kematangan dan penguasaan skill penyaji terhadap teknik-teknik yang terdapat pada setiap repertoar yang dibawakan. Dimana seorang solis mempertunjukan repertoar tersebut, melalui penampilan individualitas virtuositas instrumen nya. Pencapaian skill seorang penyaji bertujuan, agar nilai estetis dapat dihadirkan dalam sebuah pertunjukan.Kata kunci: studi analisis, resital, cello , repertoar.  
ORNAMEN MASJID ASASI SIGANDO KOTA PADANGPANJANG Mirda Aryadi; Asril S; Febri Yulika
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 9, No 1 (2020): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v9i1.17902

Abstract

AbstrakMasjid Asasi Sigando menerapkan ornamen sebagai salah satu bagian dari bangunannya. Fungsi secara umum dari penempatan ornamen pada masjid Asasi sebagai penghias, hal ini juga berlaku pada bangunan yang khas Minangkabau lainnya. Penempatan ornamen pada masjid ini, hampir terdapat pada seluruh dinding luar. Ornamen yang diterapkan pada bagian dinding masjid seperti singok, pereang, papan banyak, papan sakapieng, dan salangko. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berifat deskriptif. Ornamen Masjid Asasi memiliki keindahan dari segi motif yang belum dikaji secara keilmuan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara obervasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. Hasil tentang ornamen Masjid Asasi bahwa ide penciptaan motif ornamen berlandaskan pada bentuk alam seperti, tumbuhan, hewan, alam benda dan manusia. Selain itu penempatan masing-masing motif juga disusun pada bagian masjid yang memiliki nama tertentu.Kata Kunci: masjid asasi, ornamen, motif.AbstractAsasi Sigando Mosque uses ornaments as one part of the building. The general function of the placement of ornaments on the Asasi mosque as decoration, this also applies to other typical Minangkabau buildings. Placement of ornaments on this mosque, almost found on the entire outer wall. Ornaments applied to the walls of the mosque such as singok, pereang, papan banyak, papan sakapieng, and salangko. This research uses descriptive qualitative research methods. Asasi Mosque ornaments have beauty in terms of motifs that have not been studied scientifically. Data collection is carried out by means of observation, interviews, documentation and literature study. The result of Asasi Mosque ornaments is that the idea of creating ornamental motifs is based on natural forms such as plants, animals, natural objects and humans. In addition, the placement of each motif is also arranged on the part of the mosque that has a certain name. Keywords: asasi mosque, ornaments, motifs.
PENCIPTAAN KRIYA TEKSTIL TENGKULUK BATIK KUMBUAH Apriliana Apriliana; Ahmad Akmal; Febri Yulika
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 10, No 2 (2021): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v10i2.27420

Abstract

Tengkuluk serves as a head covering for women or bundo kanduang in Minangkabau, especially in the Payakumbuh area of Luhak Limopuluah city. The idea of creating a textile craft using a written batik technique with the title Tengkuluk Batik Kumbuah, which is based on the tengkuluk bundo kanduang located in the Payakumbuh area of Luhak limopuluah city. Tengkuluk in Payakumbuh its use is adjusted to the circumstances and age of the wearer, such as baralek, death, mando'a and so on. The creation of this tengkuluk is based on the personal expression of the artist which emphasizes the creativity of the craftsman by adding additional shapes to the tengkuluk and creating a tengkuluk with a batik pattern that was created by himself based on the kumbuah plant which is the early history of the creation of the name Payakumbuh. The design in the creation of this work through two concepts, namely, tengkuluk as objects that have cultural values and batik motifs that are decorative. This work aims to create a work with batik nuances in the form of an aesthetic headgear and contains the meaning of the value of bundo kanduang in Minangkabau. The creation method used is a three-step six-step method including the exploration or data collection stage, the design stage, namely creating alternative sketches, the selected design and the embodiment stage, namely through the process of forming a work of art, using an aesthetic approach, which can be raised through aspects of form, content and content. , and the expression of emotions. The works created are seven tengkuluk using written batik techniques with napthol and remazol coloring, each work is entitled, nan gadang basa batuah, basipek, maanjuang high, puti, tanduak barumbai, omeh silver and barendo batiak.  Keywords: tengkuluk, batik, tumbuah, pattern. AbstrakTengkuluk berfungsi sebagai penutup kepala bagi kaum perempuan atau bundo kanduang di Minangkabau  khususnya di daerah Payakumbuh, Luhak Limopuluah kota. Ide penciptaan karya kriya tekstil menggunakan teknik batik tulis dengan judul Tengkuluk Batik Kumbuah, yang dilatarbelakangi oleh tengkuluk bundo kanduang yang terdapat di daerah Payakumbuh Luhak Limopuluah  Kota. Tengkuluk di Payakumbuh penggunaannya disesuaikan dengan keadaan dan usia pemakainya, seperti baralek, kematian, mando’a dan sebagainya. Penciptaan tengkuluk ini berdasarkan ekspresi personal pengkarya yang lebih menekankan pada kreatifitas pengkarya dengan memberikan penambahan bentuk pada tengkuluk dan menciptakan tengkuluk dengan pola motif batik yang diciptakan sendiri berdasarkan tanaman kumbuah yang merupakan sejarah awal dari terciptanya nama kota Payakumbuh. Rancangan dalam penciptaan karya ini melalui dua konsep yaitu, tengkuluk sebagai benda yang memiliki nilai budaya dan motif batik yang bersifat sebagai penghias. Karya ini bertujuan untuk menciptakan karya dengan nuansa batik dalam bentuk penutup kepala yang estetik dan mengandung makna nilai bundo kanduang di Minangkabau.Metode penciptaan yang dilakukan yaitu metode tiga tahap enam langkah diantaranya, tahap eksplorasi atau pengumpulan data, tahap perancangan yaitu menciptakan sketsa alternatif, desain terpilih dan tahap perwujudan yaitu melalui proses pembentukan karya seni, menggunakan pendekatan estetik, yang dapat dimunculkan melalui aspek bentuk, kandungan isi, dan ungkapan emosi. Karya yang diciptakan yaitu tujuh tengkuluk menggunakan teknik batik tulis dengan pewarnaan napthol dan remazol, masing-masing karya berjudul, nan gadang basa batuah, basipek, maanjuang tinggi, puti, tanduak barumbai, omeh perak dan barendo batiak.   Kata Kunci: tengkuluk, batik, kumbuah, motif. Authors:Apriliana : Institut Seni Indonesia PadangpanjangAhmad Akmal : Institut Seni Indonesia PadangpanjangFebri Yulika : Institut Seni Indonesia PadangpanjangReferences:Akmal, Ahmad. (2013). Ekspresi Bentuk Simbolik Seni Ritual Makan Bajamba. Padang Panjang: Institut Seni Indonesia Padang Panjang.Hakimy, Idrus. (1978). Pegangan Penghulu, Bundo Kanduang, dan Pidato Alua Pasambahan Adat di Minangkabau. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Apriliana. (2021). “Kriya dalam Konsep Modern”. Hasil Dokumentas Pribadi: 20 Juni 2021, Payakumbuh.Hendriyana, Husen. (2018). Metodologi Penelitian Penciptaan Karya Seni Kriya dan Desain Produk Non Manufaktur. Bandung: Sunan Ambu Press Bandung.Ibrahim, Anwar. Et al. (1986). Pakaian Adat Tradisional Sumatera Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Padang: Badan Kebudayaan Daerah Sumatera Barat.Kartika, Dharsono Sony. (2016). Kreasi Artistik Perjumpaan Tradisi Modern dalam Paradigma Kekaryaan Seni. Surakarta: LPBKN Citra Sains.Walker, John A. (2010). Desain, Sejarah, Budaya: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
ESTETIKA ORNAMEN RUMOH ACEH LUBUK SUKON KECAMATAN INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR Indra Maulana; Ahmad Akmal; Febri Yulika
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 7, No 2 (2018): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v7i2.11067

Abstract

AbstrakRumoh Aceh merupakan rumah tradisional milik masyarakat Aceh. Saat ini rumoh Aceh masih dijaga dan dirawat oleh masyarakat Aceh di Desa Lubuk Sukon Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Pada tahun 2012 Lubuk Sukon ditetapkan sebagai Desa Wisata oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh untuk dijadikan sebagai objek wisata budaya. Rumoh Aceh merupakan rumah panggung dan dihiasi oleh berbagai ukiran ornamen yang mempunyai makna filosofi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan di analisis menggunakan pendekatan teori estetika dan teori motif untuk melihat keindahan bentuk dan pemaknaan ornamen rumoh Aceh. Ornamen yang terdapat pada rumoh Aceh merupakan ornamen hasil representasi dari bentuk flora terdiri dari bentuk motif bungong mawo, motif pucoek rebong, motif pucok labu, dan motif oen ranub. Bentuk fauna terdiri dari motif ayam. Bentuk kaligrafi terdiri dari motif tulisan Allah dan Laa Ilaha Illallah. Bentuk alam terdiri dari motif awan, motif bulan dan motif bintang. Bentuk alam benda terdiri motif kupiah meuketop, motif rante dan motif lungkandet serta motif geometris. Motif-motif tersebut memiliki makna filosofis sebagai kearifan lokal dari nilai budaya Aceh dalam mengatur kehidupan sosial masyarakat.           Kata Kunci: estetika, ornamen, rumoh Aceh AbstractRumoh Aceh is a traditional house belongs to the people of Aceh. The current house is still maintained and cared for by the people of Aceh in the village of Lubuk Sukon Sub District Ingin Jaya Regency Aceh Besar. In the year 2012 Lubuk Sukon established as a Village by the cultural and Tourism Office of Aceh to serve as the cultural attractions. Rumoh Aceh is the home stage and decorated by various carved ornaments that have a meaning of philosophy. This study uses qualitative methods and analysis using the approach in the theory of aesthetics and theory of a motifs to see the beauty of the shape and definition of ornament rumoh Aceh. Ornament in the house It is the result of the representation of the form of the ornament flora consist of bungong mawo motif, pucoek rebong motif, pucok labu motif, and oen ranub motif. The form of fauna consists of a chicken motif. The forms of calligraphy consisting of motif writing Allah and Laa Ilaha Illallah. The form of naturals form consists of cloud motif, the motif of the Moon and stars motif. The forms natural objects composed kupiah meuketop motif, rante motif and lungkandet motif as well as geometric motif. These motifs have philosophical meaning as the local wisdom of Aceh cultural values in governs social life of society.   Keywords: aesthetica, ornament, rumoh Aceh
Desain Komunikasi Visual Iklan Layanan Masyarakat tentang Pelecehan Seksual pada Anak di Kota Medan Noprita Elisabeth; Febri Yulika; Agung Eko Budi Waspada
ANDHARUPA: Jurnal Desain Komunikasi Visual & Multimedia Vol 4, No 02 (2018): August 2018
Publisher : Dian Nuswantoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33633/andharupa.v4i02.1683

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan merancang sebuah desain komunikasi visual untuk Iklan Layanan Masyarakat (ILM) mengenai pelecehan seksual pada anak sebagai media sosialisasi kepada para orang tua dan masyarakat luas agar lebih paham dan mengetahui efek atau akibat yang timbul akibat dari pelecehan seksual. Kekerasan pada anak pada saat ini semakin sering terjadi, baik itu di perkotaan maupun di pedesaan. Salah satu kekerasan pada anak adalah pelecehan seksual. Pelecehan seksual dapat terjadi pada anak siapa pun, dimana pun, dan kapan saja. Pelakunya bisa saja orang dewasa yang belum menikah atau pun yang sudah menikah, dan bisa juga dilakukan oleh orang terdekat korban. Metode yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif. Peneliti ingin merancang beberapa media sebagai sarana penyampaian ILM ini seperti spanduk, poster, baju, atau tas jinjing untuk belanja agar lebih mudah untuk dapat diketahui atau dilihat oleh masyarakat luas khususnya orang tua. Kata kunci: ILM, pelecehan seksual pada anak, desain komunikasi visual AbstractThis research is aimed to design a public service ads on child sexual abuse as a medium of socialization to parents and a wider community for a better understanding and knowing the results effecting from sexual harassment. Violence in children today is increasingly common, both urban and rural. One of child abuse is sexual harassment. Sexual harassment can happen to any child, anywhere, anytime. The culprit may be an adult who is unmarried or married, and can also be done by the person closest to the victim. The method used in this research is qualitative. Researcher want to design some media as a means of delivering these ads such as banners, posters, clothes, or handbags for shopping to make it easier to be known or seen by the wider community especially the parents. Keywords: public service ads, child sexual abuse, visual communication design
PERISTIWA PERANG SEBAGAI SUMBER IDE PENCIPTAAN SENI GRAFIS Reza Sastra Wijaya; Dharsono Sony Kartika; Febri Yulika
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 3, No 2 (2016): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.425 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v3i2.574

Abstract

ABSTRACT War is an act of violence involving physical and non-physical action, in other words, it’s a state of hostility between two or more groups of people. The development of human thoughts also has role in the development of weaponry technology. This raises the question of why humans utilize their intelligence and development to invent the destroying and killing instruments. On the contrary, the man himself utterly demands peace.In this creation, war served as a stimulus and observed object that inspired the creation. In order to feel the fright of war, deep exploration of numerous actual sources such as news observations and viewing in-the-middle-of-the-battlefield video were done. From the observation of various objects, certain feelings were obtained and then turned into the subject matter of mental form of creation that’s expressed through the medium of printmaking. The idea of the creation adopted the shape of buffalo’s horn as a result of reinterpretation toward reality. Distortion and visual stylization were later executed to obtain new visualization. Technically, the process of this work adopted conventional graphic arts/printmaking techniques such as relief printing technique (high printing) combined with serigraphy technique (screen printing). Keywords: war, subject matter, printmaking
PERANAN GORDANG SAMBILAN DALAM KEGIATAN UPACARA HORJA GODANG DI KOTANOPAN MANDAILING NATAL Abdul Majid Abdul Majid; Nursyirwan Nursyirwan Nursyirwan; Febri Yulika Febri
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 1, No 1 (2013): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.651 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v1i1.19

Abstract

ABSTRAKUpacara Horja godang  merupakan upacara adat perkawinan pada etnik Mandailing, dilaksanakan setelah seminggu acara akad nikah. Upacara Horja Godang dilaksanakan oleh masyarakat keturunan raja-raja di Kecamatan Kotanopan yang mayoritas penduduknya adalah etnik Mandailing. Metode yang dipakai untuk menyelesaikan penelitian adalah menggunakan teknik kualitatif untuk menghasilkan data secara deksriptif, dengan menggabungkan pendekatan musikologi, etnomusikologi, antropologi, sosiologi, dan sejarah. Tujuan penelitian adalah mengungkap keterkaitan musik Gordang Sambilan dengan upacara  Horja Godang, mengkaji fungsi musik Gordang sambilan dalam upacara Horja godang pada masyarakat Mandailing Natal Kotanopan. Hasil penelitian, tradisi upacara Horja Godang berlangsung selama tiga hari, lima hari, atau satu minggu, dan disesuaikan dengan ketentuan adat. Pada upacara Horja Godang ditampilkan Gordang Sambilan sebagai musik pendukung upacara. Secara turun-temurun masyarakat Kotanopan berpendapat bahwa musik Gordang Sambilan merupakan musik adat dan Gordang Sambilan diyakini sebagai alat musik milik raja-raja mereka secaran turun temurun. Fungsi musik Gordang Sambilan sangatlah menentukan pada rangkaian upacara Horja Godang. Fungsi musik tersebut meliputi: fungsi ekspresi emosi; fungsi hiburan; fungsi representasi simbolis; fungsi komunikasi,; dan fungsi identitas etnik. Kata Kunci: Upacara, Horja Gordang, Gordang Sembilan, Mandaliling Natal 
TRADISI MALAMANG DALAM PROSESI ACARA MAULID NABI SAW DI PARIAMAN Siska Aprisia; Susas Rita Loravianti; Febri Yulika
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 3, No 1 (2016): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (107.802 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v3i1.536

Abstract

ABSTRACT Malamang rite is an artwork inspired from the cultural phenomenon in Pariaman. That cultural phenomenon is the ritual of prophet Muhammad’s mauled ceremony, that is always conducted routinely particularly in surau. The sequence of that ritual consists of salawaik dulang, badikiah, baretong, arak-arakan (procession), and bajambua. One of traditions that cannot be forgotten is malamang. The phenomenon occurred in Pariaman society is then processed into art creative concept that uses parts of that ritual symbolically. Salawaik dulang, badikiah, baretong, arak-arakan (procession), and bajambua become the basis of creation by taking only the certain parts. From that art creative concept, it’s then born the dance of malamang rite in the form of the performance of Indonesian modern dance. Meanings resulted from the dance performance of this malamang rite comprise of several things namely: (1) social status; (2) self-respect; (3) people’s economy; and (4) inner conflict. All those meanings are present symbolically or directly in the artwork.
Kajian Organologi Pembuatan Alat Musik Tradisi Saluang Darek Berbasis Teknologi Tradisional Ediwar Ediwar; Rosta Minawati; Febri Yulika; Hanefi Hanefi
PANGGUNG Vol 29, No 2 (2019): Konstruksi Identitas Budaya dalam Seni dan Sastra
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1580.73 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v29i2.905

Abstract

ABSTRACTThe music of Saluang Darek wind instrument is Minangkabau traditional music that uses the musical instrument of aerophone classification (air as the main source of vibration) and the kind of end-blown without-block flutes musical instrument, and this musical instrument is used to accompany Minangkabau songs or dendangs. Saluang Darek is made of bamboo. The best bamboos for making Saluang Darek are (1) Talang bamboo (Schizostachyum brachycladum kurz), (2) Buluah Kasok bamboo (Gingantocholoa apus), (3) Tamiang bamboo (Schizostachyum zollingeri steud), and (4) Cimanak bamboo (Schizostachyum longispiculatum). The production of Saluang Darek musical instrument uses the traditional technology by still maintaining the quality of instrument that's ready to be used for the performing arts particularly in accompanying dendang. The method used in this research was the qualitative method by using the approach of organology study. Data were collected through the library research, observation, interview, and documentation. This study found the importance of the musical instrument study in order to give information for the musicologists' and ethnomusicologists' works, at once conserve the musical culture in West Sumatera.Keywords: Saluang Darek, Organology, Aerophone, Traditional technology ABSTRAKMusik tiup Saluang Darek adalah musik tradisional Minangkabau yang menggunakan alat musik klasifikasi Aerophone (udara sebagai sumber getaran utama) dan alat tiup jenis end-blown without-block flutes digunakan untuk mengiringi nyanyian atau dendang Minangkabau. Alat musik Saluang darek terbuat dari bambu, yang paling baik untuk alat musik Saluang adalah (1) bambu  talang ( Schizostachyum brachycladum kurz), (2) bambu buluah kasok (Gingantocholoa apus), (3) bambu tamiang (scizostachyum zollingeri steud), (4) bambu cimanak (Schizotachyum longispiculatum). Pembuatan alat musik Saluang darek menggunakan teknologi tradisional dengan tetap menjaga kualitas alat yang siap dipakai untuk seni pertunjukan dalam mengiringi dendang. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan kajian organologi. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi. Kajian ini mendapati pentingnya   kajian instrumen musik untuk memberikan infomasi dalam pekerjaan musikolog dan etnomusikolog, sekaligus pelestarian budaya musikal di Sumatera Barat. Kata kunci: Saluang darek, Organology, Aerophone, Teknologi tradisional ABSTRACTThe music of Saluang Darek wind instrument is Minangkabau traditional music that uses the musical instrument of aerophone classification (air as the main source of vibration) and the kind of end-blown without-block flutes musical instrument, and this musical instrument is used to accompany Minangkabau songs or dendangs. Saluang Darek is made of bamboo. The best bamboos for making Saluang Darek are (1) Talang bamboo (Schizostachyum brachycladum kurz), (2) Buluah Kasok bamboo (Gingantocholoa apus), (3) Tamiang bamboo (Schizostachyum zollingeri steud), and (4) Cimanak bamboo (Schizostachyum longispiculatum). The production of Saluang Darek musical instrument uses the traditional technology by still maintaining the quality of instrument that's ready to be used for the performing arts particularly in accompanying dendang. The method used in this research was the qualitative method by using the approach of organology study. Data were collected through the library research, observation, interview, and documentation. This study found the importance of the musical instrument study in order to give information for the musicologists' and ethnomusicologists' works, at once conserve the musical culture in West Sumatera.Keywords: Saluang Darek, Organology, Aerophone, Traditional technology ABSTRAKMusik tiup Saluang Darek adalah musik tradisional Minangkabau yang menggunakan alat musik klasifikasi Aerophone (udara sebagai sumber getaran utama) dan alat tiup jenis end-blown without-block flutes digunakan untuk mengiringi nyanyian atau dendang Minangkabau. Alat musik Saluang darek terbuat dari bambu, yang paling baik untuk alat musik Saluang adalah (1) bambu  talang ( Schizostachyum brachycladum kurz), (2) bambu buluah kasok (Gingantocholoa apus), (3) bambu tamiang (scizostachyum zollingeri steud), (4) bambu cimanak (Schizotachyum longispiculatum). Pembuatan alat musik Saluang darek menggunakan teknologi tradisional dengan tetap menjaga kualitas alat yang siap dipakai untuk seni pertunjukan dalam mengiringi dendang. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan kajian organologi. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi. Kajian ini mendapati pentingnya   kajian instrumen musik untuk memberikan infomasi dalam pekerjaan musikolog dan etnomusikolog, sekaligus pelestarian budaya musikal di Sumatera Barat. Kata kunci: Saluang darek, Organology, Aerophone, Teknologi tradisional