Nindyo Sasongko
Pendeta tugas khusus dari Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Kudus.

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Restitusi Kontra Reformasi? : Reformasi Zurich Dan Kelahiran Si Anak Tiri Sasongko, Nindyo
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 5 No 2 (2004)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.636 KB)

Abstract

“Sayap Kiri Reformasi,” demikianlah Roland H. Bainton, sejarawan Amerika ternama, menamai gerakan yang memisahkan diri dari Reformasi “resmi” di Zürich, Swiss. Ternyata bukan hanya sebutan di atas yang diberikan, gerakan ini juga disebut sebagai “Reformasi Radikal” (istilah George H. Williams, Profesor Sejarah Gereja dari Universitas Harvard). Gerakan tersebut secara umum dikenal sebagai Anabaptisme. Sejak kelahirannya di kota Zürich, gerakan ini dianggap sebagai bidat, sempalan dari gerakan Reformasi yang benar. Karena itu, tidaklah mengherankan bila gerakan ini sangat dibenci baik oleh gereja Katolik Roma maupun para Reformator. Kebencian itu terwujud dalam bentuk penganiayaan selama sekitar 200 tahun. Inti masalah yang dilupakan ialah latar belakang yang membidani lahirnya gerakan ini. Sitz im Leben yang disajikan dalam literatur-literatur sejarah gereja yang dipakai di sekolah-sekolah tinggi teologi di luar negeri maupun di Indonesia sering kali berat sebelah. Sebagaimana diungkapkan oleh almarhum William R. Estep, Jr., Profesor Sejarah Gereja dari Southwestern Baptist Theological Seminary, “Perhaps there is no group within Christian History that has been judged unfairly as the Anabaptists of the sixteenth century.” Bahkan hingga kini, Anabaptisme masih dipandang sebagai sempalan terhadap ortodoksi, ajaran yang alkitabiah. Kurangnya literatur yang membahas awal mula berdirinya gerakan ini mendorong penulis untuk membuka kembali catatan-catatan sejarah. Membuka kembali catatan sejarah bisa jadi menguak kesalahan pihak lain. Tetapi di sini penulis sama sekali tidak bermaksud memojokkan pihak mana pun. Sumber-sumber utama yang penulis pakai berasal dari para pakar sejarah gereja non-Anabaptis yang telah melakukan riset terhadap gerakan ini secara intensif. Mengingat luasnya permasalahan, maka penulis hanya memfokuskan pemaparan pada peristiwa sekitar Reformasi yang dipelopori oleh Zwingli di Swiss tahun 1519 hingga Januari 1525 dan problem yang terjadi sehingga kaum “radikal” ini memilih untuk memisahkan diri dari garis utama Reformasi. Pertama-tama, label yang dikenakan kepada gerakan ini perlu mendapat penjernihan. Kemudian, penulis akan memaparkan peristiwa Reformasi Zwingli yang dilanjutkan dengan kelahiran “si anak tiri.”
Firdaus yang Terhilang? : Suatu Studi Perbandingan Mengenai Kristologi dan Imaji Penciptaan Baru Dalam Injil Yohanes dan Injil Tomas Sasongko, Nindyo
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 7 No 2 (2006)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.174 KB)

Abstract

Firdaus yang terhilang dan Firdaus yang dipulihkan. Satu Pribadi Agung datang memulihkannya. Kapan? Di mana? Apakah Firdaus itu benar-benar ada? Jika benar-benar ada, sudahkah kita menikmati Firdaus baru itu? Keempat Injil kanonik mewartakan kehadiran Kristus sebagai Mesias, Pemimpin Kerajaan Allah; namun kita masih diperhadapkan pada problem apakah Firdaus telah dipulihkan. Masalah semakin pelik sebab di zaman kita membanjir varian-varian kekristenan bercorak eskapisme dualistis. ... Penulis akan memusatkan perhatian pada masalah semula, yakni apakah “Firdaus” telah dipulihkan. Pemulihan Firdaus sangat erat terkait dengan penciptaan baru. Bilamanakah dan bagaimanakah hal itu terjadi? ... Dalam penelitian ini, penulis memilih untuk menyelesaikan masalah bukan dari sudut dogmatika, tetapi meruntut argumentasi Pagels dan Injil Tomas mengenai kosmologi Kejadian 1. Penulis berusaha mengungkapkan kontinuitas maupun diskontinuitas dari tradisi kosmologi Yahudi yang menurun kepada Tomas dan Yohanes, dan dari sini penulis berharap mampu menyajikan kesenjangan-kesenjangan teori Pagels secara “objektif.”
Menikmati Surga: Tradisi Mistik dalam Injil Tomas dan Yohanes Sasongko, Nindyo
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 12 No 1 (2011)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.567 KB)

Abstract

Dalam artikel ini, penulis akan menempatkan Injil Tomas dan Yohanes dalam konteks tradisi mistik Yudaisme pada era Bait Suci Kedua. Penulis berpijak pada tesis yang diletakkan oleh B. McGinn dalam karya monumentalnya, The Foundations of Mysticism: Origins to the Fifth Century, bahwa “The mystical element in Christianity is that part of its belief and practices that concerns the preparation for, the consciousness of, and the reaction to what can be described as the immediate or direct presence of God.” Definisi ini sendiri mengindikasikan bahwa di dalam Kristianitas terdapat elemen-elemen mistik, namun hal-hal ini pun dipakai menjadi sarana untuk merespons konteks mistik yang beredar di zamannya. Di satu sisi, penulis mendekat dengan Pagels bahwa kedua injil ditulis dalam tempo yang tidak terlampau berjauhan serta menjawab teka-teki apakah Tomas dan Yohanes merupakan dua injil yang tengah berkonfrontasi. Kendati begitu, di sisi lain, penulis akan lebih menjauh dari Pagels, oleh sebab tidak cukupnya latar belakang yang ia sajikan, terbungkus dengan bias (de)konstruksinya terhadap keyakinan Kristen yang menyejarah. Penulis tidak dapat menerima anjuran Pagels untuk memprioritaskan Tomas ketimbang Yohanes.
Mengenal Nyanyian Gereja dan Tempatnya dalam Liturgi Sasongko, Nindyo
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 8 No 2 (2007)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.359 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v8i2.186

Abstract

Konteks bergereja dewasa ini adalah ?perang gaya baru,? yaitu perang ibadah. Gereja-gereja kontemporer tampil dengan wajah segar dalam berbagai bidang pelayanan yang market sensitive?peka pasar, peka dengan keinginan orang-orang di zaman ini?termasuk ibadah yang ditata untuk menarik pengunjung gereja. Dampak yang diakibatkan tak dapat dibilang kecil. Kian meruncing tensi antara gereja-gereja kontemporer dengan gereja-gereja tradisional yang formal-liturgical ataupun hymn-based. Tetapi dari sekian area yang menjadi ?Padang Kurusetra? perang ibadah itu, musik dan nyanyian gereja merupakan area yang penuh ranjau! ... Makalah ini berusaha menolong jemaat untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab dalam memilih nyanyian gereja. Jangkauan tulisan ini yaitu pada teologi nyanyian jemaat, tempat nyanyian jemaat dalam liturgi gereja serta kandungan teologis sebuah himne. Terhadap ?perang ibadah? dan khususnya ?perang musik,? keputusan kita sering dikendalikan oleh dua hal: (1) menurut selera kita; atau (2) menurut kebiasaan yang selama ini berlaku. Cara pertimbangan seperti ini tentu tidak tepat. Sebagai gereja Kristen, kita seharusnya mempertimbangkan tiga hal untuk bersikap: (1) selaras dengan Kitab Suci, (2) dengan mempertimbangkan tradisi gereja, serta (3) konteks budaya di mana gereja berada.
Spiritual Companionship Sasongko, Nindyo
Theologia in Loco Vol 2 No 1 (2020): Theologia in Loco
Publisher : STFT Jakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (424.595 KB)

Abstract

Dalam makalah ini, saya mengusung tema persahabatan untuk menjadi praktik eklesial, sebuah praktik yang diadaptasi dari “pembimbingan spiritual” (spiritual direction). Pendekatan yang akan saya tawarkan tampak berbeda dari yang ditawarkan oleh berbagai sekolah teologi Protestan seperti, ilmu pendampingan pastoral sampai pastoral klinis. Sebab itu, saya hendak mengusulkan “pembimbingan spiritual” (spiritual direction) atau “persahabatan spiritual” (spiritual companion). Saya akan menggunakan konsep philia, yakni cinta antar-dua orang (atau lebih) yang nonseksual dan nonerotis. Cinta ini mewujud di antara dua sahabat yang berkomitmen berjalan bersama-sama, saling berdampingan dan menatap ke satu visi dan berjalan bersama demi menggapai visi itu. Dengan meminjam ide anam ċara, “sahabat jiwa” dari tradisi Keltik-Irlandia, maka “persahabatan spiritual” (spiritual companionship) dapat menjadi habitus di jemaat-jemaat Kristen Indonesia guna semakin mekarnya spiritualitas warga gereja.