Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Health Behaviors and Clinical Outcomes Among Patients with Myocardial Infarction in Indonesia Herliani, Yusshy Kurnia; Matchim, Yaowarat; Kritpracha, Charuwan
Jurnal NERS Vol 10, No 2 (2015): Vol. 10 Nomor 2 Oktober 2015
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.522 KB) | DOI: 10.20473/%oj.Ners102%y308-317

Abstract

Introduction: Health behaviors are necessary for preventing possible cardiac events and maintaining health for MI patients. In addition to health behaviors, measuring clinical outcomes is a critical element for optimizing treatment and monitoring the risk factors of a cardiac event. The aims of this study were to (1) describe health behaviors and clinical outcomes among patients with myocardial infarction (MI) in Indonesia; and (2) investigate the relationship between their health behaviors, clinical outcomes, and other selected variables. Method: Sixty hospitalized MI patients participated in this descriptive correlational study. Data were analyzed using descriptive and correlational statistics. Results: The majority of MI patients in this study had a moderate level of total health behaviors, exercise behaviors, dietary behaviors, and stress management. Interestingly, most of the patients had a high level of medication adherence, and smoking cessation. Also, their blood pressure (BP) and body mass index (BMI) of MI patients were at the normal level. In contrast, more than half the patients had a high level of fasting blood glucose and total cholesterol, and a low level of HDL. Moreover, nearly half of the patients presented a high level of LDL, and triglyceride. Exercise behaviors have a negative relationship with total cholesterol, and LDL. Interestingly, gender showed a positive relationship with total health behaviors, and smoking cessation. In addition, monthly incomes show a positive relationship with exercise behavior, and dietary behaviors. The number of times hospitalized appeared to have a positive relationship with systolic BP. Surprisingly, MI treatments showed a positive relationship with total health behaviors, smoking cessation, and BP. Discussion: In conclusion, cardiac rehabilitation should involve health behaviors and clinical outcomes to prevent recurrent cardiac events and maintain health for MI patients.Keywords: Myocardial infarction, Health behaviors, Clinical outcomes
Peningkatan Pengetahuan Perawat dan Bidan tentang Evidence-Based Practice melalui Pelatihan Penerapan Evidence-Based Practice Setyawati, Anita; Harun, Hasniatisari; Herliani, Yusshy Kurnia
Dharmakarya Vol 6, No 1 (2017): Maret
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.31 KB)

Abstract

Perawat dan bidan dituntut untuk dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien sesuai dengan evidence-based practice. Akan tetapi, pelaksanaan evidence-based practice hingga saat ini belum merata di seluruh pelayanan kesehatan. Salah satu masalahnya adalah perawat dan bidan kurang terpapar dengan konsep evidence-based practice. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pelatihan evidence-based practice terhadap peningkatan pengetahuan perawat dan bidan tentang konsep evidence-based practice.                Rancangan penelitian ini adalah quasi eksperimental pendekatan pretest-posttest design. Penelitian ini dilakukan terhadap 14 perawat dan bidan sebagai responden penelitian. Pengetahuan responden diukur dengan cara mengisi kuesioner yang berisi tentang konsep evidence-based practice, sebelum dan setelah pelatihan. Setelah dilakukan uji normalitas data yang menunjukkan bahwa data sebelum pelatihan berdistribusi normal sementara data setelah pelatihan tidak berdistribusi normal, maka dilakukan uji perbedaan data sebelum dan setelah pelatihan menggunakan uji Wilcoxon.                Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pelatihan penerapan evidence-based practice terhadap peningkatan pengetahuan perawat dan bidan tentang konsep evidence-based practice secara signifikan (p=0,000). Pengetahuan yang didapat pada penelitian ini didukung oleh karakteristik perawat dan bidan yang meliputi riwayat pendidikan dan usia. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diperlukan pelatihan-pelatihan yang efektif dan efisien untuk memaparkan penerapan evidence-based practice secara berkesinambungan.
Peningkatan Kapasitas Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Secara Mandiri dan Pemetaan Sosial Humaedi, Sahadi; Adharani, Yulinda; Herliani, Yusshy Kurnia
Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Vol 5, No 1 (2018): Vol 5, No. 1 (2018): Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (115.768 KB) | DOI: 10.24198/jppm.v5i1.16037

Abstract

Artikel ini, berisi tentang kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sampah secara mandiri dan pemetaan sosial yang dilakukan di wilayah RW 01 Desa Jatiroke, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Latar belakang ditulisnya karya ini karena adanya permasalahan sampah di lingkungan RW 01 Desa Jatiroke, Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Tujuan jangka pendek diadakannya kegiatan ini adalah mampu memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada khalayak sasaran tersebut mengenai pengelolaan sampah secara mandiri. Sementara tujuan jangka panjangnya adalah merubah pola dan perilaku masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar. Pada kegiatan ini, terdapat dua kegiatan besar yaitu kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat dan kegiatan pemetaan social. Kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sampah secara mandiri dilaksanakan dengan berbagai kegiatan pelatihan yang mendukung pengelolaan sampah secara mandiri. Kegiatan pelatihan ini dipandu oleh narasumber (tenaga ahli) sebagai fasilitator dan dibantu dengan seperangkat alat untuk melakukan simulasi atau praktik secara langsung. Sementara kegiatan pemetaan sosial akan dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah kaji-tindak. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kelompok sasaran dalam mengelola sampah secara organik dan diharapkan pula dapat menjadi agen perubahan dalam masyarakat.Kata Kunci: Sampah, Peningkatan Kapasitas, Pemetaan Sosial
Exercise and Physical Activity Counseling Needs among Cardiac Rehabilitation Patients Herliani, Yusshy Kurnia; Rahayu, Urip; Harun, Hasniatisari
Unnes Journal of Public Health Vol 10 No 1 (2021): Unnes Journal of Public Health
Publisher : Universitas Negeri Semarang (UNNES) in cooperation with Association of Indonesian Public Health Experts (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/ujph.v10i1.36003

Abstract

Cardiac rehabilitation (CR) has decreased in recurrent cardiac events. However, information related the needs of cardiac rehabilitation patients such as exercise and physical activities counseling are very limited. This study aims to identify the needs of cardiac rehabilitation patients such as exercise, physical activity counselling, and the relationship between them. It also applied a quantitative approach combined with a descriptive correlational method. 38 cardiac rehabilitation patients were recruited as samples and were selected using the convenience sampling technique. Data collection was performed using questionnaires filled out by the respondents (with a retrospective technique) at the end of the CR program, and the results were evaluated through descriptive correlational statistics. The results revealed that patients with CR required exercise (92.1%) and nurses' counseling for physical activities (86.9%). It also indicates that there is a statistically positive relationship between exercise and physical activities counseling among CR patients (r = 0.485, p < 0.01). Consequently, most CR patients desire nurses to take part in their exercise and physical activities. The needs of CR patients on exercise and physical activity counseling were correlated positively. Therefore, information regarding exercise and physical activity for CR patients should be provided simultaneously to complement each other.
PENGETAHUAN, SIKAP DAN KESIAPAN MAHASISWA PROGRAM PROFESI NERS DALAM PENERAPAN EVIDENCE BASED PRACTICE Harun, Hasniatisari; Herliani, Yusshy Kurnia; Setyawati, Anita
Jurnal Perawat Indonesia Vol. 3 No. 2 (2019): August 2019
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.109 KB) | DOI: 10.32584/jpi.v3i2.309

Abstract

Kebutuhan perawat profesional dapat dicapai melalui program profesi ners yang merupakan bagian dari program pendidikan keperawatan, dimana didalamnya terjadi proses pembelajaran klinik untuk menciptakan perawat profesional yang kompeten. Salah satu peran perawat professional adalah terus mengupdate keilmuan dengan cara menelaah jurnal terbaru untuk mengekplorasi intervensi keperawatan terbaik bagi pasien sehingga mendapat hasil yang optimal. Mahasiswa program profesi ners pada saat jenjang pendidikan perkuliahan telah terlatih untuk menelaah kasus dengan menggunakan metode EBP, namun belum terdapat evaluasi terkait pemahaman mahasiswa terhadap metode tersebut serta penerapannya pada tatanan praktik klinik. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana pengetahuan, sikap dan kesiapan mahasiswa dalam penerapan evidence based practice (EBP) pada pasien kelolaan di stase keperawatan medikal bedah.Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa program profesi ners yang sedang menjalankan praktik klinik dengan menggunakan teknik pengambilan sampel total sampling, yaitu sebanyak 120 responden. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner Evidence Based Practice Questionnaire (EBPQ) dengan menggunakan analisis deskriptif (frekuensi, persentase, rata-rata, dll)Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan mahasiswa pada konsep Evidence based practice adalah baik sebanyak (68%), sebagian besar responden memiliki sikap yang positif (85%) dan lebih dari setengah responden mempunyai kesiapan yang cukup sebanyak (59%). Temuan hasil penelitian ini adalah penting untuk rekomendasi masukan terkait mengembangkan bahan ajar pada lingkup pendidikan keperawatan terkait praktik keperawatan dalam memberikan pelayanan terbaik untuk pasien
MOTIVASI KADER KESEHATAN DALAM MENGKAJI SELF-CARE PADA PASIEN HIPERTENSI Sari, Eka Afrima; Mirwanti, Ristina; Herliani, Yusshy Kurnia
Jurnal Perawat Indonesia Vol. 3 No. 2 (2019): August 2019
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (69.19 KB) | DOI: 10.32584/jpi.v3i2.310

Abstract

Penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian nomor satu di dunia adalah hipertensi. Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan terjadinya komplikasi sehingga salah satu upaya untuk mencegahnya adalah dengan pengendalian hipertensi. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan perawatan diri (self-care) hipertensi sehingga kualitas hidup dan derajat kesehatan pasien akan meningkat. Dalam pelaksanaannya, pengendalian hipertensi ini memerlukan keterlibatan unsur masyarakat, salah satunya kader. Agar kader mampu berperan serta dalam mendampingi dan mendukung pasien dalam self-care hipertensi, diperlukan adanya suatu kemampuan dan motivasi yang kuat untuk melaksanakannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi motivasi kader dalam mengkaji self-care pasien hipertensi. Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sampel pada penelitian ini adalah 37 orang  kader kesehatan yang didapatkan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi aktif sebagai kader. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuisioner motivasi. Analisis data menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kader dalam mengkaji self-care pasien hipertensi hampir setengahnya berada pada kategori tinggi dan sebagian besar berada pada kategori rendah. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa sebagian besari dari kader memiliki motivasi yang rendah dalam mengkaji self-care pasien hipertensi. Sehingga perlu adanya pelatihan khusus dari pihak puskesmas mengenai self-care pada pasien hipertensi. Kata Kunci: Hipertensi, kader kesehatan, motivasi, self-care Abstract Motivation of health care in assessing self-care in hypertension patients. Hypertension is one of the cardiovascular diseases that causes death number one. Uncontrolled hypertension will cause complications, so that efforts are needed to prevent it, one of which is by controlling hypertension. Control of hypertension can be done with self-care, so that it can improve the health status and quality of life of patients.In its implementation, controlling hypertension involves community elements, one of which is a health cadre. There needs to be strong motivation and ability  from cadres to be able to participate in helping and supporting patients in self-care. This study aimed to identify health cadre motivation in studying self-care for hypertensive patients. It used a descriptive quantitative approach. Participant consisted of 37 health cadre, acquired through purposuve sampling with inclusion criteria is active as cadre. Motivation was measured using a questionnaire. Data were analyzed using frequency distribution. The results showed that cadre motivation in studying self-care for hypertensive patients wa in the high category (48.6%) and in the low category (51.4%). Can be concluded that most of cadres have low motivation in studying self-care for hypertensive patients. There needs to be training from health center regarding self-care in hypertensive patients. Keywords: Health Cadres, Hypertension, Motivation, Self-Care
Karakteristik dan Efikasi Diri Keluarga Pasien dengan Infark Miokard Herliani, Yusshy Kurnia; Harun, Hasniatisari; Setyawati, Anita; Fitri, Siti Ulfah Rifaatul
Jurnal Perawat Indonesia Vol. 3 No. 3 (2019): November 2019
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (57.796 KB) | DOI: 10.32584/jpi.v3i3.423

Abstract

Infark miokard menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan tingginya angka kematian dan kecacatan di Indonesia. Perkembangan pengobatan telah banyak terbukti menurunkan angka kematian akibat infark mioard. Dukungan keluarga diperlukan untuk mengoptimalkan penderita patuh terhadap pengobatan dan menjalankan pola hidup sehat sebagai bagian dari rehabilitasi jantung. Efikasi diri menjadi penting dalam memberi dukungan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran karakteristik dan efikasi diri keluarga pasien dengan infark miokard di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang melibatkan 60 anggota keluarga pasien dengan infark miokard yang dirawat di CICU dan HCCU Rumah Sakit Hasan Sadikin. Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik convenience sampling dan responden diminta untuk mengisi kuesioner. Hasil penelitian ini, usia rata-rata anggota keluarga pasien adalah 45,58 tahun dan mayoritas berjenis kelamin  perempuan. Hampir setengah dari keluarga pasien memiliki tingkat pendidikan SMA dan lebih dari setengah pasien memiliki riwayat keluarga terkait dengan penyakit jantung. Mayoritas anggota keluarga pasien tidak memiliki pengalaman dalam merawat pasien penyakit jantung sebelumnya. Skor rata-rata efikasi diri anggota keluarga untuk merawat pasien adalah 6,55. Kesimpulannya, memberikan intervensi kepada pasien dan keluarga sangat penting untuk meningkatkan efikasi keluarga dalam merawat pasien infark miokard pasca serangan. Kata kunci: Efikasi diri, infark miokard, karakteristik keluarga  Abstract Characteristics and Self-Efficacy of Family Care Giver of Patient with Myocardial Infarction in Indonesia. Myocardial infarction is one of the diseases that cause high mortality and disability in Indonesia. The development of treatment has been shown to reduce the incidence of death due to myocardial infarction. Family support is essential to optimize the patient's adherence to treatment and promote a healthy lifestyle as part of cardiac rehabilitation. Self-efficacy is important in providing family support. This study aimed to provide an overview of the characteristics and self-efficacy of family of patients with myocardial infarction in Indonesia. This study was a quantitative descriptive study involving 60 family members of patients with myocardial infarction hospitalized at CICU and HCCU in Hasan Sadikin Hospital. The sampling procedure in this study used convenience sampling techniques and respondents were asked to fill out a questionnaire. The average age of the patient's family members was 45.58 years and the majority was female. Nearly half of patients' families have high school education levels and more than half of patients have a family history of heart disease. The majority of patients' family members have no experience in treating heart disease patient previously. The average score for self-efficacy of family members to treat patients is 6.55. Conclusions is giving intervention to patients and families is very important to improve family efficacy in treating patients with myocardial infarction after an attack. Keywords: Self-efficacy, myocardial infarction, family characteristics
Studi Kasus : Status Neurologi Pasien Space Occupying Lesion Dengan Hiv dan Toxoplasmosis Cerebri Mutiudin, Ade Iwan; Sagala, Ridal; Pahria, Tuti; Herliani, Yusshy Kurnia; Harun, Hasniatisari; Pitriana, Epi
Jurnal Perawat Indonesia Vol. 4 No. 1 (2020): May 2020
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.18 KB) | DOI: 10.32584/jpi.v4i1.450

Abstract

Space occupying lesion merupakan desakan ruang yang diakibatkan peningkatan volume di dalam ruang intrakranial. Desakan ruang di intrakranial dapat mengakibatkan jaringan otak mengalami nekrosis sehingga dapat menyebabkan gangguan neurologik progresif. Pasien SOL dengan HIV dan Toxoplasmosis Cerebri menunjukkan hampir 80-90% ditemukan memiliki kelainan neurologik. Tujuan : menganalisis karakteristik pasien dan menganalisis status neurologi. Metode : penelitian dekriptif dengan pendekatan studi kasus observasi. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling. Alat pengumpulan data menggunakan lembaran ceklis yang merupakan kriteria status neurologis berdasarkan Nanda, lembar observasi dan MMSE. Hasil : Durasi mulai sakit yang di alami kedua pasien lebih dari 3 bulan dengan lama hari perawatan lebih dari 7 hari. Kedua pasien mempunyai riwayat penyakit penyerta yang sama dan baru mendapatkan terapi Atiretroviral setelah dirawat di rumah sakit. Gangguan status neurologis yang paling dominan tampak pada pasien Space Occupying Lesion dengan HIV dan Toxoplasmosis Cerebri diantaranya : Keluhan sakit kepala, gangguan kognitif dan gangguan berbicara serta kelemahan otot. Saran : Monitoring status neurologi secara komprehensif merupakan bagian penting terutama pada pasien Space Occupying Lesion dengan HIV dan Toxoplasmosis Cerebri, agar pelayanan yang diberikan akan lebih optimal dan berkualitas. Sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh gangguan fungsi neurologi. Case Study : Neurology Status of Patients Space Occupying Lesion with HIV and Cerebri Toxoplasmosis. Space occupying lesion is the insistence of space caused by an increase in volume in the intracranial space. Pressure in the intracranial space can brain tissue to experience necrosis so that it can cause progressive neurologic disorders. SOL patients with HIV and Cerebri Toxoplasmosis show nearly 80-90% are found to have neurological abnormalities. Aims : To analyze patient characteristics and analyze neurological status. Method : Descriptive research with an observational case study approach. The sampling technique used was consecutive sampling. Data collection tools use checklist sheets which are neurological status criteria based on Nanda, observation sheets and MMSE. Results : Duration of pain started in both patients was more than 3 months with a length of treatment more than 7 days. Both patients had a history of the same comorbidities and had only received Atiretroviral therapy after being hospitalized. The most dominant neurological status disorders seen in Space Occupying Lesion patients with HIV and Cerebri Toxoplasmosis include: Complaints of headaches, cognitive disorders and speech disorders and muscle weakness. Suggestion: Monitoring Neurology Status comprehensively is an important part especially in the patient's occupying lesion with HIV, so that the service provided will be more optimal and quality. Thus, it can reduce the morbidity and mortality rates caused by impaired neurological functions. 
Studi Kasus: Status Pernafasan Pada Pasien Myasthenia Gravis di Ruang Azalea RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Listia, Mia; Kalay, Mayriska; Kurnia, Dedi; Pahria, Tuti; Harun, Hasniatisari; Herliani, Yusshy Kurnia; Fitriana, Epi
Jurnal Perawat Indonesia Vol. 4 No. 1 (2020): May 2020
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (283.518 KB) | DOI: 10.32584/jpi.v4i1.458

Abstract

Myasthenia gravis (MG) merupakan penyakit autoimun kronis yang dimediasi oleh antibodi terhadap acetylcholin receptor (AChR)  pada membran postsynaptic dari tautan otot saraf. Hilangnya situs AchR mengakibatkan kelemahan pada otot rangka yang berhubungan dengan pernafasan serta pergerakan ekstrimitas. Sebanyak 15 % – 20 % pasien dengan MG setidaknya mengalami satu kali myasthenic crisis. Myasthenic crisis  merupakan keadaan darurat medis yang terjadi akibat kelemahan otot-otot pernafasan sehingga pasien mengalami penurunan status pernafasan. Tujuan : untuk mengetahui gambaran karakteristik dan menganalisis status pernafasan pasien MG. Metode : penelitian dekriptif dengan pendekatan observasi studi kasus. Teknik pengambilan sampel menggunakan  consecutive sampling. Pengumpulan data dan pengkajian menggunakan form pengkajian asuhan keperawatan RSHS dan lembar observasi status pernafasan nursing intervention clasification. Hasil : karakteristik  pasien dalam studi ini adalah pasien MG dengan riwayat gagal nafas,  jenis kelamin perempuan, dengan klasifikasi klinis MG IIb dan IIIb. Hasil Kedua pasien mengalami keluhan kesulitan bernafass namun saat diobservasi pasien kedua mengalami dua kali gagal nafas karena melakukan aktivitas seperti berbicara lama, mengedan, dan tertawa berlebih yang mengakibatkan kelemahan pada otot-otot pernafasan sehingga terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan penurunan saturasi oksigen. Simpulan : edukasi yang tepat mengenai aktivitas serta observasi status pernafasan secara berkala dibutuhkan pasien MG agar dapat mengontrol dan mencegah terjadinya gagal nafas yang dapat menyebabkan kematian. Case Study: Respiratory Status of Patients Myasthenia Gravis at Azalea Room Hasan Sadikin Bandung Hospital. Myasthenia gravis (MG) is a chronic autoimmune disease that is mediated by antibodies to the acetylcholine receptor (AChR) in the post-synapses membrane of the neural muscle tissues.  Loss of the AchR site results in weakness in skeletal muscle associated with breathing and limb movements. A total of 15%-20% of patients with MG have suffered a one-time crisis. The Myasthenic crisis is a medical emergency that occurs due to the weakness of the respiratory muscles so that the patient experiences decrease in respiratory status. Objective: to determine the characteristics and analyze the respiratory status of MG patients. Method: Descriptive research with an observation approach to case studies. The sampling technique uses consecutive sampling. Data collection and assessment used the RSHS nursing care assessment form and an observation sheet about the classification status of nursing interventions. Results: The characteristics of the patients in this study were MG patients with a history of respiratory failure, female sex, with clinical classification of MG IIb and IIIb. Both patients had a history of respiratory failure but when observed the second patient experienced two symptoms of respiratory failure due to activities such as prolonged talking, straining, and excessive laughter which resulted in weakness in the respiratory muscles which resulted in an increase in respiratory frequency and decreased oxygen saturation.  Conclusion: proper education about the activity and observation of respiratory status regularly is needed by MG patients to be able to control and prevent respiratory failure which can cause death.