Mahasri Shobahiya, Mahasri
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Published : 17 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

KESESUAIAN ANTARA CITA-CITA DAN PEMILIHAN PROGRAM STUDI MAHASISWA FAKULTAS AGAMA ISLAM ANGKATAN 2013/1014 Shobahiya, Mahasri; Lestari, Risma Marno
Tajdida Vol 12, No 2 (2014): Desember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The success of ones learning is influenced by the ideals to be achieved. This study answered about compatibility  of dream and selection courses year 2013/2014. By using a quantitative approach  this field research leads to the conclusion that, variety of dream year 2013/2014 is to be a teacher IS (36%), lecturers IS (7%), psychologists (2%), enterpreuner (9%) , bank employees (6%), the judge / prosecutor (1%), director (2%), undergraduate (1%), and others (36%). Students of Islamic studies-Tarbiyah  that match with mission and objectives of major is quite large (62%), which aspires to be a teacher and lecturer of IS. Students of Islamic law (Sharia) in accordance with the ideals and objectives of faculty mission are very small (3%), which aspires to be a judge year 2013/2014, to be a teacher of IS (36%), lecturers of IS (7%), psychologists (2%), enterpreuner (9 %), bank clerks (6%), the judge / prosecutor (1%), director (2%), undergraduate (1%), and others (36%). Students Prodi PAI-Tarbiyah The dreams that match with its mission and objectives of faculty are quite large ( 62 % ) , who aspires to be a teacher and lecturer of IS. Students of Islamic law ( Sharia) that match with the ideals and objectives of the faculty is very small ( 3 % ) , which aspires to be a judge / prosecutor .
MERETAS PROBLEM PERKADERAN ‘AISYIYAH DAN ALTERNATIF SOLUSI BERBASIS POTENSI Shobahiya, Mahasri
Tajdida Vol 13, No 2 (2015): Vol.13 No. 2, Desember 2015
Publisher : Muhammadiyah University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berkembangnya ‘Aisyiyah secara organisatoris dan Amal Usaha Muhammadiyah/ ’Aisyiyah (AUM/A)  secara kuantitas maupun kualitas, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, bahkan berkembang juga di beberapa Negara, tentu menuntut ketersediaan kader-kader yang militan, handal, dan professional yang akan meneruskan perjuangan para pendahulu, baik sebagai pimpinan organisasi maupun pengelola AUM/A. Sementara itu, krisis kader masih sangat dirasakan,  antara lain ditunjukkan dengan masih banyaknya warga ‘Aisyiyah yang rangkap jabatan dengan multilevel rangkap jabatan. Hal itu tentu berdampak pada tidak efektifnya kinerja personalia pimpinan dan pengelola AUM/A, juga berdampak pada rendahnya kreativitas personalia pimpinan karena terbatasnya waktu, tenaga, dan kesempatan yang dimiliki. Kondisi di atas tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Upaya solutif untuk menyelesaikan persoalan kader menjadi penting untuk dilakukan. Bagaimana strategi yang perlu dilakukan, perlu juga dirumuskan. Oleh karena itu, tulisan ini berupaya untuk meretas problem perkaderan, mengurai dan merumuskan upaya-upaya solutif berbasis potensi yang dimiliki.
TRANSISI MADRASAH TSANAWIYAH KE SEKOLAH MENENGAH ATAS (STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN MODERN MUHAMMADIYAH IMAM SYUHODO SUKOHARJO) Shobahiya, Mahasri
Tajdida: Jurnal Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah Vol 14, No 2 (2016): Desember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkritisi terhadap alasan pemilihan penyelenggaraan bentuk satuan pendidikan MTs sementara pada jenjang pendidikan di atasnya dalam bentuk SMA yang ada di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Imam Syuhodo Sukoharjo. Bahwa alasan pemilihan penyelenggaraan bentuk satuan pendidikan MTs sementara pada jenjang pendidikan di atasnya dalam bentuk SMA yang ada di Pondok Pesantren Modern Imam Syuhodo Sukoharjo dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu (1) Bidang kurikulum; dengan satuan pendidikan SMA yang merupakan lembaga pendidikan di bawah binaan Kemendikbud, pengembangan kurikulum relatif lebih leluasa dan dirasakan ada kebebasan, termasuk mengembangkan kurikulum berbasis pesantren Muhammadiyah; (2) Bidang kesejahteraan; dengan satuan pendidikan SMA yang merupakan lembaga pendidikan di bawah binaan Kemendikbud dirasakan lebih sejahtera, karena lembaga cukup mudah memperoleh bantuan. Hal itu sangat terasa ketika dibandingkan dengan MTs yang berada di bawah binaan Kemenag; dan (3) Bidang administrasi; dengan satuan pendidikan SMA yang merupakan lembaga pendidikan di bawah binaan Kemendikud dirasakan urusan administrasi tidak seribet dan sesulit dalam bentuk MTs yang berada di bawah binaan Kemenag.
MERETAS PROBLEM PERKADERAN ‘AISYIYAH DAN ALTERNATIF SOLUSI BERBASIS POTENSI Shobahiya, Mahasri
Tajdida: Jurnal Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah Vol 13, No 2 (2015): Desember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berkembangnya ‘Aisyiyah secara organisatoris dan Amal Usaha Muhammadiyah/ ’Aisyiyah (AUM/A)  secara kuantitas maupun kualitas, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, bahkan berkembang juga di beberapa Negara, tentu menuntut ketersediaan kader-kader yang militan, handal, dan professional yang akan meneruskan perjuangan para pendahulu, baik sebagai pimpinan organisasi maupun pengelola AUM/A. Sementara itu, krisis kader masih sangat dirasakan,  antara lain ditunjukkan dengan masih banyaknya warga ‘Aisyiyah yang rangkap jabatan dengan multilevel rangkap jabatan. Hal itu tentu berdampak pada tidak efektifnya kinerja personalia pimpinan dan pengelola AUM/A, juga berdampak pada rendahnya kreativitas personalia pimpinan karena terbatasnya waktu, tenaga, dan kesempatan yang dimiliki. Kondisi di atas tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Upaya solutif untuk menyelesaikan persoalan kader menjadi penting untuk dilakukan. Bagaimana strategi yang perlu dilakukan, perlu juga dirumuskan. Oleh karena itu, tulisan ini berupaya untuk meretas problem perkaderan, mengurai dan merumuskan upaya-upaya solutif berbasis potensi yang dimiliki.
TIPOLOGI LEMBAGA PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF GEORGE MAKDISI Shobahiya, Mahasri
Suhuf Volume 28., No.2., Nopember 2016
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 Tulisan ini mengungkap tentang tipologi lembaga pendidikan dalam perspektif George Makdisi. Makdisi mengungkap mulai dari lembaga pra madrasah sampai pada lahirnya madrasah dan lembaga-lembaga serumpun, yang ternyata menunjukkan beberapa keunikan, di antaranya adalah dimulai dari tumbuhnya lembaga yang paling sederhana, dalam bentuk masjid sampai pada lahir cikal-bakal perguruan tinggi. Keunikan-keunikan tersebut, baik berkaitan dengan nama, bentuk, pendiri atau pengembang, maupun tipe pengembangannya. Sebagai contoh, pendiri lembaga pendidikan, ada yang dari pengajarnya sendiri dan ada pula yang pejabat yang sedang berkuasa saat itu; pengembangannya, ada yang sangat bergantung pada penguasa dan ada pula yang ada kemandirian dari pengajarnya; bentuknya, ada berasrama dan ada pula yang tidak berasrama; sedangkan berkaitan dengan materi kajiannya, ada yang hanya mengkaji salah satu sub kajian ilmu-ilmu keislaman dan ada yang satu lembaga menfasilitasi beberapa sub kajian, bahkan ada pula yang menfasilitasi ilmu-ilmu non keislaman.
STUDI KOMPARATIF PROFIL GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS Shobahiya, Mahasri
Suhuf Vol 29, No 1 (2017): Mei
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk melakukan aktivitas membimbing, melatih, dan membiasakan siswa untuk bersikap dan berperilaku yang baik. Oleh karena itu, peran dan tanggung jawab guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sangatlah mulia. Hasan Langgulung dalam salah satu bagian dari bukunya secara khusus menuliskan tentang guru. Di sisi lain, Syed Muhammad Naquib Al-Attas menawarkan konsep yang lain  tentang peran guru PAI, yang  tidak sekedar mentransfer ilmu semata atau sebagai  mu’allim melainkan juga menanamkan nilai-nilai, yaitu sebagai muaddib.Pemikiran para filosof muslim abad modern tersebut merupakan solusi yang dapat menjawab permasalahan yang ada dalam kependidikan Islam, khususnya bagi guru PAI. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji pemikiran mereka tentang profil guru, yang dikaitkan dengan guru PAI, dengan rumusan masalah “Bagaimana profil guru PAI dalam perspektif Hasan Langgulung dan Syed Muhammad Naquib Al-Attas?”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil guru PAI dalam perspektif Hasan Langgulung dan Syed Muhammad Al-Attas.Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif. Sumber data primer yang digunakan adalah karya Hasan Langgulung; sedangkan sumber data skunder adalah referensi yang mendukung data kedua tokoh tersebut. Adapun metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi; serta metode analisis datanya adalah dengan metode content analysis.Temuan penelitian adalah bahwa antara Hasan Langgulung dan Al-Attas keduanya memiliki pemikiran yang berbeda tentang profil guru PAI. Perbedaan tersebut antara lain: (1) pengertian guru PAI dalam pandangan Hasan Langgulung adalah ulama, yaitu orang-orang yang memiliki pengetahuan di atas orang lain (para murid), sedangkan Al-Attas mendefinisikan  guru PAI sebagai muaddib, yaitu orang yang menanamkan nilai atau adab kepada peserta didik; (2) Kedudukan guru PAI dalam pandangan Hasan Langgulung adalah sejajar dengan ulama atau satu tingkat di bawah para rasul, sedangkan Al-Attas berpandangan bahwa kedudukan guru PAI adalah sama dengan kedudukan seorang ayah; (3) Tugas guru PAI dalam pandangan Hasan Langgulung adalah mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi peserta didik dengan menjalankan peran sebagai transmitter, fasilitator, motivator, dan dinamisator, sedangkan Al-Attas berpandangan bahwa tugas guru PAI adalah mengajar dan mendidik siswa dengan menggantikan peran ayah di sekolah sebagai pemimpin, pembimbing, dan korektor bagi peserta didik; dan (4) Karakteristik guru PAI dalam pandangan Hasan Langgulung adalah bermoral tinggi, memiliki ilmu yang luas, dan mampu menampilkan diri sebagai model, sedangkan menurut Al-Attas adalah beradab, memiliki pengetahuan di berbagai bidang ilmu, sabar, dan perhatian.
PENGGUNAAN KATA “لا” BERMAKNA “JANGAN” DALAM AL-QUR’AN (PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM) Abdulkarim Zulfa Ahmadi, Abdulkarim; Shobahiya, Mahasri
Suhuf Vol 29, No 2 (2017): nopember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 Beberapa pakar psikologi dan parenting mengingatkan pada guru dan orang tua untuk menghindari penggunaan kata “jangan” dalam mendidik anak, karena hal tersebut akan menjadikan anak tertekan serta menganggap bahwa dunia ini penuh dengan aturan yang menekan. Sementara itu, dalam Al-Qur’an tidak sedikit ayat yang menggunakan kata “لا” bermakna “jangan”, bahkan lebih dari 300 ayat menggunakan kata tersebut.Penelitian ini menemukan bahwa ayat-ayat yang mengandung kata “لا” bermakna “jangan” dalam Al-Qur’an dan Terjemahnya, yang diterbitkan Kementerian Agama RI tahun 2012 terdapat dalam 358 ayat yang tersebar dalam 64 Surat. Ayat yang mengandung kata “لا” bermakna “jangan” dapat dikelompokkan dalam tiga bidang, yaitu Akidah, Akhlak, dan Syariat. Selain tiga bidang tersebut, beberapa ayat Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat kata “لا” bermakna “jangan” merupakan sebuah do’a dan kisah-kisah masa lampau yang tertulis dalam Al-Qur’an, sehingga bukan termasuk ayat-ayat larangan yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam.Ayat-ayat yang mengandung larangan pada bidang Akhlak memiliki jumlah lebih banyak dibandingkan dengan bidang lainnya, karena bidang tersebut mencakup beberapa aspek kehidupan, baik berhubungan dengan Sang Pencipta, manusia, alam, dan diri sendiri. Sedangkan, untuk terbanyak kedua adalah dalam bidang Akidah, di dalamnya terdapat ayat larangan dengan redaksi yang sama diulang berkali-kali pada ayat ataupun surat yang berbeda. Tampaknya Allah bermaksud untuk memberikan penekanan lebih terhadap pendidikan Islam, terutama keimanan kepada Allah Swt. Ayat larangan pada bidang Syariat lebih sedikit dibandingkan dengan dua bidang lainnya. Hal itu bisa disebabkan, karena ketentuan-ketentuan syariat telah banyak dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak menggunakan kata “لا” bermakna “jangan”.
KESESUAIAN ANTARA CITA-CITA DAN PEMILIHAN PROGRAM STUDI MAHASISWA FAKULTAS AGAMA ISLAM ANGKATAN 2013/1014 Shobahiya, Mahasri; Lestari, Risma Marno
Tajdida: Jurnal Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah Vol 12, No 2 (2014): Desember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The success of one's learning is influenced by the ideals to be achieved. This study answered about compatibility  of dream and selection courses year 2013/2014. By using a quantitative approach  this field research leads to the conclusion that, variety of dream year 2013/2014 is to be a teacher IS (36%), lecturers IS (7%), psychologists (2%), enterpreuner (9%) , bank employees (6%), the judge / prosecutor (1%), director (2%), undergraduate (1%), and others (36%). Students of Islamic studies-Tarbiyah  that match with mission and objectives of major is quite large (62%), which aspires to be a teacher and lecturer of IS. Students of Islamic law (Sharia) in accordance with the ideals and objectives of faculty mission are very small (3%), which aspires to be a judge year 2013/2014, to be a teacher of IS (36%), lecturers of IS (7%), psychologists (2%), enterpreuner (9 %), bank clerks (6%), the judge / prosecutor (1%), director (2%), undergraduate (1%), and others (36%). Students Prodi PAI-Tarbiyah The dreams that match with its mission and objectives of faculty are quite large ( 62 % ) , who aspires to be a teacher and lecturer of IS. Students of Islamic law ( Sharia) that match with the ideals and objectives of the faculty is very small ( 3 % ) , which aspires to be a judge / prosecutor .
IDENTIFYING THE CULTURE OF THE MUHAMMADIYAH ISLAMIC BOARDING SCHOOL Mardalis, Ahmad; Ahmadi, Mirzam Arqy; Shobahiya, Mahasri; Saleh, Minhayati
International Journal of Educational Management and Innovation Vol 2, No 3 (2021)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12928/ijemi.v2i3.4043

Abstract

This study aims to determine the organizational culture at the Muhammadiyah Islamic Boarding School. This research method includes qualitative research with the object of research is the Islamic Boarding School Modern Imam Syuhodo Sukoharjo. This study's collection method was obtained by seeking information from high-ranking informants and distributing questionnaires filled out by respondents at the Muhammadiyah Islamic Boarding School. Data collection techniques are carried out by interview, observation, and documentation supported by OCAI instruments. The results of the Leadership Research show that from the point of view of the leadership's assessment of the current dominant organizational culture, namely clan culture (40) and hierarchy (23). The data obtained shows that there is a significant difference between clan and hierarchy. The research results concluded that clan is the dominant culture for the current organizational culture and the dominant culture for the expected culture. At the same time, the hierarchy becomes the dominant culture in the second position. Then the organization needs a greater sense of kinship and better regulations to maintain organizational stability.
MERETAS PROBLEM PERKADERAN ‘AISYIYAH DAN ALTERNATIF SOLUSI BERBASIS POTENSI Mahasri Shobahiya
Tajdida: Jurnal Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah Vol 13, No 2 (2015): Desember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berkembangnya ‘Aisyiyah secara organisatoris dan Amal Usaha Muhammadiyah/ ’Aisyiyah (AUM/A)  secara kuantitas maupun kualitas, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, bahkan berkembang juga di beberapa Negara, tentu menuntut ketersediaan kader-kader yang militan, handal, dan professional yang akan meneruskan perjuangan para pendahulu, baik sebagai pimpinan organisasi maupun pengelola AUM/A. Sementara itu, krisis kader masih sangat dirasakan,  antara lain ditunjukkan dengan masih banyaknya warga ‘Aisyiyah yang rangkap jabatan dengan multilevel rangkap jabatan. Hal itu tentu berdampak pada tidak efektifnya kinerja personalia pimpinan dan pengelola AUM/A, juga berdampak pada rendahnya kreativitas personalia pimpinan karena terbatasnya waktu, tenaga, dan kesempatan yang dimiliki. Kondisi di atas tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Upaya solutif untuk menyelesaikan persoalan kader menjadi penting untuk dilakukan. Bagaimana strategi yang perlu dilakukan, perlu juga dirumuskan. Oleh karena itu, tulisan ini berupaya untuk meretas problem perkaderan, mengurai dan merumuskan upaya-upaya solutif berbasis potensi yang dimiliki.