Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Pertunjukan Ronggeng Ketuk dan Topeng pada Upacara Ngarot di Desa Lelea Kabupaten Indramayu (Sebuah Kajian Interaksi Simbolik) Hidayat, Lina Marliana
PANGGUNG Vol 24, No 1 (2014): Fenomena dan Estetika Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v24i1.105

Abstract

ABSTRACTNgarot is a folk festival of Lelea village in Indramayu, West Java. The both of performances, Ronggeng Ketuk and Mask Dance, are those considered to have a symbolic relationship with the participants of the ceremony those are both of young men (Bujang) and women (Cuwene). It is the conception of the symbolic relationship that is interesting to be observed deeply.This study uses qualitative method such as symbolic interactive theory approach. The relation- ship of the series of Ngarot ceremony is a symbolic system series that can not be separated from one to another.Keywords: Ngarot, Ronggeng Ketuk, Topeng, symbolic interactionABSTRAKNgarot merupakan pesta rakyat desa Lelea di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Dua pertunjukan yaitu Ronggeng Ketuk dan Topeng merupakan pertunjukan yang dianggap me- miliki keterkaitan simbolik dengan peserta upacara yaitu Bujang (pemuda) dan Cuwene (pemudi). Gambaran keterkaitan simbolik itulah yang menarik untuk diamati lebih men- dalam.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan teori interaksi sim- bolik. Hubungan rangkaian Upacara Ngarot merupakan rangkaian sistem simbol yang tak bisa dilepaskan antara satu dengan yang lainnya.Kata kunci: Ngarot, Ronggeng Ketuk, Topeng, interaksi simbolik
Pertunjukan Ronggeng Ketuk dan Topeng pada Upacara Ngarot di Desa Lelea Kabupaten Indramayu (Sebuah Kajian Interaksi Simbolik) Hidayat, Lina Marliana
PANGGUNG Vol 24, No 1 (2014): Fenomena dan Estetika Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.083 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v24i1.105

Abstract

ABSTRACTNgarot is a folk festival of Lelea village in Indramayu, West Java. The both of performances, Ronggeng Ketuk and Mask Dance, are those considered to have a symbolic relationship with the participants of the ceremony those are both of young men (Bujang) and women (Cuwene). It is the conception of the symbolic relationship that is interesting to be observed deeply.This study uses qualitative method such as symbolic interactive theory approach. The relation- ship of the series of Ngarot ceremony is a symbolic system series that can not be separated from one to another.Keywords: Ngarot, Ronggeng Ketuk, Topeng, symbolic interactionABSTRAKNgarot merupakan pesta rakyat desa Lelea di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Dua pertunjukan yaitu Ronggeng Ketuk dan Topeng merupakan pertunjukan yang dianggap me- miliki keterkaitan simbolik dengan peserta upacara yaitu Bujang (pemuda) dan Cuwene (pemudi). Gambaran keterkaitan simbolik itulah yang menarik untuk diamati lebih men- dalam.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan teori interaksi sim- bolik. Hubungan rangkaian Upacara Ngarot merupakan rangkaian sistem simbol yang tak bisa dilepaskan antara satu dengan yang lainnya.Kata kunci: Ngarot, Ronggeng Ketuk, Topeng, interaksi simbolik
Simbolisme Katak dalam Upacara Meminta Hujan Babangkongan di Desa Surawangi Kabupaten Majalengka Lina Marliana Hidayat
PANGGUNG Vol 31, No 3 (2021): Budaya Ritual, Tradisi, dan Kreativitas
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (743.203 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v31i3.1715

Abstract

Upacara Babangkongan dilaksanakan masyarakat Desa Surawangi Kabupaten Majalengkapada musim halodo (hujan tidak turun-turun). Masyarakat desa Surawangi percaya bahwadengan melaksanakan upacara Babangkongan, hujan akan turun. Penelitian ini menggunakanmetode kualitatif dengan pendekatan teori simbolisme dari Mircea Eliade yang menekankannilai eksistensial simbolisme, di mana simbol selalu mengarahkan pada suatu situasi manusiaterlibat di dalamnya, juga selalu menjaga hubungan dengan sumber kehidupan yangmelingkunginya. Ketika sawah kekurangan air, mereka melakukan upacara meminta hujanBabangkongan. Upacara dilakukan malam hari dari rumah Kuwu (kepala desa). Diawali denganupacara berdoa bersama yang dipimpin seorang kokolot (tetua desa), kemudian aktor yangberperan sebagai Bangkong (katak) menaiki usungan lalu diarak keliling Desa mengambilalur melawan arah jarum jam yang disebut Ider Naga. Pada saat keliling itu para pengusungmenirukan suara katak yang bersahut-sahutan, beberapa penduduk sudah menunggu arakarakansambil mengguyurkan air dari ember dan wadah lainnya kepada aktor yang berperansebagai Bangkong. Upacara Babangkongan berakhir kembali ketitik berangkat di rumah Kuwu(kepala desa). Kemudian di adakan upacara penutup, upacara Babangkongan selesai. Peniruansuara katak dan penghadiran aktor yang berperan sebagai katak merupakan bentuk simbolismeKatak yang erat hubungannya dengan mendatangkan hujan.Hujan untuk kesuburan sawah.Kata kunci: Babangkongan, katak, simbolisme katak
TARI PAKSITUWUNG KARYA GUBAHAN DALAM PENYAJIAN TARI Luky Astri dan Lina Marliana Hidayat
Jurnal Seni Makalangan Vol 6, No 1 (2019): "Menari dengan Hati-Menandak dengan Rasa"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (521.336 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v6i1.1002

Abstract

ABSTRAKTari Paksi Tuwung merupakan tarian putri berkarakter halus, karena memiliki nilai-nilai kodrat seorang wanita yang lemah lembut dan berbudi luhur, dapat ditarikan tunggal maupun kelompok. Hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi sehingga ditetapkan sebagai sumber garap dalam penyajian tari. Oleh karena itu, tujuan dari garap gubahan tari ini adalah untuk mewujudkan suatu penyajian baru tanpa meng-hilangkan esensi sumbernya. Dengan demikian, maka metode penyajian yang digunakan adalah metode gubahan tari dengan melakukan pe-ngembangan motif gerak baik itu tenaga, ruang dan waktu disertai pengembangan pola lantai, arah gerak, arah hadap, dan unsur penunjang lainnya. Adapun hasil yang dicapai adalah suatu gaya penyajian baru tanpa menghilangkan identitas sumbernya.Kata Kunci: Paksi Tuwung, Gegubahan, Penyajian Tari. ABSTRACTPaksi Tuwung Dance Works Of Gubahan In Dance Presentation, June 2018. Paksi Tuwung dance is a female dance with fine character, because it has the natural values of a woman who is gentle and virtuous, can be danced singly or in groups. This is the main attraction for so that it is determined as a source of work on the presentation of dance. Therefore, the purpose of working on this dance composition is to realize a new presentation without losing the essence of the source. Thus, the presentation method used is a dance composition method by developing motive motives in terms of energy, space and time accompanied by the development of floor patterns, direction of motion, direction of facing, and other supporting elements. The result achieved is a new presentation style without losing the identity of the source. Keywords: Paksi Tuwung Dance, Gubahan, Presentation Dance.  
CETTA (Penciptaan Tari Dramatik) Desi Herdianti dan Lina Marliana Hidayat
Jurnal Seni Makalangan Vol 4, No 1 (2017): "Spirit Tubuh Tanpa Batas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/mklng.v4i1.1089

Abstract

ABSTRAKCetta merupakan karya tari dramatik yang terinspirasi oleh tokoh Dewi Sartika, hasil dari diskusi yang membahas tentang tokoh pahlawan wanita Indonesia yang berperan penting bagi kemajuan bangsa. Dewi Sartika, bagi generasi muda khususnya kaum perempuan di Jawa Barat, merupakan tokoh perintis pendidikan yang membawa kesadaran kaum wanita untuk sekolah. Cetta sebagai karya tari kontemporer mencoba ‘menghadirkan” sepak terjang (kaparigelan) tokoh Dewi Sartika melalui ekspresi estetis koreografi dalam tiga bagian pembabakan. Proses kreatif penciptaan tari kontemporer ini dilakukan secara bertahap dan memiliki pesan moral yang berhubungan dengan kemajuan kaum perempuan Sunda. Metode garap yang digunakan bersifat eksploratif, artinya di dalam garapan konsep dasar penciptaan non tradisi dengan bentuk dramatik dipilih sebagai daya ungkapnya. Adapun hasil yang dicapai adalah pertunjukan tari dramatik yang berjudul Cetta dalam kilasan-kilasan dramatik yang mampu menampilkan pesan-pesan simbolik tentang “kaparigelan” ketokohan Dewi Sartika.Kata kunci: Dewi Sartika, Tari Dramatik, Proses kreatif.  ABSTRACTCetta Dramatic Dance Creation, June 2017. Cetta is a dramatic dance work inspired by the figure of Dewi Sartika, the result of a discussion that discusses the Indonesian female hero who plays an important role for the progress of the nation. Dewi Sartika, for the younger generation, especially women in West Java, is a pioneering figure in education who brings women's awareness to school. Cetta, as a contemporary dance work, tries to present the "lunge" (kaparigelan) of Dewi Sartika through the aesthetic expression of choreography in three parts of the presentation. The creative process of creating contemporary dance is done in stages and has a moral message related to the progress of Sundanese women. The working method used is exploratory, meaning that in the basic concept of non-traditional creation with a dramatic form is chosen as the power of expression. The result achieved was a dramatic dance performance titled Cetta in dramatic flashes capable of displaying symbolic messages about the "captivity" of Dewi Sartika's figureKeyword: Dewi Sartika, Dramatic Dance, Creative Process.  
TARI ANAK-ANAK PADA PESTA BEDAH BUGEL DI DESA KARYASARI KABUPATEN GARUT Lina Marliana Hidayat; Eti Mulyati
Jurnal Seni Makalangan Vol 8, No 2 (2021): "Tari Di Ruang Virtual"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/mklng.v8i2.1785

Abstract

ABSTRAKTari anak-anak  merupakan jenis tari yang menarik untuk dibicarakan, karena melibatkan anak-anak yang disesuaikan dengan tingkatan usianya. Anak-anak Desa Karyasari, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut telah memiliki tari anak-anak Kukudaan, hasil kreasi seorang seniman desa bernama Genta. Tari Kukudaan ini sangat sederhana tetapi disukai oleh anak-anak, terutama anak laki-laki. Kesederhanaan ini menjadi modal kreativitas bersama untuk lebih menarik dipertunjukkan melalui pengemasan baru, baik koreografinya maupun rias busananya. Pengemasan ini merupakan bagian dari program pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan dosen ISBI Bandung dari Prodi Tari. Proses pengayaan tari ditambahkan tari untuk anak-anak perempuan, yaitu Tari Tokecang dan Tari Bardin. Kedua tarian ini merupakan hasil kursus tari ISBI Bandung, dengan  memanfaatkan teori Patrice Pavis dan menggunakan metode kualitatif dengan cara penelitian terlibat. Hasil dari penggalian dan pengemasan tersebut, dilatihkan kepada anak-anak Desa Karyasari dan dipertunjukan pada Pesta Bedah Bugel yang disaksikan oleh seluruh masyarakat luas. Pesta Bedah Bugel merupakan pesta menangkap ikan-ikan kecil di muara sungai Ciceleng di dekat Karang Paranje. Kata Kunci: Tari Anak-anak, Kemasan Tari, Bedah Bugel. ABSTRACTChildren Dance At Bugel Surgery Party In Karyasari Village, Garut Regency, December 2021. Children's dance is an interesting type of dance to talk about because it involves children who are adjusted to their age level. The children of Karyasari village, Cibalong sub-district, Garut regency have had the Kukudaan children's dance, created by a village artist named Genta. This Kukudaan dance is very simple but is liked by children, especially boys. This simplicity is the capital of mutual creativity to be more attractive in the show through new packaging, both choreography and fashion makeup.This packaging is part of the community service program carried out by ISBI Bandung lecturers from the Dance study program. The dance enrichment process added dances for girls, namely the Tokecang Dance and the Bardin Dance. These two dances are the result of the ISBI Bandung dance course. Qualitative methods are used by engaging in research and utilizing the theory of Patrice Pavis. The results of the excavation and packaging were trained to the children of the Karyasari village and performed at a Bedah Bugel party which was witnessed by the entire community. The  Bedah Bugel party is a party to catch small fish at estuary of the Ciceleng river near Karang Paranje. Keywords: Children's Dance, Recomposition, Bedah Bugel.
PENGEMASAN UPACARA BABANGKONGAN MENJADI BENTUK PERTUNJUKAN HELARAN Yayat Hidayat
Jurnal Seni Makalangan Vol 6, No 2 (2019): "Menjaga Asa Merajut Cita"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/mklng.v6i2.1056

Abstract

ABSTRAKUpacara Babangkongan merupakan upacara kesuburan atau upacara meminta Hujan di daerah Surawangi, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka. Upacara ini dilakukan pada musim kemarau (halodo) ketika kondisi air untuk mengairi sawah berkurang, bahkan kering kerontang. Upacara Babangkongan bentuknya sederhana, memperlihatkan seorang laki-laki ditandu di atas tandu terbuka (dongdang) oleh empat orang laki-laki, kemudian diarak keliling sambil teriak menirukan suara katak (bangkong) dengan irama naik-turun dan riuh. Masyarakat Desa Su-rawangi menyambutnya dengan mengguyur laki-laki yang menirukan suara Bangkong tersebut dengan air, dan biasanya memberikan uang saweran pada para pembawa dongdang. Masyarakat Surawangi mempercayai, bahwa tradisi Upacara Babangkongan ini kalau dilaksanakan akan turun hujan. Metode yang digunakan untuk pengemasan upacara Baba-ngkongan ini adalah metode garap melalui beberapa tahapan yang meliputi; eksplorasi, impro-visasi, komposisi, dan evaluasi. Hasil dari garapan ini adalah pengemasan Upacara Babangkongan menjadi Seni Pertunjukan Helaran atau Seni Pertunjukan Jalanan untuk kepentingan berbagai peristiwa budaya pada masyarakat Surawangi yang dipentaskan dalam bentuk Helaran maupun Pertunjukan di atas panggung.Kata Kunci: Desa Surawangi, Upacara Babangkongan, Kesuburan, Helaran. ABSTRACT. Packaging Babangkongan Ceremony Became Form Of Toward Performance, December 2019. Babangkongan ceremony is a fertility ceremony or a ceremony to ask for rain in Surawangi area, Jatiwangi District, Majalengka Regency. This ceremony is carried out in Halodo (Dry) season when the water condition for irrigating the rice fields are reduced, even parched. The Babangkongan ceremony is simple in shape, showing a man being carried on a dongdang (open stretcher) by four men, then paraded around while shouting and imitating the sound of Bangkong (frog) with an up and down and noisy rhythm. Surawangi villagers welcomed him by flushing the man who is imitating the sound of Bangkong (Frog) with water, and usually give Saweran (money) to the Dongdang carriers. Surawangi people believe that when the tradition of Babangkongan Ceremony is carried out, then the rain will come. The method which is used for packaging the Babangkongan ceremony is a working (garap) method through several stages which include exploration, improvisation, composition, and evaluation. The result of this work is the packaging of Babangkongan Ceremony as Helaran Performing Arts or Street Performing Arts for the benefit of various cultural events in Surawangi community which can be performed in the form of Helaran and Performances on stage.Keywords:.Surawangi.Village,.Babangkongan.Ceremony,.Fertilit,.Helaran.
PENYAJIAN TARI BADAYA Teti Nurhayati; Lina Marliana Hidayat
Jurnal Seni Makalangan Vol 8, No 1 (2021): "GERAK TUBUH TARI MENGALIR MENCIPTA ASA DAN CITA"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/mklng.v8i1.1618

Abstract

ABSTRAKTari Badaya merupakan salah satu genre tari Wayang yang berkarakter putri ladak, pada umumnya dikelompokkan menjadi dua status yaitu jabatan dan pertokohan. Salah satu repertoarnya adalah tari Badaya, termasuk nama jabatan yang bertugas untuk menghibur para raja dalam cerita pewayangan. Materi tarian ini dipilih karena memiliki keunikan dan nilai estetik tersendiri sehingga memiliki daya tarik sebagai sajian pertunjukan. Dengan demikian, penulis mendapatkan peluang krea-tivitas untuk menggarap kembali penyajian tari Badaya melalui olahan gerak yang bervariasi dan garap pola ruang yang inovatif. Untuk mewujudkan peluang tersebut, maka landasan teori yang dipakai adalah teori gegubahan. Sejalan dengan teori tersebut, maka metode garap yang digunakan adalah gubahan tari dengan langkah-langkah implementasi melalui; eksplorasi, evaluasi dan komposisi. Proses garap penyajian ini bertujuan menghasilkan suatu bentuk dan gaya penyajian tari Badaya yang berbeda tanpa menghilangkan esensi dan identitas sumbernya.Kata Kunci: Penyajian Tari, Tari Wayang, Tari Badaya. ABSTRACTPresentation Of Badaya Dance, June 2021. Badaya dance is one of the Wayang dance genres with the character of ladak's putri, generally grouped into two statuses, namely position and character. One of his repertoires is the Badaya dance, including the name of the title assigned to entertain the kings in wayang stories. This dance material was chosen because it has its own uniqueness and aesthetic value so that it has appeal as a performance presentation. Thus, the authors get creative opportunities to rework the presentation of the Badaya dance through varied motion processing and work on innovative spatial patterns. To realize this opportunity, the theoretical basis used is the theory of gegubahan. In line with this theory, the working method used is gubahan tari with implementation steps through; exploration, evaluation and composition. The process of working on this presentation aims to produce a different form and style of presentation of the Badaya dance without losing the essence and identity of the source.Keyword: Dance Presentation, Wayang Dance, Badaya Dance.
CINGCOWONG: UPACARA RITUAL MEMINTA HUJAN DI DESA LURAGUNG LANDEUH KECAMATAN LURAGUNG KABUPATEN KUNINGAN Lina Marliana Hidayat
Ekspresi Seni : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni Vol 17, No 2 (2015): Ekspresi Seni
Publisher : LPPMPP Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (852.038 KB) | DOI: 10.26887/ekse.v17i2.105

Abstract

Cingcowong adalah sebuah ritual meminta hujan yang terdapat di desa Luragung landeuh. Cingcowong merupakan nama boneka sawah yang dalam bahasa Sunda disebut bebegig. Bentuk boneka Cingcowong menyerupai orang-orangan dengan rupa  perempuan  cantik.  Penelitian  ini  menggunakan  metode  kualitatif  dengan cara deskriptif analitis.Cingcowong  dilakukan oleh seorang punduh atau pawang mediamik.  Cingcowong  memiliki  konsep  kepercayaan  papat  kalima  pancer. Sampai  sekarang   Cingcowong   masih  dilakukan   karena  masyarakat   percaya bahwa   upacara   ritual   ini   dapat   menyuburkan    lahan   pertanian    mereka. Cingcowong sebagai representasi simbol masyarakat Luragung landeuh. 
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SECARA BERKELANJUTAN MELALUI KULIAH KERJA MAHASISWA (KKM) TEMATIK Shohifah Annur; Lina Marliana Dewi; Farid Wajdi; Hamdan Hamdan
Indonesian Community Service and Empowerment Journal (IComSE) Vol 3 No 2 (2022): Indonesian Community Service and Empowerment Journal (IComSE)
Publisher : Divisi Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (DP2M) UNIKOM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34010/icomse.v3i2.7697

Abstract

Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) merupakan kegiatan pengabdian masyarakat yang harus ditempuh oleh mahasiswa S1. Kondisi pandemi covid mengubah konsep KKM biasa menjadi KKM Tematik. Kegiatan ini berkonsep pada pendampingan mitra secara berkelanjutan di sekitar Universitas Serang Raya (Unsera) dan tempat tinggal mahasiswa. Pendampingan ini dilakukan dalam beberapa kegiatan diantaranya: KKM-UM (Unsera Mengajar), KKM-PP (Pencipta Produk), KKM-ED (Edukasi Digital), KKM-PK (Proyek Kemanusiaan), KKM-MD (Membangun Desa). Monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan juga dijalankan oleh dosen pembimbing lapangan dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Unsera (LPPM-Unsera) di setiap periode KKM. Sebanyak 1.166 mahasiswa mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat yang digaungkan melalui KKM tematik ini.