Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

PEMBANGUNAN PULAU HASIL REKLAMASI TELUK JAKARTA DALAM PERSPEKTIF PEMBARUAN AGRARIA Adharani, Yulinda; Zamil, Yusuf Saepul; Afifah, Siti Sarah
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 4, No 2 (2020): VOL 4, NO 2 (2020): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v4i2.222

Abstract

ABSTRAKPro kontra mewarnai pembangunan reklamasi pulau di Indonesia, hal ini seperti yang terjadi pada reklamasi teluk Jakarta. Pro kontra ini terjadi karena belum adanya pengaturan yang jelas dan mengatur khusus mengenai reklamasi pulau di Indonesia. Pro kontra ini juga terjadi karena seberapa besar urgensi dilakukannya reklmasi khusunya terkait dengan kebutuhan tanah untuk memenuhi kebutuhan rumah masyarakat dan untuk siapa dirasakan manfaat dari kebijakan pembangunan reklamasi pulau tersebut. Dalam penelitian ini digunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, dengan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu metode pendekatan yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang merupakan data sekunder dengan didukung oleh data primer. Pembaruan agraria harus dimaknai adanya keadilan dalam penguasaan dan peruntukkan tanah, lebih jauh reklamasi pulau harus dilaksanakan dalam dalam rangka reforma agraria. Reklamasi pulau dapat dilakukan kalau seandainya tanah hasil reklamasi dibangun dan dikuasai sepenuhnya oleh negara serta diperuntukkan untuk masyarakat tidak mampu yang tidak mempunyai tanah. Hasil penelitian menunjukkan pembangunan reklamasi teluk Jakarta tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam pembaruan agraria, yaitu pemenuhan kebutuhan tanah untuk masyarakat miskin di ibu kota.Kata kunci: agraria; pembaruan; reklamasi.ABSTRACTControversy of coloring the reclamation development of the island in Indonesia, this is like what happened to the reclamation of the bay of Jakarta. This controversy is due to the absence of clear and specific arrangements regarding the reclamation of the island in Indonesia. This controversy is also due to the urgency of reclamation especially in relation to the need of the land to meet the needs of the community homes and for whom the benefits of the island's reclamation development policy will be felt. In this research, it is used analytical descriptive research specification, with normative juridical approach method, that is approach method which focus on library research which is secondary data supported by primary data. Agrarian reform should be interpreted as a justice in the control and designation of the land, further the reclamation of the island must be implemented within the framework of agrarian reform. The reclamation of the island can be done if in case the reclaimed land is built, it is fully controlled by the state and devoted to the landless society. The results show that the reconstruction of the bay of Jakarta is incompatible with the principles of agrarian reform, namely the fulfillment of land needs for the poor in the capital.Keywords: agrarian; renewal; reclamation.
Divestasi Saham Asing dalam Penambangan Bawah Tanah Dihubungkan dengan Kedaulatan Negara ZAMIL, YUSUF SAEPUL; TRISNAMANSYAH, PURNAMA
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 3 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (601.497 KB)

Abstract

AbstrakPeraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara secara eksplisit menentukan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus setelah lima tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi saham secara bertahap kepada peserta nasional paling sedikit 30% (tigapuluh persen). Artikel ini menjelaskan bagaimana implikasi ketentuan divestasi saham tersebut terhadap partisipasi peserta nasional dan menganalisa dari sudut pandang kedaulatan negara dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Melalui ketentuan divestasi saham ini, 70% (tujuh puluh persen) saham tetap dapat dimiliki oleh penanammodal asing. Dengan demikian, peserta nasional tetap sebagai pemegang saham minoritas. Semestinya negara melalui keterlibatan peran pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD atau badan usaha swasta menjadi pemegang saham mayoritas sebagai cerminan dari penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam nasional.Divestment of Foreign Shares in the Underground Mining in Correlation with the State Sovereignty AbstractGovernment Regulation Number 77 of 2014 on Third Amendment to Government Regulation Number 23 of 2010 concerning the Implementaon of Mineral and Coal Mining explicitly specify that the holder of Mining Business License (IUPK) Production Operations and Special Mining Business License (IUPK) Production Operations in FDI, after five years of production must divest the shares gradually to the national participants at least 30% of the total shares. This article discusses the implication of divestment provision to national participants and analyse it from the perspective of natural resources control and management by the state. Research methodology used in this article is normative juridical approach. Under this divestment provision, 70% (per cent) of shares still can be owned by foreign investors. Thus, national participants would still be minority shareholders. Supposedly, the state through the involvement role of the state government, local government, state-owned enterprises, local government-owned enterprises or private enterprises, could become the majority shareholders as the reflection of control and management of national resources by the state.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v3.n3.a9
PENERAPAN KONSEP EKOWISATA DI KECAMATAN CIHURIP KABUPATEN GARUT DALAM RANGKA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN YULINDA ADHARANI; Yusuf Saepul Zamil; Nadia Astriani; Siti Sarah Afifah
Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Vol 7, No 1 (2020): Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jppm.v7i1.25235

Abstract

Berbagai wilayah di Indonesia seringkali menjadi objek wisata yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan dengan mengembangkan dan melestarikan sumber daya alam melalui ekowisata, yang merupakan suatu bentuk wisata yang erat dengan prinsip konservasi, menggunakan strategi konservasi untuk mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di wilayah yang masih alami, sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat di wilayah tersebut. Salah satunya objek wisata yang terdapat di Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut. Artikel ini akan membahas bagaimana ekowisata dapat mendukung perlindungan dan pengelolaan lingkungan, dan bagaimana konsep ekowisata diterapkan pada objek wisata yang terdapat di Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan juridis normatif dalam arti menggunakan data kepustakaan/sekunder sebagai bahan utama penelitian. Dalam hal ini digunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan sistemik.Pengembangan ekowisata harus memperhatikan prinsip ekowisata dan kesinambungan antara lingkungan, masyarakat dan pergerakan perekonomian yang terjadi sebelum dan selama ekowisata dijalankan. Selain itu, dalam penyelenggaraan dan pengelolaan kawasan ekowisata, harus memperhatikan unsur pendidikan, perlindungan, keterlibatan masyarakat lokal, pengawasan, dan konservasi. Keterlibatan penduduk lokal harus dimaksimalkan  dengan tujuan meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.
Pengendalian Pemberian Hak Guna Usaha atas Tanah sebagai Upaya Pencegahan Kerusakan Hutan karena Perambahan Kawasan Hutan yang Dilakukan oleh Perkebunan Zamil, Yusuf Saepul
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 2 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.675 KB)

Abstract

Kasus kebakaran hutan yang terjadi di Provinsi Riau dan beberapa daerah di Indonesia menjadi bencana nasional karena dampak dari kebakaran hutan tersebut menyebabkan kabut asap yang merusak kesehatan, mengganggu aktivitas masyarakat, merusak ekosistem tumbuh-tumbuhan dan hewan, membahayakan penerbangan, protes dari negara tetangga karena adanya kabut asap, dan kerugian-kerugian lainnya. Perambahan hutan juga menyebabkan masyarakat adat dipaksa keluar dari tanah leluhur karena hutan tempat hidup dan mencari penghidupan hangus terbakar. Hal ini adalah kejahatan kemanusiaan luar biasa yang dilakukan oleh para penjarah hutan. Pemberian hak guna usaha atas tanah untuk perkebunan yang mengalihfungsikan kawasan hutan menjadi kawasan perkebunan seharusnya terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, walaupun hak guna usaha yang dimohonkan berada pada kawasan area penggunaan lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah. Pengendalian izin pengelolaan dan pemanfaatan lahan untuk perkebunan yang merambah kawasan hutan dapat dilakukan antara lain: membuat peraturan daerah tentang tata ruang wilayah dengan menetapkan kawasan hutan di dalam tidak boleh dialihfungsikan menjadi kawasan perkebunan atau kawasan lainnya, menetapkan hutan abadi di beberapa wilayah di Indonesia, dan kebijakan moratorium izin-izin usaha perkebunan. Control of Granting Land Use Permit for Plantation Which Spreads to Forest Areas in Preventing Forest Damage in Indonesia AbstractCases of fires in Riau Province and some areas in Indonesia became a national disaster due to the impact of forest fires causing smog that damage health, disrupt community activities, destruction of the ecosystem of plants and animals, endanger the flight, protests from neighboring countries because of the smog, and other loses. Encroachment also led to indigenous people being forced out of their ancestral lands as forest where they live and make a living is burned down. This is an incredible crimes against humanity committed by forest dwellers. Granting land use permit which transforms forest areas to plantation areas should be subject to prior approval of the Ministry of Environment and Forestry, although land use permit is submitted in the areas of APL which is controlled by the local government. Control and management of plantations permit which spreads to forests areas can be done in ways such as: making the regional regulation about spatial which regulates that forests should not be converted into plantation area or other areas, set eternal forests in some areas in Indonesia, and moratorium permits for the plantation.Keywords: land use permit, forest areas, spreads, control, plantation. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n2.a7
RESENSI BUKU: KONSTITUSIONALISME AGRARIA Zamil, Yusuf Saepul
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 2 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (24.367 KB)

Abstract

Buku konstitusionalisme agraria yang ditulis oleh Yance Arizona merupakan buku yang sangat komprehensif, aktual membahas mengenai konstitusionalisme agraria. Buku ini memberikan pemikiran-pemikiran baru terkait dengan konstitusionalisme agraria dan didukung oleh analisis secara mendalam mengenai putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Buku ini terdiri dari dari 10 bab.  Bab 1 konstitusi agraria: tujuan konseptual. Bab 2 perkembangan konstitusi agraria indonesia. Bab 3 konstitusi agraria dalam rezim nasionalis. Bab 4 konstitusi agraria dalam rezim pembangunan. Bab 5 konstitusi agraria dalam rezim neoliberal. Bab 6 Mahkamah Konstitusi anak kandung reformasi. Bab 7 putusan-putusan Mahkamah Konstitusi memberikan makna baru mengenai konstitusionalisme agraria. Bab 8 konsepsi konstitusional penguasaan negara atas tanah dan sumber daya alam lainnya. Bab 9 tiga konsepsi penguasaan negara atas tanah dan sumber daya alam lainnya. Bab 10 dari konstitusi agraria ke konstitusionalisme reforma agraria.DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.22
Pemberian Sertipikat Terhadap Pulau-Pulau Terluar Indonesia Dalam Menjaga Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia Zamil, Yusuf Saepul
Padjadjaran Journal of International Law Vol 1, No 1 (2017): PJIL Volume 1, Number 1, January 2017
Publisher : Padjadjaran Journal of International Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.213 KB)

Abstract

AbstrakKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional berencana mensertipikatkan pulau-pulau terluar di seluruh Indonesia. Dari pulau-pulau terluar tersebut sebagian merupakan pulau yang berpenghuni dan sebagian lainnya tidak berpenghuni. Tujuan pengsertipikatan pulau-pulau terluar tersebut  adalah menjaga kedaulatan negara dan agar status hukum di mata negara tetangga dan dunia Internasional menjadi jelas. Terhadap pulau-pulau yang tidak berpenghuni sebaiknya didaftar atas nama Republik Indonesia, sedangkan untuk pulau-pulau yang sudah berpenghuni sertipikat hak atas tanah akan diberikan kepada waga masyarakat yang tinggal di pulau tersebut sesuai dengan luasan tanah yang dimiliki masyarakat. Kebijakan pengelolaan pulau-pulau terluar Indonesia yang harus dilakukan adalah penyelenggaraan kegiatan aktivitas yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di pulau-pulau tersebut termasuk membangun pangkalan-pangkalan militer sebagai alat untuk menjaga kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kata Kunci: pendaftaran, pulau terluar, kedaulatan negara, berpenghuni, tidak berpenghuni.AbstractThe Ministry of Agricultural and Spatial Planning/National Land Agency plan to legalize outermost islands of Indonesia. These islands are partly inhabited islands and some are uninhabited. Certificating the outer-most islands is to maintain state sovereignty and legal status in the eyes of its neighbors country and the International community is clear. Against the islands are uninhabited should be registered in the name of the Republic of Indonesia, while the islands have been inhabited land rights certificates will be awarded to people live on the island in accordance with the area of land owned by the Indonesian citizen. Policy management of the outer islands of Indonesia with the activities carried out by Indonesian citizens islands including building military bases as a tool for maintaining the territorial sovereignty of the unitary Republic of Indonesia.Keywords: registration, the outermost islands, state sovereignty, inhabitate, unhabitated. 
PENERAPAN KONSEP EKOWISATA DI KECAMATAN CIHURIP KABUPATEN GARUT DALAM RANGKA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN ADHARANI, YULINDA; Zamil, Yusuf Saepul; Astriani, Nadia; Afifah, Siti Sarah
Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Vol 7, No 1 (2020): Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jppm.v7i1.25235

Abstract

Berbagai wilayah di Indonesia seringkali menjadi objek wisata yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan dengan mengembangkan dan melestarikan sumber daya alam melalui ekowisata, yang merupakan suatu bentuk wisata yang erat dengan prinsip konservasi, menggunakan strategi konservasi untuk mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di wilayah yang masih alami, sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat di wilayah tersebut. Salah satunya objek wisata yang terdapat di Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut. Artikel ini akan membahas bagaimana ekowisata dapat mendukung perlindungan dan pengelolaan lingkungan, dan bagaimana konsep ekowisata diterapkan pada objek wisata yang terdapat di Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan juridis normatif dalam arti menggunakan data kepustakaan/sekunder sebagai bahan utama penelitian. Dalam hal ini digunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan sistemik.Pengembangan ekowisata harus memperhatikan prinsip ekowisata dan kesinambungan antara lingkungan, masyarakat dan pergerakan perekonomian yang terjadi sebelum dan selama ekowisata dijalankan. Selain itu, dalam penyelenggaraan dan pengelolaan kawasan ekowisata, harus memperhatikan unsur pendidikan, perlindungan, keterlibatan masyarakat lokal, pengawasan, dan konservasi. Keterlibatan penduduk lokal harus dimaksimalkan  dengan tujuan meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.
PEMBANGUNAN PULAU HASIL REKLAMASI TELUK JAKARTA DALAM PERSPEKTIF PEMBARUAN AGRARIA Yusuf Saepul Zamil; Yulinda Adharani; Siti Sarah Afifah
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 2 Maret 2020
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pro kontra mewarnai pembangunan reklamasi pulau di Indonesia, hal ini seperti yang terjadi pada reklamasi teluk Jakarta. Pro kontra ini terjadi karena belum adanya pengaturan yang jelas dan mengatur khusus mengenai reklamasi pulau di Indonesia. Pro kontra ini juga terjadi karena seberapa besar urgensi dilakukannya reklmasi khusunya terkait dengan kebutuhan tanah untuk memenuhi kebutuhan rumah masyarakat dan untuk siapa dirasakan manfaat dari kebijakan pembangunan reklamasi pulau tersebut. Dalam penelitian ini digunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, dengan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu metode pendekatan yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang merupakan data sekunder dengan didukung oleh data primer. Pembaruan agraria harus dimaknai adanya keadilan dalam penguasaan dan peruntukkan tanah, lebih jauh reklamasi pulau harus dilaksanakan dalam dalam rangka reforma agraria. Reklamasi pulau dapat dilakukan kalau seandainya tanah hasil reklamasi dibangun dan dikuasai sepenuhnya oleh negara serta diperuntukkan untuk masyarakat tidak mampu yang tidak mempunyai tanah. Hasil penelitian menunjukkan pembangunan reklamasi teluk Jakarta tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam pembaruan agraria, yaitu pemenuhan kebutuhan tanah untuk masyarakat miskin di ibu kota. Kata kunci: agraria; pembaruan; reklamasi. ABSTRACT Controversy of coloring the reclamation development of the island in Indonesia, this is like what happened to the reclamation of the bay of Jakarta. This controversy is due to the absence of clear and specific arrangements regarding the reclamation of the island in Indonesia. This controversy is also due to the urgency of reclamation especially in relation to the need of the land to meet the needs of the community homes and for whom the benefits of the island's reclamation development policy will be felt. In this research, it is used analytical descriptive research specification, with normative juridical approach method, that is approach method which focus on library research which is secondary data supported by primary data. Agrarian reform should be interpreted as a justice in the control and designation of the land, further the reclamation of the island must be implemented within the framework of agrarian reform. The reclamation of the island can be done if in case the reclaimed land is built, it is fully controlled by the state and devoted to the landless society. The results show that the reconstruction of the bay of Jakarta is incompatible with the principles of agrarian reform, namely the fulfillment of land needs for the poor in the capital. Keywords: agrarian; renewal; reclamation.
RESENSI BUKU: KONSTITUSIONALISME AGRARIA Yusuf Saepul Zamil
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 2 Maret 2019
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Buku konstitusionalisme agraria yang ditulis oleh Yance Arizona merupakan buku yang sangat komprehensif, aktual membahas mengenai konstitusionalisme agraria. Buku ini memberikan pemikiran-pemikiran baru terkait dengan konstitusionalisme agraria dan didukung oleh analisis secara mendalam mengenai putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Buku ini terdiri dari dari 10 bab. Bab 1 konstitusi agraria: tujuan konseptual. Bab 2 perkembangan konstitusi agraria indonesia. Bab 3 konstitusi agraria dalam rezim nasionalis. Bab 4 konstitusi agraria dalam rezim pembangunan. Bab 5 konstitusi agraria dalam rezim neoliberal. Bab 6 Mahkamah Konstitusi anak kandung reformasi. Bab 7 putusan-putusan Mahkamah Konstitusi memberikan makna baru mengenai konstitusionalisme agraria. Bab 8 konsepsi konstitusional penguasaan negara atas tanah dan sumber daya alam lainnya. Bab 9 tiga konsepsi penguasaan negara atas tanah dan sumber daya alam lainnya. Bab 10 dari konstitusi agraria ke konstitusionalisme reforma agraria. Bab 1 Konstitusi Agraria membahas mengenai persoalan agraria di dalam konstitusi, perkembangannya dan pelaksanaannya dalam kebijakan pemerintah serta penafsiranpenafsiran terhadapnya dalam putusan-putusan Mahkamah Konstitusi. Konstitusi agraria berada pada dua perkembangan kajian hukum, yaitu kajian hukum konstitusi dan hukum agraria. Selama ini kajian hukum konstitusi (constitutional law) yang di Indonesia lebih dikenal dengan kajian ‘hukum tata negara’ umumnya mengkaji dimensi kelembagaan negara, peraturan perundang-undangan atau mengkaji hak-hak asasi manusia dan warga negara di dalam konstitusi, terutama berkaitan dengan hak-hak sipil dan politik, misalkan kebebasan berserikat, partai politik, pemilihan umum dan sekalian aspek yang berkaitan dengan hal tersebut. Dalam Bab ini dibahas mengenai perbandingan kontitusi agraria di berbagai negara. DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.22
Penyelesaian Sengketa Perkebunan Melalui Pendekatan Hukum Dan Sosial (Studi Kasus PTPN VIII Melawan Petani Teh Di Pangalengan Jawa Barat) Yusuf Saepul Zamil
Padjadjaran Law Review Vol. 2 (2014): PADJADJARAN LAW REVIEW
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Akhir-akhir ini sering terjadi sengketa lahan perkebunan antara masyarakat sekitar atau masyarakat adat dengan perusahaan swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pemegang ijin dari usaha perkebunan dalam bentuk Hak Guna Usaha perkebunan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Salah satu sengketa lahan perkebunan yang sekarang terjadi di Jawa Barat adalah sengketa lahan perkebunan antara masyarakat petani perkebunan teh dengan PT. Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII yang menempati lahan perkebunan teh Walatra Pangalengan milik PTPN VIII Kasus ini berawal dari dikeluarkannya surat rekomendasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung yang meminta kepada PTPN VIII untuk menyediakan lahan penampungan sementara terhadap masyarakat korban gempa Dengan berjalannya waktu masyarakat menuntut agar diberikan tanah permanen di area yang sekarang ditempati, karena rumah masyarakat yang terkena gempa berada di lereng dengan kemiringan tanah yang tinggi sehingga akan sangat berbahaya apabila terjadi gempa lagi. Dalam penelitian ini digunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, dengan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu metode pendekatan yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang merupakan data sekunder dengan didukung oleh data primer. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemecahan masalah mengenai penyelesaian sengketa perkebunan antara masyarakat dengan PTPN VIII melalui pendekatan hukum dan sosial. Penyelesaian sengketa perkebunan teh Walatra di Pangalengan Jawa Barat harus dilakukan melalui pendekatan hukum dan sosial. Penyelesaiannya pemerintah memberikan tanah pengganti beserta bangunan permanen yang layak ditempati yang srategisnya sama dengan perkebunan teh Walatra. Seandainya masyarakat tetap tidak mau untuk direlokasi, maka tanah pengganti beserta bangunan yang disediakan pemerintah diberikan kepada PTPN VIII dan pemerintah dapat memungut uang sewa kepada masyarakat pengungsi yang tidak mau direlokasi. Segala bentuk penyelesaian sengketa perkebunan antara masyarakat pengungsi dengan PT. PTPN VIII harus dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, negosiasi dengan cara damai, dan hindari cara-cara kekerasan yang dapat memicu konflik berdarah. Kata Kunci: Sengketa, Perkebunan, Hukum, Sosial