Nelli Sandra
Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Tingkat Kematangan dan Kedalaman pada Lahan Gambut yang Terkonversi Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di PT. Nafasindo Kabupaten Aceh Singkil Nelli Sandra; Manfarizah Manfarizah; Syakur Syakur
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 7, No 3 (2022): Agustus 2022
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.628 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v7i3.20094

Abstract

Abstrak. Gambut terbentuk dari tumpukkan sisa tumbuhan yang sudah mati, baik sudah melapuk maupun belum. Tumpukkan akan terus meningkat karena proses dekomposisi terhambat oleh keadaan anaerob serta keadaan lingkungan lainnya yang mengakibatkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Tingkat kematangan gambut sangat menentukan tingkat produktivitas lahan gambut, karena sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah gambut dan ketersediaan hara. Selain kematangan, kedalaman gambut merupakan faktor penentu untuk dapat tidaknya suatu gambut dijadikan lahan pertanian dan perkebunan serta menjadi salah satu pertimbangan dalam pengelolaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian. Penelitian ini dilakukan di PT. Nafasindo dengan menggunakan metode survei deskriptif melalui survei lapangan dan pengamatan lapangan.  Pengambilan sampel di lapangan berdasarkan perbedaan tahun tanam yaitu tahun 2004, 2006, 2008, 2010 dan 2013 pada setiap tahun tanam diambil tiga sampel tanah. Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua tingkat kematangan gambut yaitu tingkat hemik dan saprik. Lahan yang ditanami gambut tahun 2008, 2010, dan 2013 tergolong dalam tingkat kematangan hemik dan lahan yang ditanami tahun 2004 dam 2006 tergolong ke dalam tingkat kematangan saprik. Kedalaman gambut di PT. Nafasindo tergolong dalam tingkat kedalaman sedang dan dalam. Lahan yang ditanam pada tahun 2004, 2006, 2008 dan 2013 tergolong dalam kedalaman sedang dengan kisaran kedalaman 103,00 ± 7,94 cm sampai 133,33 ± 4,62 cm, sedangkan lahan yang ditanami  pada tahun 2010 tergolong ke tingkat kedalaman dalam dengan kedalaman 280,00 ± 0,00 cmMaturity Level and Depth of Peatland Converted to Oil Palm Plantations at PT. Nafasindo Aceh Singkil RegencyAbstract. Peat soil is formed from piles of dead plant residues, whether decomposed or not. The pile will continue to increase because the decomposition process is hampered by anaerobic conditions and other environmental conditions, which result in a low level of development of decomposing biota. The level of peat maturity greatly determines peatlands productivity because it greatly affects the level of peat soil fertility and nutrient availability. In addition to maturity, peat thickness is a determining factor for whether or not peat can be used as agricultural land and plantations and is one of the considerations in peatland management for agricultural development. This research was conducted at PT. Nafasindo uses a descriptive survey method through field surveys and field observations. Sampling in the field based on differences in planting years, namely 2004, 2006, 2008, 2010, and 2013, three soil samples were collected in each planting year. The results showed two levels of peat maturity, namely the hemic and sapric. Land planted in 2008, 2010 and 2013 was classified as hemic maturity level, and land planted in 2004 and 2006 was classified as sapric maturity level. Peat thickness at PT. Nafasindo classifiedas medium and deep thickness levels. The land planted in 2004, 2006, 2008, and 2013 was classified as medium thickness with a depth range of 103.00 ± 7.94 cm to 133.33 ± 4.62 cm, while the land planted in 2010 was classified as deep thickness with depth 280.00 ± 0.00 cm.