p-Index From 2019 - 2024
1.318
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Diponegoro Law Journal
Kabul Supriyadhie
Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Published : 17 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

KEBIJAKAN PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT MENGENAI PEMISAHAN ANAK IMIGRAN ILEGAL DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL Gabriel Laksamana Shallom; Kabul Supriyadhie; joko setiyono
Diponegoro Law Journal Vol 9, No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Tahun 2020
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (628.805 KB)

Abstract

Peristiwa migrasi telah terjadi sejak lama. Sebelum manusia memiliki tempat tinggalnya sendiri, manusia berpindah dari satu tempat ke tempat lain (nomaden). Migrasi juga terjadi karena manusia belum dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, yaitu dengan mengandalkan alam untuk memenuhi kebutuhan pangan, jika sumber pangan di tempat tersebut habis, maka akan berpindah ke tempat yang memiliki sumber pangan yang lebih banyak.  Meskipun migrasi merupakan hak, namun hak tersebut dapat dikurangi (derograble) sehingga hukum migrasi diperlukan. Permasalahan yang akan dianalisa mengenai dampak hak anak imigran ilegal pasca Perintah Eksekutif Pemisahan Anak Imigran Ilegal. Dalam hubungannya dengan anak imigran, juga telah diatur dalam Konvensi Hak Anak. Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui hak anak dalam Perintah Eksekutif tersebut. Melalui penelitian ini disimpulkan bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan hukum Internasional, dan Pemerintah Amerika Serikat wajib menyatukan kembali anak yang terpisah dari orangtuanya.
TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN SIPIL DALAM KEKEJAMAN REZIM BASHAR AL-ASSAD DI SURIAH Godvin Triastama Simamora*, Soekotjo Hardiwinoto, HM. Kabul Supriyadhie
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (442.377 KB)

Abstract

Skripsi ini berjudul Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Korban Sipil Dalam Kekejaman Rezim Bashar Al-Assad di Suriah, bertujuan untuk mengetahui apakah konflik bersenjata di Suriah termasuk konflik bersenjata non-internasional atau internasional dan mengetahui upaya para pihak untuk melakukan perlindungan penduduk sipil di masa perang.Metode Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan spesifikasi deskriptis analitis. Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan, bahan-bahan yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif.Penelitian yang dilakukan penulis mendapatkan hasil bahwa konflik yang terjadi di Suriah merupakan konflik bersenjata non-internasional, karena telah memenuhi kriteria yang ada menurut Pasal 1 Protokol Tambahan II/1977. Secara yuridis normatif perlindungan penduduk sipil diatur lengkap dalam Pasal 13 Protokol Tambahan II/1977 yang menyebutkan bahwa penduduk sipil berhak menerima perlindungan umum dari bahaya operasi-operasi militer. Terdapat pelanggaran Hukum Humaniter Internasional karena banyak korban jiwa yang justru dari penduduk sipil di wilayah Suriah.
TINJAUAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL TERKAIT PENGHANCURAN BENDA-BENDA BUDAYA DI KOTA KUNO NIMRUD DALAM KONFLIK BERSENJATA YANG DILAKUKAN OLEH ISIS Vincent Adrian Wiennata; Joko Setiyono; HM Kabul Supriyadhie
Diponegoro Law Journal Vol 9, No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Tahun 2020
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (735.416 KB)

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum humaniter internasional terkait penghancuran benda-benda budaya di kota kuno Nimrud dalam konflik bersenjata yang dilakukan oleh ISIS dan bagaimana upaya serta pengaturan hukum humaniter internasional untuk menyelesaikanan kasus ini. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis-normatif, dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif-analitis. Metode pengumpulan data dilakukan dengan meneliti data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa hukum humaniter internasional memiliki pengaturan bagi perlindungan benda-benda budaya yang kerap menjadi rawan saat terjadinya konflik bersenjata. Pengaturan itu terwujud melalui Konvensi Den Haag tahun 1907 yang kemudian disempurnakan dengan Konvensi Den Haag 1954 serta Protokol Tambahan Konvensi Jenewa I dan II tahun 1977. Kemudian penegakan hukum terhadap kasus ini dapat dilakukan melalui peradilan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas rujukan dari Resolusi Dewan Keamanan PBB serta dapat melalui sebuah peradilan Ad Hoc.
HAK UNTUK MEMPEROLEH PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) USIA PRODUKTIF DI KOTA BANDUNG Fonny Farhani Armelia Arman*, Rahayu, H.M Kabul Supriyadhie
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 1 (2017): Volume 6 Nomor 1, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (699.593 KB)

Abstract

HIV/AIDS telah menjadi permasalahan banyak negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Jumlah Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) setiap tahunnya selalu bertambah. ODHA termasuk dalam kelompok minoritas yang tidak jarang mendapati hak asasi nya tidak terpenuhi. Salah satu hak asasi tersebut adalah hak atas pekerjaan yang layak. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak dan penyebab ODHA usia produktif di Kota Bandung belum memperoleh pekerjaan yang layak. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian socio-legal, dengan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Jenis data yang digunakan ialah data primer yang diperoleh melalui wawancara. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stigma dan diskriminasi menjadi penyebab utama ODHA di Kota Bandung belum memperoleh pekerjaan yang layak dan pemenuhan hak ODHA dalam memperoleh pekerjaan belum terlaksana sepenuhnya. Untuk Pemerintah, sebaiknya lebih mengawasi implementasi dari peraturan hukum yang telah ada; untuk ODHA, sebaiknya lebih aktif dalam mencari tahu hak-haknya dan upaya-upaya yang dapat ia lakukan untuk menuntut kembali hak-haknya; sedangkan untuk masyarakat, sebaiknya mengenal lebih dalam mengenai HIV/AIDS, dengan harapan stigma dan diskriminasi yang berasal dari masyarakat terhadap ODHA secara perlahan akan berkurang.
PENERAPAN FOUNDATIONAL PRINCIPLES OF THE STATE DUTY TO PROTECT HUMAN RIGHTS DALAM UNITED NATIONS GUIDING PRINCIPLES ON BUSINESS AND HUMAN RIGHTS (UNGP) (Studi terhadap Perlindungan HAM Pekerja di Sektor Perikanan Indonesia) M. Rizqy Darulzain*, H.M. Kabul Supriyadhie, Rahayu
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 2 (2017): Volume 6 Nomor 2, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (490.95 KB)

Abstract

Indonesia merupakan salah satu negara di mana korporasi kerap melakukan pelanggaran HAM, terutama di sektor perikanan. Salah satu yang paling menggemparkan baru-baru ini adalah Kasus Benjina, di mana ratusan anak buah kapal (ABK) dari berbagai negara diperbudak di sektor perikanan. Mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dengan mengacu pada United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGP), mengundangkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Perikanan (Permen KP HAM Perikanan). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan HAM pekerja di sektor perikanan Indonesia, serta mengetahui dan menganalisis penerapan foundational principles Pilar I UNGP. Berdasarkan hasil penelitian, perlindungan HAM pekerja sektor perikanan di Indonesia bisa dikatakan kurang memadai, terlebih sebelum diberlakukannya Permen KP HAM Perikanan. Lalu, foundational principles Pilar I UNGP terpenuhi pada Permen KP HAM Perikanan, tepatnya pada Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12.
IMPLEMENTASI ASEAN OPEN SKY POLICY DAN DAMPAKNYA BAGI INDONESIA (STUDI KASUS: PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA GARUDA INDONESIA DENGAN SINGAPORE AIRLINES) Rezky Brilyan Tuhumury; Peni Susetyorini; H.M. Kabul Supriyadhie
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 4 (2019): Volume 8 Nomor 4, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (923.801 KB)

Abstract

ASEAN Open Sky merupakan bentuk kebijakan untuk membuka wilayah udara antara sesama anggota negara ASEAN. Kebijakan ASEAN Open Sky adalah bagian dari tujuan pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN dalam upaya untuk meningkatkan perekonomian di kawasan ASEAN dan untuk meningkatkan daya saing internasional sehingga perekonomian dapat tumbuh merata.ASEAN Open Sky menawarkan akses ke pasar yang besar, keuntungan besar, meningkatkan daya tarik wisata, serta frekuensi penerbangan akan meningkat. Permasalahan yang penulis bahas dalam penulisan hukum ini adalahbagaimana upaya Indonesia dalam menghadapi implementasi ASEAN Open Sky Policy dan dampak dari perjanjian kerjasama antara Garuda Indonesia dengan Singapore Airlines terhadap penerbangan nasional. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah metode yuridis normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis dan data diperoleh dari data sekunder dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perjanjian dalam ASEAN Open Sky Policy terdiriatas tiga perjanjian yang mengatur tentang pelayanan angkutan udara, penumpang, dan kargo udara. Kebijakan ini memiliki implikasi terhadap kedaulatan di ruang udara dan Pemerintah melaksanakan kebijakan ASEAN Open Sky secara terbatas. Bahwasanya dampak terbesar dalam pelaksanaan kerjasama codeshare adalah sebagai berikut:Perluasan jaringan penerbangan, Memberikan opsi penerbangan lain kepada pengguna selain penerbangan sendiri, Menambah akses distribusi jaringan penjualan, melalui channel yang dimiliki oleh maskapai partner, Sebagai cara untuk melakukan uji pasar  pada satu pasar baru yang selama ini belum dimiliki oleh maskapai Indonesia.
EKSEKUSI MATI TERHADAP ORANG YANG MENDERITA GANGGUAN JIWA DALAM PERSPEKTIF HUKUM (STUDI KASUS: RODRIGO GULARTE WNA ASAL BRASILIA) Muhammad Rifki*, Rahayu, Kabul Supriyadhie
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 2 (2017): Volume 6 Nomor 2, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (661.469 KB)

Abstract

Hukum internasional melarang pelaksanaan eksekusi mati terhadap orang yang menderita gangguan jiwa. Akan tetapi, eksekusi mati terhadap orang yang menderita gangguan jiwa masih saja terjadi, seperti yang dilaksanakan terhadap Rodrigo Gularte, WNA asal Brasilia yang menderita gangguan jiwa skizofrenia dan dieksekusi mati di Indonesia pada tahun 2015. Ia tertangkap tangan oleh petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta karena menyelundupkan 6kg kokain dalam papan selancar yang telah dimodifikasi. Penulisan hukum ini menggunakan metode pendekatan doktrinal yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan metode kualitatif untuk kemudian diambil sebuah jawaban atas permasalahan yang dibahas. Hasil penulisan ini menyimpulkan bahwa eksekusi mati terhadap Rodrigo Gularte tetap dilaksanakan karena para hakim di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung sama sekali tidak mempertimbangkan gangguan jiwa yang dideritanya sebagai alasan yang dapat menghapuskan pidananya, dan dengan dilaksanakannya eksekusi tersebut, Pemerintah Indonesia telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) terpidana yakni hak untuk hidup.
ANALISA HUKUM TERHADAP PENGECUALIAN PELANGGARAN BERAT HAM TERKAIT DENGAN IMUNITAS NEGARA DALAM KASUS LUIGI FERRINI (JERMAN VS ITALIA, PUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL TAHUN 2012) Atwinda P.Y.P*, Rahayu, H.M. Kabul Supriyadhie
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.735 KB)

Abstract

Setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-undang. Sehingga dengan kata lain seseorang berhak dan wajib diperlakukan sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. Hak hidup satiap manusia tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun termasuk hak untuk tidak disiksa, tidak diperbudak, tidak diperjualbelikan dan tidak dipaksa untuk melakukan yang tidak disukai ataupun diperlukan dengan tidak sesuai harkat, martabat dan kehormatan dirinya sebagai manusia seutuhnya. Namun seiring berjalannya waktu, penghormatan terhadap HAM mulai digoyahkan oleh kepentingan-kepentingan negara berkembang dengan mengatasnamakan imunitas negara yang tidak dapat di kesampingkan demi bisa untuk tidak melaksanakan kewajibannya. Pertanyaan dasar yang menjadi pusat penulisan skripsi ini adalah dapat tidaknya imunitas negara di hadapan pengadilan negara lain dikesampingkan bilamana negara yang pertama tersebut telah melakukan pelanggaran berat HAM.Penelitian ini menggunakan studi pustaka (library research) terhadap putusan Mahkamah Internasional. Analisis dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Penggunaan metode dan pendekatan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh data yang akurat mengenai pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan. Dari hasil penelitian yang didapat dari putusan Mahkamah Internasional tidak ada pertemuan antara norma larangan pelanggaran berat HAM dengan imunitas negara—yang pertama adalah norma substantif, sementara yang kedua adalah norma prosedural dan hanya karena norma prosedural tersebut terhambat karena negosiasi tata cara pemberian kompensasi atas pelanggaran berat HAM yang tidak dapat terselesaikan dengan mudah, bukan berarti norma jus cogens sudah terlanggar. Dengan demikian, Mahkamah Internasional menyatakan bahwa Italia telah melanggar imunitas Jerman dengan mengadili negara tersebut. 
KAJIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL TERHADAP SISTEM PERTAHANAN KEAMANAN INDONESIA Muhammad Taqwim.P*, Soektjo Hardiwinoto, H.M Kabul Supriyadhie
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 1 (2017): Volume 6 Nomor 1, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.757 KB)

Abstract

Ratifikasi Indonesia terhadap ketentuan Konvensi Jenewa 1949 dalam Undang-Undang Nomor 59 tahun 1958 tentang “Keikut Sertaan Negara Republik Indonesia dalam seluruh isi Konvensi Jenewa Tanggal 12 Agustus 1949” menunjukkan bahwa Indonesia turut tunduk pada seluruh ketentuan-ketentuan dalam konvensi tersebut. Sejak saat itu peraturan perundang-undangan nasional yang berkaitan dengan hukum humaniter internasional harus dibentuk berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Jenewa 1949. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (selanjutnya disebut UU Pertahanan Negara), undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Republik Indonesia, dan undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia merupakan peraturan perundang-undangan yang harus dibuat sesuai dengan ketentuan Hukum Humaniter Internasional.Penulisan hukum ini bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta Negara Indonesia yang diatur dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang pertahanan negara dan undang-undang lain yang berkaitan, serta Untuk mengetahui implementasi ketentuan Hukum Humaniter Internasional khususnya hukum Jenewa 1949 terkait dengan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang dianut negara Indonesia. Adapun metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini ialah yuridis normatif, dengan metode pengumpulan data melalui studi pustaka.
ANALISIS YURIDIS EKSISTENSI YURISDIKSI SATELIT RUANG ANGKASA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL Satria Diaz Pratama Putra; Agus Pramono; M. Kabul Supriyadhie
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 1 (2019): Volume 8 Nomor 1, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (98.341 KB)

Abstract

Kegiatan yang menyangkut keantariksaan dimulai sejak Uni Soviet berhasil meluncurkan satelit pertamanya di tahun 1957 bernama SPUTNIK. Setelah itu kegiatan keantariksaan semakin berkembang dan juga menimbulkan persaingan antar negara. Munculah pengaturan yang mengatur tentang penggunaan dan pemanfaatan antariksa yang dinaungi oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), aturan tersebut bernama UNCOPUOS yang kemudian melahirkan Space Treaty pada tahun 1967. Dengan adanya pengaturan tersebutdisepakati bersama bahwa antariksa tidak bisa dimilki atau di klaim secara teritorial hanya digunakan untuk kepentingan bersama dengan tujuan perdamaian.Permasalahan yang diangkat dalam penulisann ini yaitu eksistensi yurisdiksi yang seolah muncul pada satelit dan pemanfaatan wilayah ruang angkasa oleh pemerintah maupun pihak swasta.Metode penelitian yang digunakan dalam penulisann hukum ini adalah yuridis normatif. Spesifikasi penelitian digunakan berupa deskriptif analitis. Data penelitian bersumber dari data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan penggunaan antariksa telah jelas disebutkan dalam Space Treaty 1967 bahwa penggunaan sumber daya dari ruang angkasa dimiliki oleh semua negara, dimana ruang angkasa tidak dapat diakui oleh negara manapun dengan mengklaim suatu titik wilayah  ruang angkasa.