Monika Oktaviani
Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

PROBLEM YURIDIS PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM BENTUK TINDAK PIDANA PEMBAJAKAN DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA Monika Oktaviani; Pujiyono Pujiyono; Umi Rozah
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 3 (2019): Volume 8 Nomor 3, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.685 KB)

Abstract

Era globalisasi saat ini membawa banyak dampak terhadap setiap aspek kehidupan masyarakat. Namun perkembangan masyarakat ini juga diikuti dengan maraknya pembajakan, plagiat, ataupun memalsukan ciptaan milik orang lain. Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Indonesia telah memiliki aturan mengenai tindak pidana pembajakan. Akan tetapi, formulasi dari ketentuan tersebut juga masih memiliki beberapa problem yuridis yang menyebabkan ketidakjelasan penerapan pasal. Penelitian ini bertujuan untuk, pertama mengetahui konsep dan ide dasar ketentuan mengenai tindak pidana pembajakan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, kedua untuk mendeskripsikan atau menjelaskan bagaimanakah problem yuridis yang terdapat pada ketentuan mengenai tindak pidana pembajakan tersebut. Metode pendekatan yang dipergunakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah yuridis normatif. Spesifikasi penelitian yang akan digunakan adalah deskriptif. Hasil Penelitian menemukan bahwa dirumuskannya tindak pidana pembajakan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ini didasari oleh maraknya pembajakan yang terjadi di masyarakat sehingga menimbulkan kerugian baik secara materiil maupun immateriil terhadap pencipta. Aturan mengenai tindak pidana pembajakan memang telah dibuat, namun dalam formulasinya, pasal ini ternyata mengandung beberapa problem yuridis seperti tidak adanya kualifikasi delik sebagai “kejahatan” atau “pelanggaran”, tidak jelasnya formulasi tindak pidana pembajakan sebagai delik aduan, dan tidak diaturnya mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi dalam hal suatu badan hukum melakukan tindak pidana pembajakan.