Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

UPAYA PEMBERANTASAN POLIIK UANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH OLEH BAWASLU MELALUI PENEGAKAN HUKUM PIDANA Hery Firmansyah; Amad Sudiro; Sindhi Cintya; Charina Putri Besila
PROSIDING SERINA Vol. 1 No. 1 (2021): PROSIDING SERINA III 2021
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (603.262 KB) | DOI: 10.24912/pserina.v1i1.15389

Abstract

The direct election of regional heads and deputy regional heads by the people is a political process in the regions towards a more democratic and responsible political life. In relation, money politics is a negative behavior because money is used to buy votes or bribe voters or party members in order to win elections. The purpose of this study is to find out how to eradicate money politics in the Regional Head Election through the perspective of criminal law enforcement. This research is expected to have benefits for law enforcement officers, especially in handling corruption crimes in Indonesia, especially for Prosecutors, Judges and District Courts. This research is a normative-empirical legal research. The research is expected to provide input for law enforcement officers, especially in carrying out law enforcement and handling money politics in Indonesia. Proof of money politics will be easy when the arrests have been made. However, the problem is that it is rare for a candidate for regional head or his success team to be caught red-handed during the process of a money politics crime. What happens is people's ignorance that these actions can ensnare themselves into the realm of law. Voters who do not know about this can actually be processed, because they do not know whether they are guilty or not for their actions. Video recordings are evidence that can expedite the legal process. Which means that even though the regional head election has been completed, the public is still given stimulation on how a person can be charged with the law if proven to have committed a crime of money politics, both giving and receiving. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat merupakan suatu proses politik di daerah menuju kehidupan politik yang lebih demokratis dan bertanggung jawab. Dalam kaitannya, Money politics merupakan tingkah laku negative karena uang digunakan untuk membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota paratai supaya dapat memenangkan pemilu. Tujuan penelitian ini ialah mengetahui bagaimana pemberantasan politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah melalui sudut pandang penegakan hukum pidana. Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi aparat penegak hukum khususnya dalam melakukan penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia, terlebih pada Jaksa, Hakim dan Pengadilan Negeri. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi aparat penegak hukum, khususnya dalam melakukan penegakan hukum dan penanganan money politic di Indonesia. Pembuktian politik uang akan menjadi mudah ketika sudah dilakukan tangkap tangan. Namun, yang menjadi masalah ialah bahwa jarang sekali ada calon kepala daerah maupun tim suksesnya yang dapat dilakukan tangkap tangan saat proses tindak pidana politik uang itu dilakukan. Yang terjadi justru ketidaktahuan masyarakat bahwa tindakan tersebut dapat menjerat dirinya sendiri ke ranah hukum. Pemilih yang tidak mengetahui akan hal ini justru dapat diproses, sebab mereka tidak mengetahui apakah mereka bersalah atau tidak atas perbuatan mereka. Rekaman video merupakan alat bukti yang bisa melancarkan proses hukum. Yang artinya walaupun pemilihan kepala daerah sudah selesai, namun masyarakat tetap diberikan stimulasi tentang bagaimana seseorang bisa dijerat hukum jika terbukti melakukan tindak pidana politik uang, baik itu yang memberi maupun yang menerima
Penerapan Restorative justice Sebagai Bentuk Permaafan Hakim Dalam Tindak Pidana Pencurian Oleh Lansia Sindhi Cintya; Hery Firmansyah
JURNAL USM LAW REVIEW Vol 6, No 2 (2023): AUGUST
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v6i2.6379

Abstract

This study aims to determine the application of Restorative justice in the form of a judge's pardon for the crime of theft committed by seniors over 70 years of age. The research carried out in this study is empirical juridical research, which is carried out directly in the field to find out the real problems that occur, and then it will be connected with the applicable laws and regulations and existing legal theories. The results of the study show that the application of a new Restorative justice in the form of a judge's apology to the perpetrators who are 70 years old because they are no longer productive is deemed ineffective if imprisoned and also that the country of Indonesia is a country that has eastern customs, which means that the culture of the Indonesian state is making a decision by deliberation to reach a consensus or in other words, Restorative justice provides an opportunity for the perpetrator to become a better person so that he can organize his future life for the better, rather than having to prioritize a retributive justice system that prioritizes the imposition of law on the physical perpetrator by confining him in in detention/prison. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Penerapan Restorative justice Dalam Bentuk Permaafan Hakim Dalam Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Lansia Diatas 70 Tahun. Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian Yuridis empiris yang dilakukan secara langsung di lapangan untuk mengetahui permasalahan yang sebenarnya terjadi, kemudian akan dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori hukum yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan baru sebuah Restorative justice dalam bentuk permaafan hakim kepada para pelaku yang berusia 70 tahun karena diusia yang sudah tidak produktif dirasa tidak efektive jika dimasukan di dalam penjara dan juga negara Indonesia merupakan negara yang memiliki adat ketimuran yang artinya budaya negara Indonesia adalah mengambil sebuah keputusan dengan musyawarat untuk mufakat atau dalam kata lain dari Restorative justice memberikan kesempatan kepada pelaku untuk menjadi sosok yang lebih baik agar dapat menata kehidupan kedepannya menjadi lebih baik,  dibandingkan harus mengedepankan system retributive justice yang lebih mengedepankan penjatuhan hukum terhadap fisik pelaku dengan mengurungnya di dalam tahanan/penjara.