Aprianus Simanungkalit
STT STAPIN Majalengka

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Dasar Pelayanan Kristen Bagi Penyandang Tunagrahita Aprianus Simanungkalit
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 11 No. 1: Juli 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (568.948 KB)

Abstract

Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang tidak memiliki kemampuan apapun, bahkan ada yang mengatakan bahwa mereka ini adalah anak yang gila. Anak tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah secara umum dan juga sulit bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Namun, walaupun demikian anak tunagrahita juga memiliki hak yang sama dengan anak pada umumnya. Salah satu hak yang mereka harus dapatkan adalah menerima pelayanan yang terbaik dari gereja. Gereja dan sesama orang percaya harus bisa memandang penyandang tunagrahita dari kacamata kasih, bukan melihat bahwa hal ini terjadi karena kutukan dari Tuhan. Bagi Yesus penyandang tunagrahita bukanlah orang-orang yang tidak layak dan tidak berdaya sama sekali sebagaimana dalam pandangan umum terhadap mereka. Sebaliknya, Yesus melihat mereka sebagai orang-orang yang juga memiliki kelayakan yang sama dengan anak yang normal, orang-orang yang bisa berperan dalam menyatakan karya Allah yang baik. Mereka malah bisa menjadi orang-orang yang dapat berbuat banyak bagi kita jika mereka diberi ruang, kesempatan dan diberdayakan untuk melakukan itu, dihargai sama seperti kita, sebab mereka juga adalah manusia sama seperti orang-orang normal lainnya. Kita harus segera mengembangkan teologi yang membebaskan dan memberi kehidupan kepada semua. Inilah yang dilakukan oleh Yesus dalam pelayanan-Nya. Cerita tentang penyembuhan seorang yang mati tangan kanannya oleh Yesus dalam Lukas 6:6-11, misalnya, mengajak kita untuk sadar bahwa mereka yang ‘lemah’ itu ada di tengah-tengah kita, di tengah-tengah masyarakat, komunitas iman atau gereja kita, dan karenanya kita tidak boleh mendiskriminasi mereka; sebaliknya kita harus memperlakukan mereka secara khusus, membawa mereka dalam pusat-pusat perhatian kehidupan kita. Jadi, perhatian kepada mereka ini bukan hanya persoalan adil atau tidak adil, melainkan perintah ilahi yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Rupanya, bukan lagi orang tunagrahita/cacat yang perlu disembuhkan oleh Yesus, melainkan gereja dan masyakarat karena ketidakmampuan kita menyatakan Injil yang holistik, karena masih banyaknya penghalang kita untuk peduli terhadap penyandang cacat atau tunagrahita, dan kecenderungan kita mengabaikan saudara-saudara kita yang secara fisik dan menta; “cacat”, yang sering membuat mereka dikesampingkan dan dimarginalisasikan dari komunitas dimana mereka berada. Allah tidak menginginkan diskriminasi terjadi di pelayanan, gereja dan masyarakat