Eva Fadhilah
Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

FIKIH PEREMPUAN PROGRESIF Eva Fadhilah; Yusdani
At-Thullab : Jurnal Mahasiswa Studi Islam Vol. 1 No. 1 (2019): Ahwal Syakhsiyah, Pendidikan Agama Islam, Ekonomi Islam
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/tullab.vol1.iss1.art1

Abstract

Sampai saat ini posisi perempuan dalam panggung sejarah masih minor dan dipandang negatif  oleh  struktur  agama, budaya,  praktek,  dan  peradaban. Banyak kalangan yang menyebutkan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah baik secara fisik maupun psikis. Anggapan itu kemudian diwariskan secara turun-temurun pada anak cucu yang menyebabkan pelabelan dan perlakuan tertentu bagi perempuan. Sehingga citra perempuan, dengan berbagai aspek negatifnya, mendarah daging seiring dengan sejarah manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Penelitian ini bermaksud mengkaji pandangan Fikih terhadap eksistensi dan hak-hak perempuan khususnya di era modern dengan terlebih dahulu memahami fikih sebagai produk ilmu yang bersifat relative sehingga terbuka ruang diskusi yang luas terhadap fikih itu sendiri. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deksriptif kualitatif dengan tujuan mengangkat pentingnya perumusan ulang sejumlah hokum dalam fikih  terkait hak-hak perempuan. Pendekatan progresif yang digunakan meliputi pendekatan normative, sosiologis, dan historis. Hal ini penting dilakukan guna mendapatkan hasil yang seobyektif mungkin terkait hukum fikih kontemporer terhadap hak perempuan. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa Islam adalah agama rahmah (QS.Al-Anbiya’:107) yang tidak pernah mendiskriminasi kaum perempuan. Fikih dalam kapasitasnya sebagai produk ilmu bisa terus dikaji dalam rangka memenuhi hajat masyarakat khususnya hak-hak kaum perempuan yang selama ini masih sering dinafikan. Fikih Perempuan progresif hadir sebagai upaya pemenuhan dari hak-hak yang selama ini tidak didapatkan kaum perempuan.
ABDULLAH SAEED’S CONTEXTUALIST PERSPECTIVE ON THE FIQH OF RELIGIOUS FREEDOM Eva Fadhilah
Indonesian Journal of Interdisciplinary Islamic Studies (IJIIS) Vol. 2, No. 2, March 2019
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/ijiis.vol2.iss2.art3

Abstract

One areas of conflict between international human rights law and traditional Islamic law is the question of religious freedom. The classical Islamic law provision on the capital punishment for riddah (apostasy) is particularly considered as contradictory with international human rights norms. Some contemporary Muslim scholars, however, have proposed a fresh thinking in dealing with this tension. This paper seeks to examine the thinking of Abdullah Saeed as one of leading Muslim scholars in the contemporary debate on this issue. It argues that Abdullah Saeed is one of the modern thinkers positioning Human Rights as global ethics that must be admitted in the modern era. With his contextual methodology, he put forward an argument that Islam should be open to the idea of religious freedom as stipulated in the Universal Declaration of Human Rights and that the right to have religion and belief has become a vertical matter between humans and God.
CHILDFREE DALAM PERSPEKTIF ISLAM Eva Fadhilah
al-Mawarid Jurnal Syariah dan Hukum (JSYH) Vol. 3 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/mawarid.vol3.iss2.art1

Abstract

Childfree menjadi sebuah isu yang hangat diperbincangkan dikalangan masyarakat khususnya pasangan muda. Childfree adalah sebuah kesepakatan yang dilakukan oleh pasangan suami isteri untuk tidak memiliki anak selama masa pernikahannya. Padahal selama ini dalam kontruksi budaya masyarakat Indonesia, anak dianggap sebagai satu anugrah yang berfungsi sebagai perekat keharmonisan sebuah keluarga sehingga kehadirannya senantiasa dinanti-nantikan oleh pasangan yang sudah menikah bahkan keluarga besarnya. Dengan pendekatan normatif al-Qur’an dan Sunnah dapat diketahui bahwa memiliki keturunan adalah sebuah anjuran dalam Islam bukanlah sebuah kewajiban. Sehingga childfree tidak termasuk pada kategori perbuatan yang dilarang,  karena setiap pasangan suami istri memiliki hak untuk merencanakan dan mengatur kehidupan rumah tangganya termasuk memiliki anak. Kendati demikian, meski tidak ada ayat yang secara langsung melarang childfree, sebagai manusia yang meyakini Allah SWT, pilihan untuk childfree bisa dikatakan sebagai pilihan yang tidak bijaksana karena Allah SWT menjamin kelangsungan hidup setiap hambanya. Tegas disebutkan bahwa dalam Islam anak dipandang sebagai anugrah yang harus disyukuri karena anak adalah pemberian Tuhan. Setiap manusia yang diberikan amanah menjadi orangtua harus menjalani peran tersebut dengan baik dan totalitas.Kata kunci :  Childfree, Hukum Islam, Anak, Pernikahan, Al-Qur’an dan Sunnah
State, Islam, and Gender : Dynamics of Marital Rape Law in Indonesia Pitrotussaadah Pitrotussaadah; Eva Fadhilah
Al-Qadha : Jurnal Hukum Islam dan Perundang-Undangan Vol 10 No 1 (2023): Al-Qadha: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-Undangan
Publisher : Hukum Keluarga Islam IAIN LANGSA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/qadha.v10i1.4805

Abstract

Marital rape, which is an act of sexual violence in marriage, is often debated among the public because it is considered an act that is impossible to happen. There is debate about responding to acts of marital rape among the community, which is the background for writing this article in a review of positive law, Islamic law, and gender justice. The purpose of this research is to understand and analyze the dynamics of rape marital law in Indonesia according to positive law, Islamic law, and gender. Using a qualitative method with a normative legal approach, this paper describes and analyzes the laws, books, and articles related to this research. The results found from this study are that marital rape is included in the crime of sexual violence, although it is not explained in detail regarding the criminal sanctions for the perpetrators. This shows that Indonesia's positive law has not touched on marital rape in detail. Marital rape is not justified in Islamic law; this can be seen from the verses of the Quran, which emphasize a good relationship between husband and wife. Based on gender justice, it is the wife who becomes the victim of marital rape because the husband thinks that he is at a higher level, so the wife must obey her husband's orders because it is an obligation, while the husband ignores the wife's rights.