Ita Lintarwati
Sekolah Tinggi Teologi Anugrah Indonesia

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Tanggung Jawab Penginjilan Bagi orang Percaya: Sebuah Refleksi Teologis 1 Korintus 9: 16-17 Ita Lintarwati; Carolina Etnasari Anjaya; Yonatan Alex Arifianto
KHARISMATA: Jurnal Teologi Pantekosta Vol 5, No 1: Juli 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47167/kharis.v5i1.164

Abstract

Evangelism is the duty of every human being because, according to God's plan, all human beings need to be returned to their original design, namely to eternity. However, at present, the meaning of evangelism is experiencing bias and decline in its actualization because the mission of evangelism is used to boast. This study aims to describe and analyze the theological study of evangelism according to the narrative text of 1 Corinthians 9:16-17, and from this study, it is found that in carrying out evangelism, the most important needs are self-denial and a willing heart. Because without self-denial, the mission of evangelism will lead to self-aggrandizement and fulfillment of self-interest. AbstrakPenginjilan merupakan tugas setiap umat manusia karena sesuai rencana Allah, semua manusia perlu dikembalikan kepada rancangan semula yaitu kepada kekekalan. Namun saat ini, makna penginjilan mengalami bias dan kemerosotan dalam aktualisasinya sebab tugas penginjilan justru dijadikan sarana untuk memegahkan diri. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisa kajian teologis penginjilan sesuai narasi teks 1 Korintus 9:16-17 dan dari kajian tersebut ditemukan bahwa dalam menunaikan penginjilan, kebutuhan paling utama adalah penyangkalan diri dan kerelaan hati. Sebab tanpa penyangkalan diri tugas penginjilan akan mengarahkan pada kemegahan diri dan pemenuhan kepentingan diri sendiri.  
Kerukunan di Ruang Publik Digital dalam Bingkai Iman Kristen: Upaya Mereduksi Politik Identitas Ita Lintarwati; Yonatan Alex Arifianto; Simon Simon
JURNAL TERUNA BHAKTI Vol 5, No 1: Agustus 2022
Publisher : SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN TERUNA BHAKTI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47131/jtb.v5i1.117

Abstract

Christianity which is synonymous with love can be provoked communication conflicts in the digital space that lead to wider conflicts. The attitude and values of identity politics are fertile in this country. Therefore, the description of harmony within the framework of the Christian faith becomes the guideline and basis for believers to reduce identity politics. Using descriptive qualitative research methods with a literature study approach, it can be concluded that harmony within the framework of Christian faith in the digital public space: an effort to reduce identity politics is the responsibility of believers where believers understand the importance of the impact of identity politics and the disintegration of the Nation that occurs. Furthermore, believers can also practice the values and attitudes of nature and the value of Harmony as part of the attitude of faith and actions that are actualized in every sphere of life. Of course, in the digital public space where this space becomes an arena for identity conflicts. Finally, believers have an important role to continue to be a blessing as light bearers in the digital world.  AbstrakKekristenan yang identik dengan kasih dapat terpancing dalam konflik komunikasi di ruang digital yang mengarah pada konflik yang lebih luas. Hal itu adanya sikap dan nilai politik identitas yang subur di negara ini. Oleh sebab itu deskrisif kerukunan dalam bingkai iman Kristen menjadi pedoman dan dasar bagi orang percaya untuk mereduksi politik identitas. Menggunakan metode penelitian kualitatif deskritif dengan pendekatan studi pustaka maka dapat disimpulkan bahwa kerukunan dalam bingkai iman Kristen dalam ruang publik digital: upaya mereduksi politik identitas sebagai tanggung jawab orang percaya dimana orang percaya memahami pentingnya dampak politik identitas dan disintegrasi Bangsa yang terjadi. Selanjutnya orang percaya juga dapat mengamalkan nilai dan sikap dari hakikat dan nilai Kerukunan sebagai bagian sikap imana dan perbuatan yang diaktualisasikan di setiap ranah kehidupan. Tentunya dalam ruang publik digital dimana ruang ini menjadi ajang konflik identitas. Terakhir orang percaya memiliki peran penting untuk terus menjadi berkat sebagai pembawa terang dalam dunia digital.  
REFLEKSI MAZMUR 23:1-6 TERHADAP PELAYANAN PASTORAL YANG HOLISTIK DI MASA PANEDEMI Endik Firmansah; Ita Lintarwati
APOSTOLOS Vol 2 No 2 (2022): November
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52960/a.v2i2.148

Abstract

Mazmur 23:1-6 adalah Mazmur yang menarik untuk menjadi dasar penggembalaan serta metode penggembalaan yang selalu relefan di setiap masa. Terutama pada masa pendemi seperti yang dialami dua tahun lebih terakhir ini, yang telah menuntut berkembangnya metode penggembalaan, dari yang diluar jaringan (luring) atau pertemuan tatap muka, menjadi dalam jaringan (daring) atau pertemuan dengan menggunakan media sosial. Penggembalaan sebagai panggilan tidak boleh berhenti dengan kondisi yang buruk sekalipun. Hal ini dimungkinkan karena dalam keadaan sulit itu panggembalaan seharusnya melakukan fungsinya untuk menolong jemaat dari setiap kesulitan yang mereka hadapi. Penggembalaan tidak hanya berbicara pelayanan mimbar saja, tetapi juga menyentuh kepada pelayanan menyeluruh atau holistic. Gembala atau pendeta tidak dapat mengajar dengan khutbah yang baik jika jemaat yang dilayani mengalami kelaparan, kemiskinan, dan ketakutan serta kekuatiran. Karena itu penggembalaan yang efektif adalah penggembalaan yang dapat menyentuh keseluruhan pelayanan baik pelayanan fisik, pelayanan jiwa, dan pelayanan rohani. Sehingga dengan penggembalaan atau pelayanan pastoral, jemaat dapat menemukan jawaban dari kesulitan yang mereka hadapi, baik dalam hal ekonomi, sosial, terlebih dalam hal rohani. Karena gembala bukanlah posisi, tetapi gembala adalah fungsi.