Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN : ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM KELUARGA DI INDONEISA DAN DUNIA Sadari, Sadari
ISTINBATH JURNAL HUKUM Vol 12, No 2 (2015): Edisi November 2015
Publisher : STAIN Jurai Siwo Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractIslamic law has set universally regarding family law issues relating to divorce, but it seems that the difference for womens rights after divorce occurs in a range of applications in the side or the level of legal arrangements, given the differences in social system, cultural system or even the political system in each each country both in Indonesia and in the Islamic world. Comparative analysis of family law related to womens rights after divorce in this article, based on the exposure of legal jurisprudence schools and the positive law in force in countries such as Indonesia, Malaysia Tunisia, Iran, Egypt, Yemen, Turkey, and Iraq, special about the reasons of divorce. In general, these countries legal materials more dominant tendency is patterned Shafii schools. However, there are several different opportunities such as: in terms of the chances of divorce, in each country appears once judiciary complicate divorce, meaning to go keperceraian first sought peace efforts were made as strong as possible. Yet in terms of the position of the parties is protected rights before the law (principle of equality before the law) in each country for example in Indonesia and South Yemen, especially in Yemen has also strengthened in its National Constitution that "The State guarantee or protect the legal equality between laki- men with women in all aspects of life, whether political, economic, and social life ". Keywords : Womens rights, post-divorce, Indonesia Islamic, world  AbstrakHukum Islam telah mengatur secara universal mengenai masalah hukum keluarga terkait dengan perceraian, namun nampak bahwa perbedaan hak-hak perempuan pasca perceraian terjadi pada kisaran sisi atau tataran aplikasi dalam pengaturan hukumnya, mengingat adanya perbedaaan sistem sosial, sistem budaya atau bahkan sistem politik di masing-masing negara baik di Indonesia maupun di negara dunia Islam. Analisis perbandingan hukum keluarga terkait hak-hak perempuan pasca perceraian dalam artikel ini, mendasarkan pada pemaparan dari hukum fikih mazhab dan hukum positif yang berlaku di Negara-negara seperti : Indonesia, Malaysia Tunisia, Iran, Mesir, Yaman, Turki, dan Irak, khusus tentang alasan perceraian. Secara umum negara-negara tersebut materi hukumnya kecenderungan bercorak lebih dominan adalah madzhab Syafi’i. Namun terdapat beberapa peluang yang berbeda seperti : dalam hal peluang terjadinya perceraian, di masing-masing negara nampak sekali lembaga peradilan mempersulit terjadinya perceraian, artinya untuk menuju keperceraian diupayakan terlebih dahulu upaya perdamaian yang dilakukan sekuat-kuatnya. Padahal dalam hal kedudukan para pihak dilindungi haknya depan hukum (principle equality before the law) di masing-masing negara contohnya di Indonesia dan di Yaman Selatan, terlebih di Yaman telah dikuatkan pula dalam Konsitusi Nasionalnya bahwa “Negara  menjamin atau melindungi persamaan hukum antara laki-laki dengan perempuan dalam seluruh aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, dan kehidupan sosial”.  Kata Kunci : Hak perempuan, pasca perceraian, Indonesia, dunia Islam
STUDI ISLAM DALAM KAJIAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA sadari, sadari
Indonesian Journal of Islamic Literature and Muslim Society Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : IAIN Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.274 KB) | DOI: 10.22515/islimus.v1i1.226

Abstract

This article offers a study of h}ududi (limit) in Islamic family law contained in the Indonesian Compilation of Islamic Law (KHI). The study of h}ududi is nothing other than the process of desacralization that KHI becomes progressive in line with the development of modernity and in the context of Indonesian-ness. To that end, this article makes two efforts, firstly, by rejecting the idea that gives no attention to limit in one hand, and secondly, by strengthening the thoughts of scholars who offer new ijtihad both in its concept until to methodology. Thought that strengthens it came from Syrian figure, namely Muh}ammad Shah}rur, through a plausibility structure. His study of hududsupported Nurcholish Madjid idea about the de-sacralization, so as to perform the coherence between KHI to human rights issues, democracy, nation-state, civil society, and constitutionalism. So this article supports the spirit of de-sacralization - in addition to not abandon its sacralization - initiated by Nurcholish Madjid. The source of this study is KHI, by using the hududparadigm, that based on a maxim of sabat al-naswa harakah al-muhtawa, meaning that the text is permanent , but the content moves. So that the rule of law is always rooted in liminality based on the text, which is the pivot of study centered on the text toward the context, not vice versa.
Revitalisasi Keuangan Inklusif Dalam Sistem Perbankan Syariah di Era Financial Technology Sadari, Sadari; Hakim, Abdurrahman
Zhafir | Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking Vol 1 No 1 (2019): Zhafir | Journal of Islamic, Economics, Finance, and Banking
Publisher : Kopertais Wilayah I DKI Jakarta dan Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51275/zhafir.v1i1.126

Abstract

Peran keuangan inklusif di era fintech dalam sistem perbankan syariah, pada akhirnya akan meningkatkan kualitas manajamen keuangan inklusif pada perbankan syariah. Saat ini, perkembangan teknologi keuangan mulai masuk ke ranah digitalisasi lembaga keuangan guna menyongsong Indonesia sebagai salah satu negara ekonomi digital terbesar tahun 2024, pemerintah sebagai regulator ekonomi syariah Indonesia, dituntut mampu memberdayakan seluruh masyarakat Indonesia yang unbanked, yakni daerah terpencil di seluruh pelosok negeri agar turut merasakan dampak positif dari berkembangnya teknologi keuangan keuangan di masa yang akan datang. Hubungan teknologi keuangan berkaitan erat dengan keberadaan internet sebagai akses utama. Adanya fintech membantu meningkatkan kualitas manajemen keuangan pada perbankan syariah, karena fintech adalah istilah inovasi dalam bidang jasa keuangan untuk mendukung program keuangan inklusif. Perkembangan teknologi keuangan digital, termasuk dalam industri keuangan syariah, sudah tidak bisa dihalangi, seiring kemajuan teknologi keuangan dalam memberdayakan lembaga perbankan syariah dan masyarakat unbanked. Melalui teknologi keuangan (financial technology), segala bentuk transaksi menjadi cepat, mudah, murah, mudah dan efisien, tanpa perlu tatap muka dan membuka kantor cabang (branchless banking). Kemunculan program keuangan inklusif (financial inclusion) di era fintech tidak terlepas dari inovasi dan kesadaran masyarakat akan pentingnya akses perbankan atau lembaga keuangan dalam mendukung pemberdayaan masyarakat unbanked dan meningkat kualitas lembaga keuangan syariah.
Ushul Fiqh dan Tipologi Penelitian Hukum Islam Sadari, Sadari
Al-aqidah | Jurnal Studi Islam Vol 2 No 1 (2019): Al-Aqidah | Jurnal Studi Islam
Publisher : STAI Al-Aqidah Al-Hasyimiyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This article integrates between the sacred text (nash) and reality (al-waqi '), as the most important form in understanding Islamic law. The text in the perspective asy-Syatibi has three ways of reading namely qira'ah salafiyyah, qira'ah ta'wiliyyah and qira'ah maqashidiyyah, which serves to search for maslahah. The concept of maslahah has three conditions that is indicated by the syara' argument for acceptance, indicated by the syara' argument to be rejected and shown by specific propositions for acceptance or rejection. Then on the third condition is processed again into two first, related maslahah which is not shown by a specific proposition justifying or canceling, but there is a nass that is in line with the maslahah, second, related maslahah not shown by certain propositions that cancel or justify, but maslahah is in line with the action syara', this is known as maslahah mursalah, which offers the momentum of law as a breakthrough discipline in understanding social phenomena, as the opening of the ijtihad door horizon. Through the science of ushul fiqh sourced from the as-Qur'an and as-Sunnah would certainly be able to answer the problematics throughout the ages. The strength of the methodology of ushul fiqh (qawaid ushuliyah) and the methodology of fiqh understanding (qawaid al-fiqhiyyah) will be the driving force in building Islamic self-image especially for the Indonesian nation. The new spirit of ushul fiqh methodologically and philosophically comprehensive becomes a necessity.
Quo Vadis Masa Depan Pendidikan Nasional Dalam Menghadapi Tantangan Media Global Sadari, Sadari
El Banar : Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Vol 2 No 2 (2019): El Banar : Jurnal Pendidikan dan Pengajaran
Publisher : STAI Bani Saleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.747 KB) | DOI: 10.54125/elbanar.v2i2.35

Abstract

Quo Vadis pendidikan menjadi tuntutan dan sekaligus tuntunan yang diharapkan dalam menentukan masa depan pendidikan bangsa. Keterpaparan dalam ketertinggalan, ketidaktahuan serta gagap teknologi merupakan problematika tersendiri dalam dunia pendidikan, di tambah lagi adanya gagal paham dalam memahami agama dan nasionalisme. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan Pendidikan agama Islam (PAI) menjadi kunci dalam keberhasilan pendidikan nasional di Indonesia dalam menghadapi tantangan global.
Konsep Ikhtilaf Dalam Perfektif Imam Syafi’i: Studi Islam Menyoal Perbedaan Sebagai Rahmat Sadari, Sadari; Desya, Mawar Monica
MISYKAT Jurnal Ilmu-ilmu Al-Quran Hadist Syari ah dan Tarbiyah Vol 6, No 2 (2021): Misykat: Jurnal ilmu-ilmu Al-Quran, Hadits, Syariah dan Tarbiyah
Publisher : Pascasarjana Institut Ilmu Al Quran (IIQ) Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33511/misykat.v6n2.99-116

Abstract

Setiap manusia mempunyai hak dalam menyampaikan pendapat dalam hal apapun. Namun tidak dalam penentuan sebuah hukum syar‟i. Karena setiap pendapat mengenai hukum syar‟i perlu melalui sebuah proses dan memiliki kriteria khusus di dalamnya. Agar dapat ber-ijtihad dengan baik dan tepat maka harus berlandaskan pada Al-Qur‟an dan as-Sunnah. Setiap imam yang melakukan ijtihad tidak merasa dirinya paling baik, termasuk Imam Syafi‟i di mana beliau melarang muslim saat ini melakukan suatu taqlid. Para imam memiliki sudut pandang yang berbeda, yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat dikalangan para imam. Hal ini dikarenakan perubahan zaman yang menyebabkan adanya suatu kasus atau permasalahan baru. Dalam hal ini kaum muslim memerlukan suatu kebenaran atas suatu kasus tersebut. Dan para imam ini yang berusaha semaksimal mungkin agar bisa  memberikan fatwa dari kasus atau permasalahan tersebut. Bukan hanya pada kalangan para imam, bahkan para imam bisa hidup harmonis dengan perbedaan yang ada. Berbeda dengan zaman sekarang, yang sering sekali melakukan perdebatan sengit guna mempertahankan pendapatnya sampai tidak menghiraukan akan larangan Allah untuk tidak bercerai berai dan hendaknya untuk terus bersatu.