Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kombinasi Elektroporasi dan Aspirin Menghambat Aktivasi Nuclear Factor Kappa B (NFkB) pada Kultur Sel Mononuklear Darah Tepi Pasien Leukemia Akut Aulya, Zuly Vita; Arthamin, Maimun Z; Chilmi, Syahrul; Widodo, Moch. Aris; Sujuti, Hidayat
Majalah Kesehatan FKUB Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.602 KB)

Abstract

Leukemia akut (LA) adalah keganasan klonal akibat mutasi gen somatik pada progenitor sel hematopoietik. Mutasi ini menyebabkan pertumbuhan sel hematopoietik berhenti. Penangganan LA saat ini masih menggunakan protokol kemoterapi standar dengan angka kekambuhan yang tinggi sehingga diperlukan peningkatan dosis yang secara tidak langsung meningkatkan efek samping. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi kombinasi antara elektroporasi dan aspirin pada kultur sel mononuklear darah tepi pasien LA. Penelitian ini adalah studi eksperimental menggunakan randomized post test only controlled group design. Sampel penelitian adalah isolat sel mononuklear darah tepi (PBMC) pasien LA yang diambil dari lab PK RSSA dengan studi ex vivo yang dibagi dalam 4 kelompok dengan pemberian paparan listrik sebesar 200 Hz selama 5 detik dan aspirin dalam tiga variasi dosis (PA1 = 2,5 mmol ; PA2 = 5 mmol ; PA3 = 10 mmol). Ekspresi NFkB diidentifikasi dengan metode imunositokimia. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji analysis of varian (ANOVA). Adanya perbedaan ekspresi NFkB pada keempat kelompok tersebut diuji dengan post hoc multiple comparison test. Penelitian ini  menunjukkan bahwa pada kelompok PA3 ekspresi NFkB menurun paling tinggi dibandingkan dengan kelompok  PA1 dan PA2. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kombinasi elektroporasi  dan aspirin  dapat meningkatkan jumlah kultur sel mononuklear darah tepi pasien leukemia akut yang mengalami apoptosis setelah diberikan perlakuan dengan melihat penurunan ekspresi NFkB secara signifikan. Kata kunci: Apoptosis, Aspirin, Leukemia akut (LA), Listrik pulsasi, NFkB. 
IMUNISASI PROTEIN ADHESIN 38-KDA MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS LEWAT RONGGA MULUT TERKAIT SEL T CD8+ DI PARU Arthamin, Maimun Z; Gani, Agus A; Issiyah, Nurani; Santoso, Sanarto
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 18, No 3 (2012)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v18i3.377

Abstract

The efficacy of Bacillus Calmette-Guerin (BCG), vaccine against tuberculosis (TB), varies widely, from 0 to 90%; and BCG mainly activates CD4+ T cells, but it fails to activate CD8+ T cells. From the previous study, 38-kDa protein is an adhesin protein. CD8+ T cells play the role in controlling Mycobacterium tuberculosis (M.tb) infection and contribute to the memory immunity. The objective of this study was to determine effect of oral immunization by 38-kDa adhesin protein of M.tb to increase the level of CD8+ T cells in the lung of BALB/c mice. This study used an experimental with post test control group design. The mice were divided into six groups (each group consist of 4 samples), where Group 1: were immunization orally with 100 μg 38-kDa adhesin protein of M.tb and 12 μg ISCOMs. Followed by group 2: 100 μg 38-kDa adhesin protein of M.tb, group 3: 50 μg 38-kDa adhesin protein of M.tb and 12 μg ISCOMs, and group 4: 50 μg 38-kDa adhesin protein of M.tb. Group 5: 12 μg ISCOMs. Group 6: Control. In this study was found increased level of CD8+ T cells in the lung of BALB/c mice after orally immunization with 38-kDa adhesin protein of M.tb. The highest level of CD8+ T cells was on group 1, p=0.000. Also there were found significant differences among the immunized groups, except group 2 and 3, as well as group 5 and 6 also. It can be concluded in this study that oral immunization with 38-kDa adhesin protein of M.tuberculosis could increase the level of CD8+ T cells in the lung of BALB/c mice.
Laporan Kasus: Multisystem Langerhans Cell Histiocytosis pada Anak Perempuan Usia Dua Tahun WL, Eky Indyanty; Arthamin, Maimun Z; Nugroho, Susanto; Budiman, Budiman
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 29, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (538.506 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2016.029.01.17

Abstract

Langerhans Cell Histiocytosis (LCH) merupakan penyakit yang jarang dengan karakteristik proliferasi dan migrasi sel dendritik atau sel histiosit (sel Langerhans). Kelainan ini terutama mengenai tulang (sistem skeletal) namun dapat juga muncul pada kulit, kelenjar tiroid, kelenjar limfe dan risk organs involvement yaitu hepar, paru, limpa, dan sistem hematopoietik. Kelainan ini relatif langka dan jarang sehingga diagnosis LCH sering kali terlambat atau luput. Diagnosis definit pada LCH yaitu ditemukannya CD1a antigen, S100 protein, atau Langerin (CD207) pada pemeriksaan imunohistokimia atau granula Birbeck pada pemeriksaan mikroskop elektron. Pada kasus ini seorang anak perempuan usia 2 tahun dengan keluhan mata kiri menonjol, terdapat benjolan di belakang kepala, belakang telinga kiri dan leher sebelah kanan. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan proptosis okuli sinistra, massa regio occipital, belakang telinga kiri dan leher, hepatomegali, spenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia mikrositik hipokrom anisositosis, leukositosis, trombositosis. Pemeriksaan sumsum tulang mengesankan terdapat infiltrasi Langerhans cell histiocytosis. Pemeriksaan FNAB mengesankan Langerhans histiositosis. Pemeriksaan foto Schuller menunjukkan lesi litik geografik tulang fronto-temporo-parietal-occipital sinistra, occipital dextra, lesi litik destruktif pada ramus mandibula dextra. Hasil CT-scan kepala menunjukkan hasil soft tissue mass multiple. Hasil pemeriksaan imunohistokimia didapatkan hasil positif S100 protein. Pada kasus ini, pasien didiagnosis LCH atas dasar gambaran morfologi sel Langerhans (FNAB) dan hasil positif S100 protein (imunohistokimia). Beberapa organ yang terlibat antara lain mata, tulang craniofacial, kulit, hepar, limpa, dan sumsum tulang.