Mengikuti arus dan tidak terkena arus, layak menjadi kata bijak bagi seorang Jabiri, dengan langkah modernitas yang ia bangun mencoba mengenalkan bangunan epistemologinya pada dunia barat, ia merupakan tokoh yang banyak mencatut wacana lama dan memolesnya dengan gaya baru sehingga orisinalitasnya bisa berkesan seperti yang ia bangun sampai sekarang masih menggema sebagai sebuah wacana. Hal itu menjadi pilihan yang tidak terelakkan, karena mampu mencakup segala hal yang berhubungan dengan sumber pengetahuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data-data deskriptif tentang konsep trilogi epistemologi Mohammed Abid Al Jabiri. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber pustaka seperti buku, majalah, catatan, dan kisah-kisah sejarah. Penelitian ini bersifat menyeluruh (holistik) dengan menganggap keseluruhan sebagai kesatuan yang lebih penting daripada satu bagian. Al-Jabiri mencoba mendasari keilmuan dengan tiga hal, bayani, irfani dan burhani, yang menjadi epistemologi Islam. Namun di sisi lain, pemikirannya banyak menuai kritikan tajam, karena ada unsur subjektifitas yang ia lakukan, jika ada tokoh yang mendukungnya dari pemikirannya, maka ia catut dan mengalahkan pemikir pemikir atau pendapat yang lain, selain itu, pemikir selanjutnya menemukan bahwa pemikiran yang dicetuskan oleh Jabiri adalah sesuatu yang tidak orisinil, hal ini didapat dari pemikir Zaki Najib Mahmud yang dicetuskan pada tahun 1977. Namun setidaknya Jabiri mampu membangun wacana epistemologi dengan trilogi pemikirannya, walau terdapat kesalahan di sana-sini, hal itu merupakan hal yang wajar, karena bagaimanapun juga Jabiri adalah manusia biasa yang mencoba membangun modernitas di dunia Islam tanpa kehilangan ruh Islamnya.