Imam Muslim, tentulah sering didengar dalam dunia ulÅ«mul hadis, karena dia adalah salah seorang pakar dalam hal tersebut. Keharuman namanya sangat dikenal dari dulu sampai sekarang. Ia lahir di Naisabur pada tahun 204 H. Motivasinya untuk menuntut ilmu sangatlah besar. Imam Muslim telah mengumpulkan hadis sebanyak 300.000 buah, yang kemudian dikumpulkannya ke dalam sebuah kitab yang bernama Åahîh Muslim. Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Kitab hadis ini dipandang para ulama hadis menempati posisi kedua setelah Åahîh BukhÅri, karena metode yang dimiliki Imam BukhÅri lebih selektif dalam memasukkan hadis Åahih. Meski demikian, tidak sedikit para ulama yang lebih mengutamakan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim ketika menetapkan hukum. Penelitian ini memfokuskan tentang nafkah istri yang ditalak bain, karena adanya perbedaan status hukum antara hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dengan perspektif imam mażhab. Tujuan penulisan ini adalah: Mendeskripsikan teks hadis yang diriwayatkan Imam Muslim tentang hukum pemberian nafkah kepada istri yang ditalak bain; dan memaparkan pendapat para ulama mażhab terhadap Hadis riwayat Imam Muslim tersebut.Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Selain itu, peneliti juga menggunakan metode hermeneutik, meskipun dalam teknis yang sangat sederhana. Kemudian digunakan pula metode takhrÄ«j hadis, karena metode ini berkenaan dengan apa yang menjadi sumber primer dalam skripsi ini yaitu kitab Åahîh Muslim. Peneliti akan memaparkan secara deskriptif tentang hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim mengenai nafkah istri yang ditalak bain, kemudian mentakhrÄ«j hadis tersebut untuk mengetahui keÅahihannya. Kemudian peneliti memaparkan hasil keputusan hukum para Imam mażhab dan kemudian dianalisis pula secara deskriptif dan komparatif.Hasil dari penelitian ini adalah: 1) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim secara keseluruhan mengenai nafkah istri yang ditalak bain hanya menuliskan hadis yang diriwayatkan dari satu cerita, yaitu perceraian antara AbÅ« âUmar bin Hafs dengan Fatimah binti Qais. Secara khusus Fatimah tidak diberikan nafkah maupun tempat tinggal; 2) Imam Hanafi memutuskan bahwa istri yang ditalak bain sama halnya dengan istri yang ditalak rajâi dalam hal pemberian nafkah, artinya tetap mendapatkan tempat tinggal dan nafkah; 3) Imam MÄlik dan Imam SyÄfiâi menginterpretasikan surat aÅ£-Å¢alak ayat 1 dan 2, sehingga lahirlah keputusan mereka bahwa status istri tersebut hanyalah mendapatkan tempat tinggal, tidak dengan nafkah; 4) Imam Hanbal, satu-satunya mażhab yang sejalur dengan hadis-hadis riwayat Imam Muslim, karena memandang bahwa penunjukan dalil tentang istri yang ditalak bain hanyalah dalam hadis Åahih, tidak pada interpretasi Alquran.