Raynaldo Sembiring, Raynaldo
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Analisis Rancangan Peraturan Perundang-undangan Mengeluarkan Aturan tentang Tindak Pidana Lingkungan Hidup dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Satyahaprabu, Muhnur; Sembiring, Raynaldo
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 2, No 2 (2015): DESEMBER
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.83 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v2i2.30

Abstract

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) saat ini sedang dibahas oleh panitia kerja (Panja) komisi III DPR RI. Rencana revisi KUHP yang sudah lebih dari 30 tahun digagas akhirnya mulai menunjukkan perkembangannya. Salah satu materi baru dalam RKUHP adalah materi mengenai tindak pidana lingkungan hidup yang diatur dalam Buku II pada Bab VIII, mulai Pasal 389 sampai Pasal 390. Sekilas terlihat bahwa RKUHP telah mengalami perubahan dengan mengakomodir aturan tentang tindak pidana lingkungan hidup yang sebelumnya bahkan tidak dikenal dalam KUHP. Hanya saja, perubahan ini tidak menjawab permasalahan lingkungan hidup yang saat ini terjadi.Masuknya tindak pidana lingkungan hidup dalam RKUHP tentunya tidak lepas dari beberapa kritik. Pertama, aturan tentang tindak pidana lingkungan hidup dalam RKUHP akan sulit untuk diimplementasikan, karena aturan tersebut juga telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009). Kedua, pengaturan aturan tentang tindak pidana lingkungan hidup yang hanya berdiri sendiri, mengabaikan fakta yang saat ini eksis bahwa kejahatan lingkungan hidup sangatlah terkait dengan kejahatan di bidang sumber daya alam (SDA) seperti kehutanan, pertambangan, perkebunan, perikanan, kelautan, keanekaragaman hayati, dsb. Kedua poin di atas menjadi kritik utama bagi pengaturan norma tindak pidana lingkungan hidup dalam RKUHP yang akan dibahas dalam tulisan ini.
MEMBERANTAS KEJAHATAN ATAS SATWA LIAR: REFLEKSI ATAS PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 Sembiring, Raynaldo; Adzkia, Wenni
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 2, No 2 (2015): DESEMBER
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (403.559 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v2i2.25

Abstract

AbstrakKejahatan atas satwa liar merupakan kejahatan yang bersifat transnasional dan terorganisasi yang telah mengakibatkan dampak negatif terhadap ekosistem Indonesia. Perkembangan kejahatan atas satwa liar yang saat ini juga merupakan kejahatan teroganisasi, lintas negara dan berbasis elektronik, membuat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tidak lagi efektif dan telah gagal untuk mengatasinya. Kegagalan ini salah satunya disebabkan oleh rendahnya sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Pada tataran praktek, rendahnya tuntutan Penuntut Umum dan putusan Majelis Hakim membuat tidak adanya efek jera bagi pelaku kejahatan atas satwa liar. Tulisan ini membahas secara spesifik mengenai perkembangan kejahatan atas satwa liar dan kegagalan penegakan hukum atasnya. Tulisan ini juga memberikan masukan konstruktif untuk perbaikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 sebagai sarana untuk memberantas kejahatan atas satwa liar di Indonesia. AbstractWildlife Crime is a transnational and organized crime that has given the negative impact for Indonesia’s ecosystem. Evolution of wildlife crime as organized crime, transnational crime, and cyber crime makes Law No. 5 Year 1990 ineffective and has failed to combat it. This failure is caused by the lack of criminal sanction in Law No. 5 Year 1990. In the implementation, low of demand and verdict by prosecutor and judge couldn’t give the deterrent effect for the criminal. This paper discusses specifically about evolution of wildlife crime modus and the failure of law enforcement. This paper also gives input to revise Law No. 5 Year 1990 for combating wildlife crime in Indonesian context.
Tinjauan Etis atas Fenomena Relativisme Hukum dalam Kasus Pabrik Semen di Rembang Sembiring, Raynaldo
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 5, No 2 (2019): April
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.857 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v5i2.93

Abstract

Menyoal Pengaturan Anti Eco-SLAPP Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Sembiring, Raynaldo
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 3, No 2 (2017): Maret
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (201.943 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v3i2.40

Abstract

Anti Eco-SLAPP telah diadopsi dan dirumuskan dalam Pasal 66 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009). Ketentuan Anti Eco-SLAPP merupakan bentuk perlindungan bagi masyarakat untuk berperan serta dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hanya saja penjelasan Pasal 66 UU 32/2009 memiliki perbedaan dengan konsep dasar Anti Eco-SLAPP. Selain itu, ketiadaan interpretasi secara resmi terhadap penjelasan Pasal 66 UU 32/2009 berpotensi memberikan menghambat implementasi Anti Eco-SLAPP di Indonesia
Kriminalisasi atas Partisipasi Masyarakat: Menyisir Kemungkinan terjadinya SLAPP terhadap Aktivis Lingkungan Hidup Sumatera Selatan Sembiring, Raynaldo
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 1 (2014): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.201 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i1.11

Abstract

Pada tanggal 31 Januari 2013 dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) mengenai ratifikasi Konvensi Rotterdam, seorang anggota Komisi VII meminta kepada pimpinan sidang untuk segera menghubungi Kapolri dikarenakan ditangkapnya 3 (tiga) orang aktivis lingkungan di Sumatera Selatan.  Reaksi spontan dari anggota dewan tersebut menyiratkan pertanyaan tentang apa yang terjadi di Sumatera Selatan beberapa hari sebelumnya. Tanggal 29 Januari 2013, terjadi tindakan represif dari aparat kepolisian dengan melakukan penangkapan terhadap 3 (tiga) orang aktivis lingkungan yang sedang menyampaikan pendapatnya dengan berunjuk rasa di depan Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sumatera Selatan.  Penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian mendapat kecaman dari berbagai pihak di Indonesia. Di kemudian hari ketiga aktivis lingkungan tersebut dikenal sebagai Anwar Sadat (Direktur Eksekutif Walhi Sumsel), Dedek Chaniago (Staf Walhi Sumsel), dan Kamaludin (Petani).Tulisan ini akan mencoba memberikan analisis terkait penangkapan terhadap Anwar Sadat dan Dedek Chaniago yang dalam hal ini merupakan aktivis lingkungan yang hak-haknya dilindungi oleh Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).