Malik Malik, Malik
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sunan Giri Malang

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Perppu Pengawasan Hakim Mk Versus Putusan Final Mk Malik, Malik
Jurnal Konstitusi Vol 10, No 4 (2013)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (653.825 KB) | DOI: 10.31078/jk%x

Abstract

Government Regulation in Lieu of Law (Perppu) No. 1 of 2013 about the Second Amendment to Act No. 24 of 2003 about Constitutional Court (MK) is an appropriate step to recover public trust to MK after the arrest of non-active Head of MK Akil Mochtar by Corruption Eradication Commission (KPK). Many crucial things are found  in Perppu No.1 of 2013 about MK and these are considered as the problem roots   but also the efficacious herbs to deter against the replicated corruption practice at MK. One of them is the supervision system of Constitutional Justices. Justices of  MK have been once becoming the object of the supervision of Judicial Commission (KY), but the release of the Verdict of Constitutional Court No. 005/PUU-IV/2006  has made the authority of KY to supervise Constitutional Justices degraded into inconstitutional. The verdict of Constitutional Court is final and binding, but it cannot still escape from erga omnes principle, meaning that the verdict is binding  in general term and also binding for the object of dispute.
Konteks Politik Hukum di Balik Percepatan Penetapan Hutan Adat: Catatan Ke Arah Transisi 2019 Wicaksono, Muki T; Malik, Malik
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 4, No 2 (2018): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.225 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v4i2.60

Abstract

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012, tahapan baru bagi masyarakat adat sebagai subjek pengelola hutan adat berdampak positif terhadap transformasi pengelolaan kawasan hutan dan sumber daya alam di Indonesia. Konteks politik-hukum menjadi hal yang penting untuk dipahami secara historis dan kontekstual dalam melihat beragam strategi yang dilakukan oleh NGO dalam mendorong pengakuan bagi masyarakat adat di dalam kawasan hutan. Tulisan ini muncul dari hasil observasi penulis selama kurun waktu 2015-2017 atas arah advokasi NGO pegiat masyarakat adat di Indonesia dalam proses regularisasi tentang hutan adat. Berfokus pada proses regularisasi sebagai proses sosial, tulisan ini menelaah dinamika Pasca keluarnya Putusan MK 35 yang mengoreksi UU No.41/1999 tentang kehutanan, yang kini memposisikan ‘hutan adat adalah berada terpisah dari hutan negara’. Dengan memahami proses terbentuknya aturan sebagai sebuah proses sosial, tulisan ini melihat sebuah produk hukum sebagai dokumen yang hidup dan menghasilkan perubahan sosial dalam menempatkan masyarakat adat sebagai subjek pengelola kawasan hutan. Berfokus pada 215 produk hukum daerah tentang masyarakat adat selama kurun waktu 1979-2017, dan proses penetapan hutan adat oleh Negara, tulisan ini menyimpulkan bahwa pentingnya mendorong proses regularisasi dalam bentuk diskresi yang efektif untuk mengisi kekosongan hukum pada upaya percepatan penetapan hutan adat di Indonesia. Upaya tersebut telah dilakukan oleh NGO pegiat masyarakat adat dengan melakukan sejumlah advokasi untuk mendorong kebijakan di tingkat daerah, kementerian, hingga peraturan perundang-undangan di tingkat nasional. Pada akhir bagian, tulisan ini memperlihatkan salah satu inisiatif NGO dalam mewacanakan konsep Areal Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM atau ICCAs) sebagai salah satu strategi untuk melibatkan masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan konservasi dengan cara yang berkelanjutan. Selain itu, momentum tahun politik pilkada serentak di tahun 2018, dan Pilpres di tahun 2019, menjadi peluang sekaligus tantangan untuk mendorong masyarakat adat sebagai subjek aktif pengelola kawasan hutan