Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Penggunaan FOUR Skor dalam Manajemen Anestesi untuk Evakuasi Hematoma Epidural pada Pasien dengan Intoksikasi Alkohol Firdaus, Riyadh; Lalenoh, Diana C.; Rahardjo, Sri; Bisri, Tatang
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 6, No 3 (2017)
Publisher : Departement of Anesthesiology and Intensive Care Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24244/jni.v6i3.52

Abstract

Manajemen neuroanestesia untuk cedera kepala bertujuan untuk mengoptimalkan perfusi otak, memfasilitasi pembedahan dan mencegah cedera otak sekunder. Bagi pasien cedera kepala yang mengalami toksisitas alkohol, diperlukan perhatian khusus dalam mengevaluasi dan menentukan dosis obat anestesia. Walaupun GCS dapat digunakan sebagai modalitas penilaian pasien dengan intoksikasi alkohol, penilaian menggunakan FOUR adalah alternatif yang lebih baik. FOUR lebih spesifik dalam menilai penurunan kesadaran bila ada defek neurologi, bahkan bagi pasien yang terintubasi. Selama pembiusan, dosis perlu diperhatikan karena konsumsi alkohol jangka panjang dapat meningkatkan kebutuhan dosis obat anestesia. Sebaliknya, intoksikasi alkohol memerlukan dosis obat induksi yang lebih kecil. Seorang laki-laki usia 38 tahun dibawa ke IGD dengan penurunan kesadaran pasca trauma kepala sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien memiliki riwayat konsumsi alkohol. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, ditegakkan diagnosis Hematom Epidural. Pasien menjalani kraniotomi evakuasi Hematom Epidural selama 4 jam. Pascaoperasi pasien tidak dilakukan ekstubasi dan dirawat di perawatan ICU selama 7 hari.Use of Four Score in Anesthesia Management for Epidural Hematoma Evacuation in Patient with Alcohol IntoxicationAbstractNeuroanesthetic management for brain trauma aims to maintain optimal cerebral perfusion and facilitate surgery while preventing secondary brain injury. For patients with brain trauma under alcohol toxicity, careful monitoring is needed to assess and determine drug dosing. Although GCS is reliable for assessing conciousness in patients with alcohol intoxication, evaluation using FOUR is a reasonable alternative. FOUR is more spesific in identifying level of conciousness in neurologic defects, even in intubated condition. Throughout anesthesia, special attention should be given, as long term alcohol consumption may increase the dose needed for general anesthesia. However, a smaller dose of induction agent is needed in alcohol intoxication. We describe a case of a 38 years old male, who was admitted to emergency department with loss of conciousness following head trauma for 3 hours prior to admission. There was history of alcohol consumption. History and physical findings were consistent with epidural hematoma. Patient underwent craniotomy for epidural hematoma evacuation. The surgery took four hours. Post surgery, patient remained intubated and stayed in ICU for seven days.
Penatalaksanaan Perioperatif Epidural Hematoma karena Pijat Kepala pada Bayi Subekti, Bambang Eko; Lalenoh, Diana C.; Rahardjo, Sri
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 6, No 3 (2017)
Publisher : Departement of Anesthesiology and Intensive Care Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24244/jni.v6i3.53

Abstract

Cedera kepala pada bayi merupakan merupakan kejadian yang sering terjadi. Sejak bayi dapat tengkurap, berguling, merangkak bisa terjadi kepala bayi membentur dinding saat berganti posisi. Kebiasaan pijat bayi tradisional yang salah juga berisiko terjadinya cedera kepala. Terdapat perbedaan anatomi, fisiologi dan fisikososial, di samping otak bayi yang sedang mengalami perkembangan/pertumbuhan menjadi problem khusus dalam neuroanestesi. Bila terjadi trauma akan menyebabkan angka mortalitas, morbiditas dan kecacatan yang tinggi, yang sangat berpengaruh pada perkembangannya. Seorang bayi laki-laki, 1 bulan, datang ke RS dengan mengalami penurunan kesadaran setelah dipijat oleh dukun bayi tradisional. 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit, bayi dipijat kemudian hari berikutnya demam, mual dan muntah, kejang dan kesadarannya menurun. Dibawa ke puskesmas dan dirujuk ke Rumah Sakit Abdul Muluk. Pada pemeriksaan di dapat kondisi lemah, GCS 9, pupil isokor 2/2mm, reflek cahaya +/+, hemodinamik dalam batas normal, anemia (+). Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan didiagnosa cedera otak traumatik (GCS 9) dengan epidural hemorrhage (EDH). Pada pasien dilakukan tindakan kraniotomi evakuasi hematom dengan memperhatikan prinsip neuroanestesi selama tindakan bedah berlangsung.Perioperative Management of Epidural Hematoma for a Head Massage in InfantsHead injury in infants is a common occurence. Infancy can stomach, roll over, crawl could happen baby’s head againts the wall when changing position. Custom baby masssage traditional one is also at risk of head injury. There are differences in anatomy, physiology and psychosocial, as well as infants who are experiencing brain development/growth particular problem in neuroanestesi In the event of trauma will cause mortality, morbidity and a higher rate, which is very influential in the development of infants. A boy,1 months, admitted to hospital with the experience a decrease in consciousness after a massage by masseur traditional. 3 days before entering the hospital, baby massage and then have fever, nausea and vomiting, seizures and decreased consciousness. The baby was brought to Puskesmas and refer to Abdul Muluk hospital. On examination 9 obtained GCS, pupillary light reflex isocoor 2/2mm + / +, hemodynamics in the normal range, anemia (+). After a physical examination and was diagnosed with an additional examination brain damage due to trauma (GCS 9) with epidural hemorraghe. Patient was managed with emergency hematoma evacuation under general anesthesia and with continues and comprehensive care using neuroanesthesia principles.
Profil Pasien Pasca Laparotomi di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2015 sampai Desember 2017 Tanio, Pratiwi N.; Lalenoh, Diana C.; Laihad, Mordekhai L.
e-CliniC Vol 6, No 2 (2018): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v6i2.22122

Abstract

Abstract: Laparotomy is a surgical procedure involving an incision through the abdomen. Laparotomy can be performed on patients with hemoperitoneum due to abdominal trauma, gastrointestinal bleeding, acute abdominal pain, chronic abdominal pain, and if there is an intra-abdominal clinical finding that requires emergency surgery, such as pertonitis as well as ileus (obstruction or perforation). This study was aimed to obtain the profile of post laparotomy patients at ICU Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from January 2015 to December 2017. This was a descriptive retrospective study using medical record data of post laparotomy patients at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. There were 107 post laparotomy patients at the ICU. The highest percentages were found in: peritonitis (38.3%), males (62%), and ages 45-64 years (50%). There were 87% of post laparotomy patients that used mechanical ventilators. The average of length of stay of post laparotomy patients in ICU was 7-14 days (33%). There were 40 patients (37%) in 24-48 hours after admission in the ICU and caused by sepsis (77.5%). Conclusion: Most post laparotomy patients were 45-64 years old, male, had main diagnosis as peritonitis, length of stay of 7-14 days, and used mechanical ventilators. Moreover, there were 40 patients died in 24-48 hours after admission.Keywords: laparotomy, peritonitis, mortality, length of stayAbstrak: Laparotomi adalah suatu tindakan bedah berupa insisi pada dinding perut atau abdomen. Laparotomi dapat dilakukan pada pasien yang menderita trauma abdomen dengan hemoperitoneum, perdarahan gastrointestinal, nyeri abdomen akut, nyeri abdomen kronik, dan jika ditemukan kondisi klinis intra abdomen yang membutuhkan pembedahan darurat seperti peritonitis, ileus obstruksi, dan perforasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pasien pasca laparotomi di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2015 - Desember 2017. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif, menggunakan data rekam medik pasien pasca laparotomi di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil penelitian mendapatkan 107 orang pasien pasca laparotomi di ICU dengan diagnosis penyakit terbanyak pada peritonitis (38,3%), jenis kelamin laki-laki (62%), dan usia 45-64 tahun (50%). Pasien pasca laparotomi banyak yang menggunakan ventilator mekanik (87%). Rerata lama perawatan pasien pasca laparotomi di ICU 7-14 hari (33%). Terdapat 40 orang yang meninggal (37%) pada 24-48 jam dirawat di ICU, dan disebabkan oleh sepsis (77,5%). Simpulan: Pasien pasca laparotomi terbanyak pada usia 45-64 tahun, jenis kelamin laki-laki, dengan diagnosis penyakit dilakukan laparotomi peritonitis, lama rawat ICU 7-14 hari, dan menggunakan ventilator mekanik. Didapatkan 40 pasien yang meninggal pada 24-48 jam dirawat di ICU.Kata kunci: laparotomi, peritonitis, mortalitas, lama rawat inap
Profil penderita sepsis di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manadoperiode Desember 2014 – November 2015 Tambajong, Rheza N.; Lalenoh, Diana C.; Kumaat, Lucky
e-CliniC Vol 4, No 1 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.4.1.2016.11011

Abstract

Abstract: Sepsis (blood poisoning) is an acute and serious clinical condition due to the presence of pathogenic microorganisms or their toxins in the bloodstream. The incidence of sepsis continues to rise over the past three decades. Although the knowledge of pathophysiology and therapy has developed supported by specific antibiotic therapy, sepsis is still the main cause of non-cardiac death in Intensive Care Unit (ICU). This study was aimed to determine the profile of patients with sepsis and its classification in the ICU. This was a descriptive retrospective study. Samples were determined by using non-probability sampling method, the purposive sampling method. Samples were septic patients at ICU Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado obtained from data of the medical records from December 2014 to November 2015. The results showed that there were 35 septic patients consisted of 16 males (46%) and 19 females (54%); most were geriatric patients. There were 29 patients (82.8%4 patients) diagnosed as sepsis; 4 patients (11.4%) as severe sepsis; and 2 patients (5.7%) as septic shock. Of the total 35 patients, there were 12 survivors (34.3%) and 23 deaths (65.7%)Keywords: septic patients Abstrak: Sepsis adalah kondisi klinis akut dan serius yang muncul akibat adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya dalam aliran darah. Kejadian sepsis terus meningkat selama tiga dekade terakhir, Meskipun pemahaman patofisiologi dan terapi meningkat serta didukung oleh terapi antibiotik yang spesifik, sepsis dilaporkan tetap menjadi penyebab dari kematian non-cardiac di Intensive Care Unit (ICU). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil penderita sepsis dan klasifikasinya di ICU. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif. Sampel penelitian ialah pasien ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan diagnosis sepsis dan klasifikasinya diperoleh dari data di Bagian Rekam Medik periode Desember 2014 – November 2015. Besar sampel ditentukan dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian mendapatkan total 35 sampel dengan sepsis terdiri dari 16 orang laki-laki (46%) dan 19 orang perempuan (54%); sebagian besar ialah pasien geriatri. Pasien yang didiagnosis masuk sepsis yang terbanyak yaitu 29 orang (82,8%) dibandingkan dengan diagnosis lain yaitu severe sepsis sebanyak 4 orang (11,4%) dan syok sepsis sebanyak 2 orang (5,7%). Dari ke 35 pasien dengan sepsis, 12 orang berhasil selamat (34.3%) sedangkan 23 orang meninggal (65.7%). Kata kunci: pasien sepsis
Tatalaksana Acute Respiratory Distress Syndrome Pada Pasien Dewasa Dengan Steroid Masikome, Jessica N.; Laihad, Mordekhai L.; Lalenoh, Diana C.
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 13, No 1 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.13.1.2021.31797

Abstract

Abstract: Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) is a non-cardiogenic pulmonary edema caused by several risk factors and is an emergency case. ARDS characterized by acute intervals, alveolar edema, acute hypoxemia, decreased pulmonary compliance and multi-organ dysfunction or decreased organ function. ARDS often treated in an intensive care unit along with underlying factors. Although many medical treatments ineffective in treating ARDS, corticosteroids can reduce fluid in the alveolar capillaries and the attachment of neutrophils to endothelial capillaries. Aim of this study was to look at indicators of ARDS with steroids looking at the mortality rate, ventilator-free days, and length of stay for ARDS with steroids. Search data using three databases, namely Pubmed, Sciencedirect, Google Scholar. Ten literatures met the inclusion and exclusion criteria. Consisted of one retrospective observational study, one analytical retrospective study, three randomized control trials and five cohort studies. Total sample in 10 literatures was 1633 people for the steroid therapy group and 1303 for the control group. Result of a literature review study showed that steroids had less impact on reducing mortality in ARDS patients, steroids had an effect on increasing the number of ventilator-free days and steroids did not have an impact on increasing length of stay.Keywords: Acute Respiratory Distress Syndrome, Steroid Abstrak: Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan edema pulmoner non-kardiogenik yang disebabkan beberapa faktor risiko dan merupakan kasus kegawatdaruratan. Karakteristik ARDS terjadi dalam selang waktu pendek atau akut, edema alveolar, hipoksemia akut, penurunan komplians paru serta multiple organ disfunction atau penurunan fungsi organ. ARDS sering dirawat dalam ruang rawat intensif beserta faktor-faktor yang mendasari. Meskipun banyak sekali pengobatan medikamentosa yang tidak efektif dalam pengobatan ARDS, namun kortikosteroid mampu mengurangi tembusnya cairan pada membran kapiler alveolar dan perlekatan neutrofil pada kapiler endotel. Tujuan dari studi ini adalah mengetahui tatalaksana ARDS dengan steroid dengan melihat angka mortalitas, ventilator free days, dan length of stay dari tatalaksana ARDS dengan steroid. Pencarian data menggunakan tiga database yaitu Pubmed, Sciencedirect, Google Scholar. Sepuluh literature yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Terdiri dari satu penelitian retrospective observational, satu penelitian retrospective analysis, tiga penelitian randomized control trial dan lima penelitian cohort study. Jumlah sampel penelitian pada 10 literature tersebut adalah 1633 orang untuk grup terapi steroid dan 1303 untuk grup kontrol. Hasil penelitian literature review menunjukkan steroid kurang memberi dampak dalam mengurangi angka mortalitas pada pasien ARDS, steroid memberi dampak dalam peningkatan angka ventilator free days dan steroid tidak memiliki dampak yang bermakna pada peningkatan length of stay.Kata Kunci: Acute Respiratory Distress Syndrome, Steroid.