Ratna Dewi
Jurusan Sosiologi, Universitas Jenderal Soedirman

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Sirkuler Pasien Kanker Payudara di Yogyakarta Dewi, Ratna
Insignia: Journal of International Relations Vol 3 No 02 (2016): November 2016
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (487.675 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2016.3.02.471

Abstract

AbstrakMigrasi penduduk merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini juga terjadi pada pasien kanker. Keterbatasan fasilitas kesehatan di daerah asal akan dapat mendorong mereka untuk mencari pengobatan di luar tempat tinggalnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan untuk melakukan mobiitas pada pasien kanker yang melakukan pengobatan di yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterbatasan pelayanan kesehatan di daerah asal menyebabkan pasien melakukan pengobatan keluar daerahnya. Ada banyak pertimbangan bagi pasien kanker untuk mengambil keputusan melakukan migrasi. Pertimbangan dapat berupa pengaruh dari dalam maupun luar diri pasien. Kuatnya ikatan kekeluargaan membuat mereka berat meninggalkan daeraah asalnya. Proses pengambilan keputusan bukanlah hal yang mudah karena berkaitan dengan keluarga ataupun pekerjaan yang harus ditinggalkan. Pilihan daerah tujuan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain jarak antara tempat tinggal dengan kota tujuan, informasi yang diterima mengenai daerah tujuan, dan penilaian pasien kanker terhadap daeah tujuan.Kata-kata Kunci: migrasi sirkuler, kajian lokal Yogyakarta, social ekonomiAbstractPeople migration is an effort to fulfill their living needs. It was happened to the cancer patients. Limited facility of health services in one place can encourage people to get a healing outside the town of origin where the more complete facilities are available. The contrast in the services and facilities of health sector inter-regionally has become one of the matters encouring people to move to find far more complete health facilities. This research was aimed to determine the process of the decision-making of the cancer patient for treatment in Yogyakarta. This happened due to the limited cancer facilities and services in a number of hospitals. The result of the research shows that the limitation of health care facilities in the native region is one of the matters causing the patients to take medication outside their domicilies. There are many considerations to decide to move. Those considerations are the external and also internal effects. The strength of the kinship makes people are hard to leave their town of origin. The decision is not easy to be taken due to issues related to the family or the work which must be abandoned.In case of choosing the recovery place, there are some considerations on it, there are, the distance from the town of origin, the affection from the other people, and the condition or environment.
Citra Diri Maskulin Para Pelaku Kejahatan Seksual Terhadap Anak di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah Tri Wuryaningsih; Arizal Mutahir; Ratna Dewi
PALASTREN Jurnal Studi Gender Vol 12, No 1 (2019): PALASTREN
Publisher : STAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/palastren.v12i1.3827

Abstract

Persoalan kekerasan terhadap anak di Indonesia menjadi persoalan yang sangat serius. Pemerintah menyatakan bahwa ‘Indonesia Darurat Kekerasan terhadap Anak.’ Kasus kekerasan terhadap anak terus mengalami peningkatan. Kasus kekerasan seksual merupakan kasus terbanyak. Kasus kekerasan seksual tidak lepas dari gagasan maskulinitas yang sangat cenderung patriarkhis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menjelaskan tentang gagasan maskulinitas para pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang berkenaan dengan makna dan struktur sosial yang melingkupi mereka. Untuk meraih tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Temuan penelitian ini adalah: tindakan seksual para pelaku kejahatan seksual tidak dapat dilepaskan dari pemaknaan mereka tentang gender dan seksualitasnya, laki-laki dianggap sebagai sang penakluk, pemangsa, dan perempuan sebagai pihak yang ditundukkan (objek seksual). Bagi kaum paedofil (pelaku sodomi), perempuan adalah sosok yang selalu membuatnya sakit hati. Anak-anak dijadikan pelampiasan hasrat seksualnya; para pelaku kejahatan seksual menganggap persetubuhan dengan anak dilakukan atas dasar suka sama suka, tidak ada ancaman dan paksaan, bukan merupakan kekerasan atau tindak kejahatan; struktur sosial yang melingkupi para pelaku adalah: tingkat sosial ekonomi rendah, lingkungan pergaulan buruk, ketiadaan figur ayah, ketiadaan istri dalam jangka waktu lama, cenderung menutup diri dari lingkungannya, konsumsi obat-obat terlarang, minuman keras, materi pornografi serta seks bebas                                Kata kunci: kejahatan seksual, anak, maskulinitas, makna, struktur sosial Abstract"Indonesia Emergency Violence against Children" is the statement delivered by the government to show how the issue of violence against children in Indonesia has become a very serious problem. Currently the case of violence against children is increasing and cases of sexual violence cases occupy the highest among the other kinds of violence. This study aims to analyze and explain the idea of masculinity perpetrators of sexual crimes against children that focuses on the meaning and social structures that surround sexual offenders. The findings in this study are: 1) The sexual act of sexual offenders can not be separated from their meaning about gender and sexuality, in which the male sex is considered as the conqueror, predators, and women as the subjugated (sexual object). For the pedophile, the woman is a person who always made it hurt. Only the children can freely vent to his sexual desires; 2) According to sex offenders, that sexual intercourse with a child on the basis of consensual, there is no threat and coercion is not the violence or crime; 3) social structure that surrounds the sex offenders are: socio-economic level is low, the social environment is bad, the absence of a father figure, the absence of the wife in the long term, tend to close themselves from the environment, the consumption of illegal drugs, alcohol and pornographic material as well as free sex.Keywords: sexual crimes, child, masculinity, meaning, social structure
INDUSTRI BATIK SEBAGAI STRATEGI PENINGKATAN KEMANDIRIAN EKONOMI LANSIA Kintan Putri Salsabiil; Ratna Dewi; Nanang Martono
Jurnal Neo Societal Vol 5, No 2 (2020): Edisi April
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (368.202 KB) | DOI: 10.52423/jns.v5i2.11637

Abstract

Artikel ini mendeskripsikan peranan industri batik di Banyumas dalam peningkatan kemandirian ekonomi lansia serta fungsi dan manfaat membatik bagi lansia. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan mengambil informan dari lansia yang bekerja sebagai pembatik di Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Informan ditentukan dengan metode sampel purposif, yaitu lansia yang bekerja sebagai pembatik di industri batik.Data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi di industri batik di Sokaraja yang mempekerjakan lansia. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa sektor pekerjaan pembatik cap dan tulis dapat menjadi alternatif bagi lansia untuk menjadi individu aktif dan mandiri. Para lansia yang bekerja sebagai pembatik dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri atau tidak menggantungkan hidupnya dengan anak atau cucunya. Mereka berusaha karena tidak ingin menjadi beban maupun bergantung terhadap anaknya. Selain itu, ada lansia yang justru berkontribusi membantu ekonomi anak dan memenuhi kebutuhan cucunya. Pekerjaan ini memberikan peningkatan ekonomi khususnya bagi pembatik tulis ketika suaminya tidak lagi memiliki penghasilan tetap. Sementara itu, pekerjaan sebagai pembatik cap dianggap lebih menguntungkan daripada pekerjaan lainnya karena memiliki penghasilan tetap dan jelas. Selain itu, pekerjaan membatik memiliki fungsi dan manfaat lain selain ekonomi, yaitu fisik maupun psikologis, sosial, dan budaya.
SEKOLAH KOMUNITAS MTs PAKIS DI DESA GUNUNGLURAH, CILONGOK, BANYUMAS, JAWA TENGAH: UPAYA MANDIRI DALAM MENGATASI ISU PENDIDIKAN ANAK Hendri Restuadhi; Ratna Dewi; Sulyana Dadan; Ankarlina Pandu Primadata
Jurnal Sosiologi Nusantara Vol 8 No 2 (2022)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jsn.8.2.237-252

Abstract

Desa Gununglurah, di Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah merupakan wilayah yang hingga tahun 2011 masih sangat terkurung oleh lebatnya hutan dan lekuk-lekuk Gunung Slamet. Akses masyarakat setempat kepada pendidikan sangatlah rendah. Namun demikian, hingga kurun waktu setahun setelah itu, di tengah masih kuatnya kegagahan alam, MTs (Madrasah Tsanawiyah) PAKIS –Piety, Achievement, Knowledge, Integrity, Sincerity – dibangun dan dikembangkan oleh warga setempat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji kiprah MTs PAKIS di desa Gununglurah selama ini serta mendeskripsikan dan menjelaskan upaya pengembangan sekolah komunitas itu sendiri. Penelitian yang mendasari tulisan ini dilaksanakan secara kualitatif dan data diperoleh melalui focused group discussion bersama murid dan para relawan MTs PAKIS serta orang tua murid MTs PAKIS. Sebagai sebuah lembaga pendidikan, MTs PAKIS meberikan layanan pendidikan melalui pemberian pelajaran-pelajaran umum sebagaimana di sekolah-sekolah SMP. Namun demikian, metode pembelajarannya tidak murni instruksional layaknya pendidikan formal. Belajar mandiri, membaca, dan berdiskusi adalah model pembelajaran utamanya. Bersamaan dengan itu, MTs PAKIS juga mengajak murid-muridnya untuk bercocok tanam, beternak, dan memelihara ikan di kolam. Hal ini dilakukan agar para murid mengenal lingkungan geografis, sosial, dan kultural wilayahnya sendiri. MTs PAKIS tentulah sekolah non-formal namun ia bukanlah model pendidikan masyarakat atau pusat kegiatan belajar masyarakat namun gabungan secara eklektik keduanya dan merupakan sekolah yang dibangun oleh-untuk-bagi masyarakat: sebuah sekolah komunitas. Meskipun model pendidikan tersebut tidak dikenal di dunia pendidikan namun merupakan alternatif lain bagi masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya sendiri di tengah keterbatasannya.