Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Efektivitas Bukti Elektronik Dalam Uu Ite Sebagai Perluasan Sistem Pembuktian Dalam Kuhap Noor Rahmad; Kuni Nasihatun Arifah; Deni Setiyawan; Muhammad Ramli; Brian Septiadi Daud
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 16th University Research Colloquium 2022: Bidang Pendidikan, Humaniora dan Agama
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan dan perubahan khususnya teknologi komunikasi telah membuat berbagai fasilitas untuk mobilitas manusia. Jenis kejahatan baru sebagai dampak negatif pada perkembangan teknologi informasi muncul seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Kejahatan menggunakan teknologi informasi atau media komputer dan Internet disebut kejahatan siber. Posisi bukti sebagai substantif penegakan hukum pidana menjadi parameter hakim untuk memutuskan suatu kasus. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan ruang untuk mencetak bukti elektronik dalam kejahatan siber sebagai bukti yang sah. Ada dua masalah yang ditinjau dalam penelitian ini, pertama, sistem pembuktian dalam tindak pidana kejahatan di Indonesia dan apakah hasil pembuktian dalam hukum ITE telah efektif terutama dari aspek kriminal. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menemukan sistem pembuktian dalam tindak pidana kejahatan siber di Indonesia dan untuk menemukan efektivitas dalam UU ITE sebagai perluasan alat bukti KUHAP. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Hasil penelitian bahwa bukti elektronik sangat dibutuhkan dalam sistem peradilan pidana untuk membuat keputusan bagi para terdakwa yang diadili dalam kasus kejahatan siber dengan menjadikan bukti elektronik sebagai bukti hukum. Bukti elektronik memiliki karakteristik dan penanganan yang berbeda, perlu pengaturan khusus agar bukti tidak rusak dan hilang. Posisi bukti elektronik dapat menentukan dalam kasus untuk menutup investigasi atau melanjutkan penuntutan sebelum persidangan. Pentingnya menangani bukti elektronik bukan tentang bagaimana menggunakan teknologi terbaru untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan tindakan kriminal, tetapi membutuhkan upaya penegakan hukum yang terus memperbarui kebijakan penegakan hukum sebagai respons yang tepat untuk kemajuan teknologi.
Efektivitas Bukti Elektronik Dalam Uu Ite Sebagai Perluasan Sistem Pembuktian Dalam Kuhap Noor Rahmad; Kuni Nasihatun Arifah; Deni Setiyawan; Muhammad Ramli; Brian Septiadi Daud
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 16th University Research Colloquium 2022: Bidang Pendidikan, Humaniora dan Agama
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan dan perubahan khususnya teknologi komunikasi telah membuat berbagai fasilitas untuk mobilitas manusia. Jenis kejahatan baru sebagai dampak negatif pada perkembangan teknologi informasi muncul seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Kejahatan menggunakan teknologi informasi atau media komputer dan Internet disebut kejahatan siber. Posisi bukti sebagai substantif penegakan hukum pidana menjadi parameter hakim untuk memutuskan suatu kasus. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan ruang untuk mencetak bukti elektronik dalam kejahatan siber sebagai bukti yang sah. Ada dua masalah yang ditinjau dalam penelitian ini, pertama, sistem pembuktian dalam tindak pidana kejahatan di Indonesia dan apakah hasil pembuktian dalam hukum ITE telah efektif terutama dari aspek kriminal. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menemukan sistem pembuktian dalam tindak pidana kejahatan siber di Indonesia dan untuk menemukan efektivitas dalam UU ITE sebagai perluasan alat bukti KUHAP. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Hasil penelitian bahwa bukti elektronik sangat dibutuhkan dalam sistem peradilan pidana untuk membuat keputusan bagi para terdakwa yang diadili dalam kasus kejahatan siber dengan menjadikan bukti elektronik sebagai bukti hukum. Bukti elektronik memiliki karakteristik dan penanganan yang berbeda, perlu pengaturan khusus agar bukti tidak rusak dan hilang. Posisi bukti elektronik dapat menentukan dalam kasus untuk menutup investigasi atau melanjutkan penuntutan sebelum persidangan. Pentingnya menangani bukti elektronik bukan tentang bagaimana menggunakan teknologi terbaru untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan tindakan kriminal, tetapi membutuhkan upaya penegakan hukum yang terus memperbarui kebijakan penegakan hukum sebagai respons yang tepat untuk kemajuan teknologi.
Kedudukan Rasio Decidendi Hakim Dalam Pemenuhan Hak Restitusi Kepada Korban kejahatan Seksual pada Anak Deni Setiyawan; Muhammad Ramli; Noor Rahmad
JATIJAJAR LAW REVIEW Vol 1, No 1 (2022): JATIJAJAR LAW REVIEW
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Gombong

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26753/jlr.v1i1.729

Abstract

Children grow and develop in their lives cannot be separated from social and environmental influences in which they live and grow. We often see children who are victims of sexual crimes, especially crimes of rape. Even though protection for children has been regulated in Law Number 35 of 2014 concerning Child Protection (Child Protection Law) and Government Regulation Number 43 of 2017 concerning the Implementation of Restitution for Children Who Become Victims of Crime. However, crimes against children continue to occur and pay more attention to that the law does not explain the amount of compensation for victims of sexual crimes, in this case a child. Seeing this problem, the judge must prioritize the fulfillment of the rights of the child as a victim in his decision. Because judges have an important role in determining the rights of victims through legal analysis, (ratio decidendi). This study aims to describe the position of the Judge's Decidendi Ratio in Fulfilling the Right of Restitution to Victims of Sexual Crimes in Children. The concentration of this research discusses the position of Government Regulation Number 43 of 2017 concerning the Implementation of Restitution for Children Who Become Victims of Crime in determining the amount of restitution, then the role of the position of judges who have the right of the ratio decidendi in determining the amount of compensation for victims by prioritizing justice to victims. . This study uses a normative method with a normative juridical approach. The results obtained: first, the position of Government Regulation Number 43 of 2017 concerning the Implementation of Restitution for Children Who Become Victims of Crime in determining the amount of restitution. Second, the role of the judge who has the right of the ratio decidendi in determining the amount of compensation for the victim by prioritizing justice to the victim.
Kedudukan Ruislagh Dalam Investasi Tanah Wakaf Perspektif Maqasid Syari’ah Muhammad Ramli; Deni Setiyawan; Noor Rahmad
JATIJAJAR LAW REVIEW Vol 1, No 1 (2022): JATIJAJAR LAW REVIEW
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Gombong

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26753/jlr.v1i1.730

Abstract

Wakqf is part of the teachings of Islam which aims to realize the general welfare. Seeing the reality on the ground, sometimes the waqf property is not in accordance with the purpose of the waqf, even ironically the waqf property is neglected. Seeing this phenomenon as Nadzir who is mandated to manage waqf assets, he must provide concrete and maslahah solutions. Not a few ruislagh become the final solution for waqf assets that no longer provide benefits. This study aims to describe the position of ruislagh in waqf land investment with a maqasid sharia perspective. The concentration of this research discusses the legal basis of ruislagh from the perspective of maqasid sharia and the position of ruislagh as a form of innovation in legal reform in the field of waqf. This study uses a normative method with a normative juridical approach. The results obtained: First, the legal basis of waqf in Indonesia refers to maqasid sharia. The two ruislaghs, apart from being legal, are also a way of renewing waqf management for the benefit of the people.