Mochamad Syaifudin
Institut Agama Islam al-Khoziny Buduran Sidoarjo

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Scholastica : Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan

Pengembangan Bahasa Arab Madrasah Diniyah Roudlotul Huda Wangkal Krembung Sidoarjo Mochamad Syaifudin
SCHOLASTICA: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol 4 No 1 (2022): Mei
Publisher : LP3M STITNU AL HIKMAH MOJOKERTO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ta’allamu al-Arabiyah Fa Innaha Juzun Min Dinikum (Pelajarilah bahasa Arab, karena bahasa Arab adalah bagian dari agamamu), begitu kira-kira ungkapan yang disampaikan oleh Khalifah kedua, Umar bin Khottob. Beliau berpandangan begitu pentingnya bahasa Arab bagi tingkat keberagamaan seseorang. Ini bisa dipahami lantaran dalam ritual ibadah mahdloh, semua doa dipanjatkan dalam bahasa Arab. Kalaupun seorang hamba bisa membaca Arab tapi tanpa mengetahui makna kandungannya tentu tingkat penghayatan dan peresapan pesan dalam ritus itu akan berbeda dengan mereka yang memahami bahasa Arab. Sehingga bisa diungkapkan logika sederhana, tingkat kekhusyuan ibadah seorang hamba tergantung sejauhmana ia memahami apa yang ia panjatkan dalam bahasa Arab, begitu pula sebaliknya, walaupun ada perbedaan pandangan tentang faktor lain dalam menentukan kekhusyuan ibadah seseorang. Karena itu Madrasah Diniyah Roudlotul Huda Wangkal Krembung Sidoarjo memandang perlunya mengajarkan bahasa Arab sebagai pelajaran yang terpisah dari baca tulis al-Qur’an, sejarah nabi, tata laku ibadah, akidah keyakinan dan materi keagamaan lain walaupun seluruh materi itu ditulis dalam buku ajar dengan menggunakan bahasa Arab. Kalau hanya mengacu kepada apa yang tertulis dalam kitab ajar, tentu bahasa Arab hanya dianggap sebagai bahasa yang pasif, karena tujuannya hanya untuk bisa membaca dan memahami tanpa mampu untuk menjadikan alat komunikasi baik lisan maupun tulisan dalam kehidupan sehari-hari. Bisa juga dengan pertimbangan kalau pembelajaran bahasa Arab hanya bertumpu pada bahasa yang tertulis dalam buku ajar tentu bahasa santri akan ketinggalan dengan perkembangan bahasa Arab yang begitu cepat. Karena selain tetap memakai literatur buku berbahasa Arab yang sudah diberi arti dan penjelasan minimalis, bahasa Arab juga diajarkan dengan sistem integratif, menggabungkan apa yang tercantum dalam teks buku ajar juga dengan materi kebahasaan yang bersifat murni dan aplikatif. Sehingga ke depan pembelajaran bahasa Arab ini akan membantu santri untuk memahami buku ajar berbahasa Arab secara mandiri, syukur-syukur bisa menyampaikan gagasan atas sebuah persoalan dengan menggunakan bahasa Arab baik lisan maupun tulisan. Dengan penguasaan semacam itu peluang santri untuk melanjutkan misi belajarnya ke negara-negara Timur Tengah akan semakin besar. Menuntut ilmu di Timur Tengah dengan ulam-ulama besar yang menggunakan bahasa Arab tentu menjadi dambaan setiap santri. Mudah-mudahan dikabulkan Allah SWt. Amien.
Imam Tarawih dan Kuliah Tujuh Menit (Kultum) Masjid Jami al-Mubarok Wangkal Krembung Sidoarjo Mochamad Syaifudin
SCHOLASTICA: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol 3 No 2 (2021): November
Publisher : LP3M STITNU AL HIKMAH MOJOKERTO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Untuk mengisi Ramadlan, banyak kegiatan dilakukan diantaranya sholat tarawih dan witir berjama’ah lalu ditutup dengan kuliah tujuh menit dengan tema tertentu juga tadarus al-Quran (membaca al-Quran secara bergilir untuk mengkhatamkannya dalam periode waktu tertentu). Berbagai kegiatan ini bertujuan untuk memaksimalkan Ramadlan dengan hal positif terutama dalam peningkatan kualitas ibadah dan pendalaman pemahaman agama. Upaya ini dianggap urgen, mengingat tantangan ke depan yang dihadapi umat Islam terutama puasa pada bulan Ramadlan sangat komplek dan beragam serta semakin banyak bertebaran di sekeliling mereka. Diantaranya godaan untuk berbuka puasa lebih cepat dari ketentuan agama. Karena itu perlu upaya antisipasi, pengokohan keyakinan dan penguatan benteng pertahanan iman untuk tetap menjalankan kewajiban agama meskipun ujian datang bertubi-tubi dan begitu dekat dengan lingkungan mereka. Dari intensitas kuliah tujuh menit itu secara kualitas, ibadah jama’ah sudah mengalami peningkatan dari sudut pandang kajian fiqh dengan indikator sebagai berikut : jama’ah penuh kesadaran menempati shof tanpa harus imam mengatur atau petugas khusus yang menentukan di mana posisi seseorang ketika sholat, kesadaran ketertiban shof sebagai bagian penunjang kesempurnaan sholat mulai tertanam. Di sela-sela jama’ah menunggu kehadiran imam mereka menunaikan sholat tahiyyatal masjid, kemudian berniat i’tikaf dilanjutkan dengan dzikir sirri ataupun membaca al-Qur’an, hal itu sangat mudah kita jumpai. Pemandangan ini tidak akan kita dapatkan sebelum adanya kegiatan pendalaman agama melalui Kuliah Tujuh Menit (Kultum) setiap selepas sholat Tarawih sebelum Witir. Indikator-indikator keberhasilan program ini semoga menjadi semacam pertimbangan untuk mengistiqomahkan program serupa pada Ramadlan tahun depan, 1443 H, tentunya dengan sentuhan inovasi dan kreatifitas sesuai dengan nafas zamannya. Amien.