Rahayu Prasetianingsih
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Konstitusionalisasi Hukum Privat: Beberapa Pandangan yang Berkembang dalam Pengkajian Ilmu Hukum Prasetianingsih, Rahayu
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (604.569 KB)

Abstract

AbstrakDalam kajian ilmu hukum, bidang hukum dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok hukum publik dan privat. secara teoretis kedua kelompok hukum ini dapat dibedakan secara jelas, tetapi pada praktiknya kedua kelompok hukum ini seringkali tumpang tindih, sehingga perbedaan di antara keduanya menjadi samar. Konstitusionalisasi hukum privat merupakan konsep di mana konstitusi mengatur ketentuan-ketentuan yang sebelumnya masuk dalam ranah hukum privat. Konsep ini berkembang seiring dengan berkembangnya pemikiran tentang hak asasi manusia dan konsep fundamental rights. Konsekuensinya, terjadi pencampuran antara hukum privat dengan hukum publik yang aktualisasinya semakin nyata terutama pasca lahirnya peradilan konstitusional yang bertugas untuk menjaga hak-hak fundamental yang dijamin dalam konstitusi.Kata Kunci: konstitusionalisasi, hukum privat, hukum publik, hak-hak fundamental, hak asasi manusia. Constitutionalization of Privat Law: Some Emerging Thoughts in Legal StudiesAbstractThere are distinction between private and public law in the study of law. Theoretically the differentiation is strict and clear, but in practice they often interrelate or even overlap, which leads to vagueness in their distinction. Constitutionalization of private law is when the provision of the constitution interfere the clause in private law. The thoughts of constitutionalization of private law develop as concurrently with human rights and fundamental rights thoughts and concept. Constitutionalization of private law creates the incorporation of private and public laws. Constitutionalization of private law shows by the presence of constitutional court in order to protect constitutional rights.Keywords: constitutionalization, private law, public law, fundamental rights, human rights.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n2.a9
Menakar Kekuasaan Presiden dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Prasetianingsih, Rahayu
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 2 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (592.107 KB)

Abstract

Konstitusi dapat ditafsirkan berbeda-beda oleh masing-masing rezim yang berkuasa termasuk mengenai kekuasaan Presiden. Di Amerika Serikat berkembang pemikiran yang diperdebatkan apakah presiden memiliki kekuasaan yang sifatnya tersirat (implied power) dari kekuasaan yang diberikan oleh konstitusinya, dan berkembang executive order sebagai implied power presiden. Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan dinilai memberikan kewenangan atau membuka celah tafsir yang besar pada kekuasaan Presiden. Dengan demikian, paradigma perubahan UUD 1945 diantaranya adanya keinginan untuk mengurangi kekuasaan tersebut. Tulisan ini akan membahas apakah UUD 1945 setelah perubahan telah memberikan kekuasaan yang cukup kepada presiden dan apa saja kewenangan yang merupakan turunan langsung dari kekuasaan presiden. Kekuasaan Presiden berdasarkan UUD 1945 juga mempunyai kecenderungan untuk bertambah seiring dengan berkembangnya sistem ketatangaraan bahkan untuk menjalankan pemerintahan, presiden dapat membentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden selain terlibat secara langsung dalam pembentukan UU dan dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam keadaan kegentingan yang memaksa (emergency law). Kewenangan presiden dalam pembentukan UU, Perpu dan PP secara tegas disebutkan dalam UUD 1945, sedangkan kewenangan pembentukan Perpres menjadi kewenangan yang ditafsirkan dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Measuring  Presidential Legislative Powers Under the 1945 Constitution of Indonesia AbstractThe powers of the president as the executive branch according to the 1945 Constitution under several articles shows that the president is the executor of Indonesia’s presidential system. The executive power is up on the president under the classic separation of powers unlike the other the legislative and the judiciary, the presidency tended to enhance the authority through exercises its power. Based on the comparative constitutional law studies there’s differensiation in the powers of the president, even in some countries that have the same presidential system. In the United States of America, there has been discussion on whether the president has an implied power which can develop into an ‘executive order’ as the implied power of the president. The President of the Republic of Indonesia has several authorities to make policy in several forms of legislation and regulation, namely the involevement in the making of legislation, making of emergency law, government regulation and presidential regulation. The authority in making presidential regulation come from the interpretation of Art 4 section (1) The 1945 Constitution, as an implied power of the executive. Keyword: executive, constitution, presidential power, legislation, regulation. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v4n2.a3
Akuntabilitas Kekuasaan Kehakiman Prasetianingsih, Rahayu
Jurnal Konstitusi Vol 8, No 5 (2011)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.159 KB) | DOI: 10.31078/jk%x

Abstract

Accountability in Indonesia has been known the extent of the public administration within the executive power, while for representative bodies and judicial power is only in the system administration. Public demands for accountability from all over the government institution are no exception of judicial power. It’s triggered by “mafia peradilan” issue and other distrust so it needs judicial accountability. Problems arise when faced with the principles of accountability and independence and impartiality   of the judiciary. But in fact these two principles is not the core problem of accountability judiciary, there’s  many factors  influence.
Akuntabilitas Kekuasaan Kehakiman Rahayu Prasetianingsih
Jurnal Konstitusi Vol 8, No 5 (2011)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.159 KB) | DOI: 10.31078/jk858

Abstract

Accountability in Indonesia has been known the extent of the public administration within the executive power, while for representative bodies and judicial power is only in the system administration. Public demands for accountability from all over the government institution are no exception of judicial power. It’s triggered by “mafia peradilan” issue and other distrust so it needs judicial accountability. Problems arise when faced with the principles of accountability and independence and impartiality   of the judiciary. But in fact these two principles is not the core problem of accountability judiciary, there’s  many factors  influence.
Kekuasaan DPR dalam Pengisian Pejabat Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Mei Susanto; Rahayu Prasetianingsih; Lailani Sungkar
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 1 (2018): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (645.614 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.23-41

Abstract

Kekuasaan DPR dalam pengisian pejabat negara menimbulkan permasalahan ketatanegaraan karena meluas mulai dari mengajukan, memberikan persetujuan, memilih, memberikan pertimbangan dan menjadi tempat konsultasi terhadap hampir semua pejabat negara. Permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan kekuasaan DPR RI dalam pengisian pejabat negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia? Dan bagaimana kedaulatan rakyat dan teori checks and balances dimaknai dalam kekuasaan DPR tersebut? Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan kekuasaan DPR dalam pengisian pejabat negara memiliki kedudukan penting dalam ketatanegaraan Indonesia sebagai wujud daulat rakyat dalam perspektif demokrasi serta sesuai dengan prinsip checks and balances. Walau demikian, meluasnya kekuasaan DPR tersebut membuat sistem pengisian pejabat negara bias, bahkan menimbulkan praktik kolutif dan koruptif. DPR sebagai lembaga politik-pun semakin memberikan dampak “politisasi” dalam pengisian pejabat negara. Untuk itu, perlu dikembangkan model pengisian pejabat negara yang melibatkan lembaga perwakilan yang partisipatif dan deliberatif yakni dengan melibatkan publik atau rakyat dalam proses pengisian pejabat negara sehingga akan dapat mewujudkan pemerintahan yang demokratis serta mengurangi dampak politis dari kekuasaan DPR dalam pengisian pejabat negara.
Konstitusionalisasi Hukum Privat: Beberapa Pandangan yang Berkembang dalam Pengkajian Ilmu Hukum Rahayu Prasetianingsih
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (604.569 KB)

Abstract

AbstrakDalam kajian ilmu hukum, bidang hukum dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok hukum publik dan privat. secara teoretis kedua kelompok hukum ini dapat dibedakan secara jelas, tetapi pada praktiknya kedua kelompok hukum ini seringkali tumpang tindih, sehingga perbedaan di antara keduanya menjadi samar. Konstitusionalisasi hukum privat merupakan konsep di mana konstitusi mengatur ketentuan-ketentuan yang sebelumnya masuk dalam ranah hukum privat. Konsep ini berkembang seiring dengan berkembangnya pemikiran tentang hak asasi manusia dan konsep fundamental rights. Konsekuensinya, terjadi pencampuran antara hukum privat dengan hukum publik yang aktualisasinya semakin nyata terutama pasca lahirnya peradilan konstitusional yang bertugas untuk menjaga hak-hak fundamental yang dijamin dalam konstitusi.Kata Kunci: konstitusionalisasi, hukum privat, hukum publik, hak-hak fundamental, hak asasi manusia. Constitutionalization of Privat Law: Some Emerging Thoughts in Legal StudiesAbstractThere are distinction between private and public law in the study of law. Theoretically the differentiation is strict and clear, but in practice they often interrelate or even overlap, which leads to vagueness in their distinction. Constitutionalization of private law is when the provision of the constitution interfere the clause in private law. The thoughts of constitutionalization of private law develop as concurrently with human rights and fundamental rights thoughts and concept. Constitutionalization of private law creates the incorporation of private and public laws. Constitutionalization of private law shows by the presence of constitutional court in order to protect constitutional rights.Keywords: constitutionalization, private law, public law, fundamental rights, human rights.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n2.a9
Menakar Kekuasaan Presiden dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Rahayu Prasetianingsih
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 2 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (592.107 KB)

Abstract

Konstitusi dapat ditafsirkan berbeda-beda oleh masing-masing rezim yang berkuasa termasuk mengenai kekuasaan Presiden. Di Amerika Serikat berkembang pemikiran yang diperdebatkan apakah presiden memiliki kekuasaan yang sifatnya tersirat (implied power) dari kekuasaan yang diberikan oleh konstitusinya, dan berkembang executive order sebagai implied power presiden. Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan dinilai memberikan kewenangan atau membuka celah tafsir yang besar pada kekuasaan Presiden. Dengan demikian, paradigma perubahan UUD 1945 diantaranya adanya keinginan untuk mengurangi kekuasaan tersebut. Tulisan ini akan membahas apakah UUD 1945 setelah perubahan telah memberikan kekuasaan yang cukup kepada presiden dan apa saja kewenangan yang merupakan turunan langsung dari kekuasaan presiden. Kekuasaan Presiden berdasarkan UUD 1945 juga mempunyai kecenderungan untuk bertambah seiring dengan berkembangnya sistem ketatangaraan bahkan untuk menjalankan pemerintahan, presiden dapat membentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden selain terlibat secara langsung dalam pembentukan UU dan dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam keadaan kegentingan yang memaksa (emergency law). Kewenangan presiden dalam pembentukan UU, Perpu dan PP secara tegas disebutkan dalam UUD 1945, sedangkan kewenangan pembentukan Perpres menjadi kewenangan yang ditafsirkan dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Measuring  Presidential Legislative Powers Under the 1945 Constitution of Indonesia AbstractThe powers of the president as the executive branch according to the 1945 Constitution under several articles shows that the president is the executor of Indonesia’s presidential system. The executive power is up on the president under the classic separation of powers unlike the other the legislative and the judiciary, the presidency tended to enhance the authority through exercises its power. Based on the comparative constitutional law studies there’s differensiation in the powers of the president, even in some countries that have the same presidential system. In the United States of America, there has been discussion on whether the president has an implied power which can develop into an ‘executive order’ as the implied power of the president. The President of the Republic of Indonesia has several authorities to make policy in several forms of legislation and regulation, namely the involevement in the making of legislation, making of emergency law, government regulation and presidential regulation. The authority in making presidential regulation come from the interpretation of Art 4 section (1) The 1945 Constitution, as an implied power of the executive. Keyword: executive, constitution, presidential power, legislation, regulation. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v4n2.a3
JUDICIAL ACTIVISM IN INDONESIA Rahayu Prasetianingsih
PETITA: JURNAL KAJIAN ILMU HUKUM DAN SYARIAH Vol 5 No 2 (2020)
Publisher : LKKI Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2650.234 KB) | DOI: 10.22373/petita.v5i2.106

Abstract

The existence of Constitutional Court becomes important as requisite for the rule of law principle and democracy in Indonesia. Amendment of the Constitution by Indonesia National Assembly has chosen to share judicial power held by the Supreme Court and Constitutional Court with the authority to judicial review of legislation to the Constitution. The Constitutional Court as Guardian of the Constitution has its own role in establishing constitutional culture in Indonesia. Commitment to constitutionalism is adistinctive constitutional culture which will also develop the constitution itself. Commitment to UUD 1945 as the limitation to the powers and a guarantee of constitutional rights that must be protected by the Constitutional Court with the authority to review as the implementation of Indonesia constitutionalism. Constitutional culture discuss in this paper is focused on understanding constitutional culture which will affect the implementation of the constitution by "the formal institutions of the state", especially in relation to the citizenry. The Constitutional Court in review of the legislation to the constitution has used various methods of Constitutional interpretation to uphold the law and substantive justice. From several decisions seem that the constitutional interpretation made by the Constitutional Court was expanding the existing notions of UUD 1945 or event change the constitution. The Constitutional Court leads to judicial activism and can be said that the constitutional court has become super body. On the other side, presence of the Constitutional Court expected to complement the government system of Indonesia, in accordance with the function can motivate the performance of other state institutions, in this case the legislator in order to establish better legislation. Abstrak: Mahkamah Konstitusi menjadi syarat penting bagi terwujudnya prinsip negara hukum dan demokrasi di Indonesia. Perubahan Konstitusi oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat telah membagi kekuasaan kehakiman kepada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dengan kewenangan pengujian undang-undang terhadap Konstitusi. Mahkamah Konstitusi sebagai Penjaga Konstitusi memiliki peran tersendiri dalam membangun budaya konstitusi di Indonesia. Komitmen terhadap konstitusionalisme merupakan budaya konstitusi yang khas yang juga akan mendinamisasi konstitusi itu sendiri. Komitmen terhadap UUD 1945 sebagai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak konstitusional yang harus dilindungi oleh Mahkamah Konstitusi dengan kewenangan pengujian sebagai implementasi konstitusionalisme Indonesia. Budaya konstitusi yang dibahas dalam tulisan ini fokus pada pemahaman budaya konstitusi yang akan mempengaruhi pelaksanaan konstitusi oleh "lembaga formal negara", terutama dalam kaitannya dengan warga negara. Mahkamah Konstitusi dalam menguji undang-undang terhadap konstitusi telah menggunakan berbagai metode penafsiran Konstitusi untuk menegakkan hukum dan keadilan substantif. Dari beberapa putusan tampak bahwa penafsiran konstitusi yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi merupakan perluasan dari pengertian UUD 1945 yang sudah ada atau bahkan mengubah konstitusi. Mahkamah Konstitusi mengarah pada judicial activism dan dapat dikatakan bahwa Mahkamah Konstitusi telah menjadi super body. Di sisi lain, kehadiran Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat melengkapi sistem pemerintahan Indonesia, sesuai dengan fungsinya dapat memotivasi kinerja lembaga negara lainnya, dalam hal ini pembentuk undang-undang agar dapat membentuk peraturan perundang-undangan yang lebih baik.Kata Kunci: Judicial Review, Penafsiran Konstitusi, Budaya Konstitusi
Akuntabilitas Kekuasaan Kehakiman Rahayu Prasetianingsih
Jurnal Konstitusi Vol 8, No 5 (2011)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.159 KB) | DOI: 10.31078/jk858

Abstract

Accountability in Indonesia has been known the extent of the public administration within the executive power, while for representative bodies and judicial power is only in the system administration. Public demands for accountability from all over the government institution are no exception of judicial power. It’s triggered by “mafia peradilan” issue and other distrust so it needs judicial accountability. Problems arise when faced with the principles of accountability and independence and impartiality   of the judiciary. But in fact these two principles is not the core problem of accountability judiciary, there’s  many factors  influence.