Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENGUATAN KAPASITAS SDM TA’MIR MASJID ATTAUBAH LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS 1 SEMARANG DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMBINAAN KEAGAMAAN BAGI NARAPIDANA Fauzi, Moh
Dimas: Jurnal Pemikiran Agama untuk Pemberdayaan Vol. 14 No. 1 tahun 2014
Publisher : LP2M of Institute for Research and Community Services - UIN Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (647.155 KB) | DOI: 10.21580/dms.2014.141.402

Abstract

Narapidana sebagai manusia yang dirampas hak-hak kebebasannya selaludihinggapi perasaan suntuk dan gundah-gelisah. Namun Narapidana yangmenjadi Ta’mir Masjid At-Taubah di Lapas Klas 1 kedungpane dituntutmenjadi imam Shalat, pengajar Fasholatan, BTA, dan Madrasah Diniyyah.Kondisi di atas membutuhkan program pendampingan dengan menggunakanmodel Participatory Action Research (PAR) yang selalu memperhatikan siklusrencana-aksi–refleksi (plan-action-reflection cycle). Dalam implementasinya,pengabdi menggunakan strategi pembelajar orang dewasa yang menyenangkan,seperti pembuatan Buku Mimpi dan kegiatan out bound.Hasil pendampingan telah dapat menumbuhkan ”semangat hidup baru”untuk membuka ”lembaran baru” dari Mitra Dampingan, sehingga mempunyaimimpi luhur ”ingin menjadi murabbi yang sukses”. Mitra Dampingan juga menjadi lebih tahu dan dapat mempraktikkan bacaanbacaan gharibil qur’an dengan lebih fasih (benar dan tepat).
SUNAT PADA ANAK PEREMPUAN (KHIFADZ) DAN PERLINDUNGAN ANAK PEREMPUAN DI INDONESIA: Studi Kasus di Kabupaten Demak Farida, Jauharotul; Elizabeth, Misbah Zulfa; Fauzi, Moh; Rusmadi, Rusmadi; Filasofa, Lilif Muallifatul Khorida
Sawwa: Jurnal Studi Gender Vol 12, No 3 (2017): Oktober 2017
Publisher : Pusat Studi gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.18 KB) | DOI: 10.21580/sa.v12i3.2086

Abstract

Female circumcision is one of the continuing practices in some countries of Africa, Europe, Latin America, and Asia, including Indonesia. In Arab, tradition of female circumcision has been widely known before the Islamic period. While in Indonesia, some areas practicing female circumcision include Java, Madura, Sumatra, and Kalimantan. This research used qualitative-ethno­graphic method. Data were collected through in-depth interviews to the traditional birth attendants who performed circumcision and to the babys parents who sent their children for circumcision. In addition, Focus Group Discussion (FGD) involving medical personnel (doctors and midwives), traditional birth attendants, the parents, community leaders, religious leaders, academics, and government, was also conducted to explore the data. Then, the obtained data were analyzed by using descriptive analytical technique. The result shows that the practice of female circumcision in Demak Regency was done in 2 ways, namely symbolically and truly. Symbolically means that the practice of female circumcision was done by not cutting a female genital part, ie clitoris, but using substitute media, namely turmeric. On the other hand, the real meaning means that female circumcision was actually done by cutting little tip of the clitoris of a daughter. The time for practicing female circumcision in Demak regency was generally coincided with Javanese traditional ceremonies for infants / young children. The purpose for the daughters was in order to become sholihah and be able to control their lusts (not become "ngintil kakung" or hypersexual). Indeed, the motivation to practice this tradition is to preserve the ancestral tradition and to implement the religious command._________________________________________________________Sunat perempuan merupakan salah satu praktik yang saat ini masih dilakukan di beberapa negara di Afrika, Eropa, Amerika Latin, dan juga di Asia, termasuk Indonesia. Pada masyarakat Arab, tradisi sunat perempuan sudah dikenal luas sebelum periode Islam. Sementara Indonesia, beberapa wilayah yang mempraktikan sunat perempuan meliputi Jawa, Madura, Sumatera, dan Kalimantan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-etnografis. Teknik pengumpulan data: Wawancara mendalam dengan dukun bayi yang melakukan sunat dan juga orang tua bayi yang mensunatkan anaknya. Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan tenaga medis (dokter dan bidan), dukun bayi yang melakukan sunat per­empuan, orang tua anak yang disunat, tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, dan pemerintah.Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif-analitis Pada masyarakat di Kabupaten Demak. Praktik sunat perempuan pada Kabupaten Demak dilakukan de­ngan 2 cara, yakni secara sim­bolik dan secara sesungguhnya. Yang dimaksud secara simbolik adalah praktik sunat perempuan dilaku­kan tidak dengan memotong se­bagain anggota kelamin per­empuan, yakni klitoris, melainkan menggunakan media peng­ganti, yakni kunyit. Sedangkan yang di­maksud secara sesungguhnya ada­lah bahwa sunat perempuan benar-benar dilakukan dengan cara memotong sebagian kecil ujung klitoris anak perempuan. Waktu pelaksanaan sunat perempuan di masya­rakat Kabupaten Demak pada umumnya bersamaan dengan upacara-upacara adat Jawa untuk bayi/anak kecil. Tujuan dilakukan sunat perempuan bagi masyarakat di Kabupaten Demak adalah agar anak perempuan tersebut menjadi anak shalihah dan dapat mengendali­kan nafsu syahwatnya agar tidak “ngintil kakung” (hyperseks). Motivasi men­jalankan tradisi sunat perempuan bagi masyarakat di Kabupaten Demak menjalankan tradisi leluhur dan menjalankan perintah agama.
SUNAT PADA ANAK PEREMPUAN (KHIFADZ) DAN PERLINDUNGAN ANAK PEREMPUAN DI INDONESIA: Studi Kasus di Kabupaten Demak Farida, Jauharotul; Elizabeth, Misbah Zulfa; Fauzi, Moh; Rusmadi, Rusmadi; Filasofa, Lilif Muallifatul Khorida
Sawwa: Jurnal Studi Gender Vol 12, No 3 (2017): Oktober 2017
Publisher : Pusat Studi gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.18 KB) | DOI: 10.21580/sa.v12i3.2086

Abstract

Female circumcision is one of the continuing practices in some countries of Africa, Europe, Latin America, and Asia, including Indonesia. In Arab, tradition of female circumcision has been widely known before the Islamic period. While in Indonesia, some areas practicing female circumcision include Java, Madura, Sumatra, and Kalimantan. This research used qualitative-ethno­graphic method. Data were collected through in-depth interviews to the traditional birth attendants who performed circumcision and to the baby's parents who sent their children for circumcision. In addition, Focus Group Discussion (FGD) involving medical personnel (doctors and midwives), traditional birth attendants, the parents, community leaders, religious leaders, academics, and government, was also conducted to explore the data. Then, the obtained data were analyzed by using descriptive analytical technique. The result shows that the practice of female circumcision in Demak Regency was done in 2 ways, namely symbolically and truly. Symbolically means that the practice of female circumcision was done by not cutting a female genital part, ie clitoris, but using substitute media, namely turmeric. On the other hand, the real meaning means that female circumcision was actually done by cutting little tip of the clitoris of a daughter. The time for practicing female circumcision in Demak regency was generally coincided with Javanese traditional ceremonies for infants / young children. The purpose for the daughters was in order to become sholihah and be able to control their lusts (not become "ngintil kakung" or hypersexual). Indeed, the motivation to practice this tradition is to preserve the ancestral tradition and to implement the religious command._________________________________________________________Sunat perempuan merupakan salah satu praktik yang saat ini masih dilakukan di beberapa negara di Afrika, Eropa, Amerika Latin, dan juga di Asia, termasuk Indonesia. Pada masyarakat Arab, tradisi sunat perempuan sudah dikenal luas sebelum periode Islam. Sementara Indonesia, beberapa wilayah yang mempraktikan sunat perempuan meliputi Jawa, Madura, Sumatera, dan Kalimantan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-etnografis. Teknik pengumpulan data: Wawancara mendalam dengan dukun bayi yang melakukan sunat dan juga orang tua bayi yang mensunatkan anaknya. Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan tenaga medis (dokter dan bidan), dukun bayi yang melakukan sunat per­empuan, orang tua anak yang disunat, tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, dan pemerintah.Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif-analitis Pada masyarakat di Kabupaten Demak. Praktik sunat perempuan pada Kabupaten Demak dilakukan de­ngan 2 cara, yakni secara sim­bolik dan secara sesungguhnya. Yang dimaksud secara simbolik adalah praktik sunat perempuan dilaku­kan tidak dengan memotong se­bagain anggota kelamin per­empuan, yakni klitoris, melainkan menggunakan media peng­ganti, yakni kunyit. Sedangkan yang di­maksud secara sesungguhnya ada­lah bahwa sunat perempuan benar-benar dilakukan dengan cara memotong sebagian kecil ujung klitoris anak perempuan. Waktu pelaksanaan sunat perempuan di masya­rakat Kabupaten Demak pada umumnya bersamaan dengan upacara-upacara adat Jawa untuk bayi/anak kecil. Tujuan dilakukan sunat perempuan bagi masyarakat di Kabupaten Demak adalah agar anak perempuan tersebut menjadi anak shalihah dan dapat mengendali­kan nafsu syahwatnya agar tidak “ngintil kakung” (hyperseks). Motivasi men­jalankan tradisi sunat perempuan bagi masyarakat di Kabupaten Demak menjalankan tradisi leluhur dan menjalankan perintah agama.