Hilda Syafitri Darwis, Hilda Syafitri
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

IDENTIFIKASI DAN UJI METABOLIT SEKUNDER BANGUN-BANGUN (COLEUS AMBOINICUS) TERHADAP PENYAKIT JAMUR AKAR PUTIH (RIGIDOPORUS MICROPORUS) DI LABORATORIUM Dalimunthe, Cici Indriani; Sembiring, Yan Riska Venata; Andriyanto, Mochlisin; Siregar, Tumpal HS; Darwis, Hilda Syafitri; Barus, Diana Alemin
Jurnal Penelitian Karet JPK : Volume 34, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Pusat Penelitian Karet - PT. Riset Perkebunan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/ppk.jpk.v34i2.295

Abstract

Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) termasuk penyakit berbahaya ditinjau dari akibat yang ditimbulkannya dan dapat menyebabkan kerugian finansial yang dihitung secara nasional mencapai IDR 300 miliar setiap tahunnya. Pengendalian penyakit dengan memanfaatkan ekstrak bangun-bangun yang berpotensi sebagai antimikroba belum banyak diterapkan di perkebunan karet. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi metabolit sekunder bangun-bangun dan mengetahui persentase penghambatan metabolit sekunder bangun-bangun terhadap penyakit JAP skala laboratorium. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 fakor dan 3 ulangan. Faktor yang digunakan adalah dosis dan pelarut (aseton, n-heksana dan metanol). Komponen yang dianalisis adalah akar dan daun bangun-bangun untuk mengetahui metabolit sekunder yang dihasilkan bangun-bangun melalui identifikasi fitokimia kemudian diekstraksi dengan berbagai pelarut untuk diuji terhadap Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus). Parameter yang diamati yaitu luas pertumbuhan jamur dan persentase penghambatan JAP. Hasil identifikasi fitokimia menunjukkan bahwa akar dan daun bangun-bangun mengandung senyawa flavonoida, glikosida dan saponin. Senyawa ini tergolong dalam kategori senyawa polar dan semipolar sehingga akan mudah diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar (aseton). Uji pendahuluan ekstraksi akar dengan berbagai macam pelarut dan dosis menunjukkan interaksi yang berpengaruh nyata. Persentase penghambatan tertinggi terdapat pada ekstrak akar dengan menggunakan pelarut aseton sebesar 98,46% pada dosis 10%. Uji lanjutan hasil fraksinasi dengan menggunakan kertas cakram menunjukkan daya hambat terkuat terdapat pada fraksi n-heksana (14-18,5 cm), fraksi etil asetat (13,5-15,5 cm), dan ekstrak etanol (7-10,5 cm).
PENGEMBANGAN TEKNIK SEROLOGI UNTUK DETEKSI DINI PENYAKIT JAMUR AKAR PUTIH (RIGIDOPORUS MICROPORUS) PADA TANAMAN KARET Dalimunthe, Cici Indriani; Tistama, Radite; Wahyuni, Sri; Darwis, Hilda Syafitri
Jurnal Penelitian Karet JPK : Volume 35, Nomor 2, Tahun 2017
Publisher : Pusat Penelitian Karet - PT. Riset Perkebunan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/ppk.jpk.v35i2.341

Abstract

Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidoporus microporus merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman karet. Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian besar karena mengakibatkan kematian tanaman dan tambahan biaya yang cukup tinggi untuk pengendalian penyakit tersebut. Oleh karena itu, usaha pencegahan melalui deteksi dini akan lebih efektif dan ekonomis dari pada pendekatan kuratif. Deteksi dini gejala penyakit JAP secara konvensional masih sulit dilakukan, dan baru diketahui secara pasti ketika serangan patogen sudah sampai pada tahap lanjut (stadia berat). Upaya mempercepat deteksi ini membutuhkan teknologi yang praktis dan mudah diadopsi oleh para pekebun. Perangkat teknologi untuk mendeteksi adanya materi protein dapat dilakukan melalui pemeriksaan antibodi yang berada di dalam serum. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan teknik serologis untuk mendeteksi gejala serangan dini penyakit jamur akar putih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi antibodi untuk mendeteksi JAP dapat diperoleh dengan mengimunisasi ayam petelur dengan ekstrak kasar fruiting body (AgF) atau miselium (AgM) sebanyak dua kali dengan interval 3 hari. Antibodi hasil reaksi inokulasi ekstrak badan buah (AbF) dan ekstrak miselium (AbM) dapat mengenali AgM dan AgF dengan tingkat reaksi yang berbeda. AbM tidak dapat secara spesifik mendeteksi adanya infeksi JAP melalui  daun dan kurang sensitif mendeteksi miselium di tanah. Sebaliknya AbF dapat mendeteksi tanaman terserang JAP melalui daun dan dapat mendeteksi miselium di dalam tanah.