I Nyoman Sedana, I Nyoman
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PRESERVASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL (STUDI KASUS MENGENAI PRESERVASI PREVENTIF DAN KURATIF MANUSKRIP LONTAR SEBAGAI WARISAN BUDAYA DI KABUPATEN KLUNGKUNG BALI). Sedana, I Nyoman; Damayani, Ninis Agustini; Khadijah, Ute Lies Siti
Jurnal Kajian Informasi dan Perpustakaan Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.294 KB) | DOI: 10.24198/jkip.v1i1.9616

Abstract

Lontar an ancient manuscript that is made from the leaves tal, in addition to the palm as well as a very important source of information for the public, because of the ejection public can obtain information or documentation and proof of the important events that occurred during the days ago. Papyrus manuscripts in Klungkung regency given hundreds of years old as the central government of Klungkung regency of Bali in the past or in the days of empire. Lontar in Klungkung regency is still in good condition or it can be clearly read the letter. The theory used in this research is the theory of preservation and the method used is a qualitative method that aims to study the processes of preservation preventive and curative papyrus manuscripts based on local wisdom based system of values, tare method and conditions; and assess the role of local government in the preservation of papyrus manuscripts based lokal.Subjek wisdom in this study as many as seven people respectively two pedanda / sulinggih / pastor, stakeholders, practitioners papyrus and one from the Department of Cultural district voters Klungkung.Teknik informants by way of technical snowball (snowball sampling). The findings indicate papyrus manuscript preservation in Klungkung regency in the manufacturing process should use the good ejection accompanied by offerings or offerings. Lontar stored on taksu in merajan shrine or temple shrines of storage in which each day dihaturkan offerings or offerings in addition also every six months during the festival of Saraswati, during the festival of Saraswati also conducted cleanup on kropak and shrine (where the palm). Lontar damaged in Klungkung regency will do transiliterasi or rewriting of the strands ejection ejection damaged in storage (in merajan or temple) to deliver to the offering or offerings first. Preservation curative manuscript ejection in Klungkung regency in the process of relaxation and discolor papyrus used oil serei blended pecans, while to overcome the ejection damaged in Klungkung regency will instantly transliterate or rewriting of the strands ejection damaged done by expert authors characters (letters) bali , The participation of the local government of Klungkung never participating in the preservation of papyrus manuscripts. The conclusion from this study that the preservation of preventive manuscript ejection in Klungkung regency with nurturing and caring for palm every day menghaturkan offerings or offerings in storage areas ejection in addition also perform ceremonies every six months during the festival of Saraswati, preservation curative manuscript ejection in Klungkung do relaxation, discolor letter ejection and overcome faulty ejection do transiliterasi or writing back in palm leaves, there has never been the role of local governments in the Klungkung regency papyrus manuscript preservation activities.Lontar merupakan naskah masa lampau yang terbuat dari daun tal, disamping itu lontar juga sebagai sumber informasi yang sangat penting bagi masyarakat, karena dari lontar masyarakat dapat memperoleh informasi atau dokumentasi dan bukti dari peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dimasa silam. Manuskrip lontar yang ada di Kabupaten Klungkung berumur ratusan tahun mengingat kabupaten Klungkung sebagai pusat pemerintahan pulau Bali di masa lampau atau pada jaman kerajaan. Lontar yang ada di Kabupaten Klungkung hingga saat ini masih dalam kondisi yang bagus atau dapat terbaca dengan jelas hurufnya. Teori yang di digunakan dalam penelitian ini adalah teori preservation dan Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang bertujuan untuk mengkaji proses preservasi preventif dan kuratif manuskrip lontar berbasis kearifan lokal berdasarkan sistem nilai, tara cara dan ketentuan khusus; serta mengkaji peran serta pemerintah daerah dalam preservasi manuskrip lontar berbasis kearifan lokal.Subjek dalam penelitian ini sebanyak tujuh orang yaitu masing-masing dua orang pedanda/sulinggih/pendeta, pemangku, praktisi lontar dan satu orang dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Klungkung.Teknik pemilih informan dilakukan dengan cara teknik bola salju (snowball sampling). Hasil temuan menunjukkan preservasi manuskrip lontar di Kabupaten Klungkung dalam proses pembuatan lontar harus menggunakan hari baik yang disertai dengan banten atau sesajen. Lontar tersimpan pada pelinggih taksu di merajan atau gedong penyimpanan di pura yang setiap hari dihaturkan banten atau sesajen disamping pula setiap enam bulan pada hari raya Saraswati, pada hari raya Saraswati dilakukan pula pembersihan pada kropak dan pelinggih (tempat penyimpanan lontar). Lontar yang rusak di Kabupaten Klungkung akan dilakukan transiliterasi atau penulisan kembali pada helai lontar yang rusak pada tempat penyimpanan lontar (di merajan atau pura) dengan menghaturkan sesajen atau banten terlebih dahulu. Preservasi kuratif manuskrip lontar di Kabupaten Klungkung dalam proses pelemasan dan menghitamkan lontar mempergunakan minyak serei dicampur kemiri, sedangkan untuk mengatasi lontar yang rusak di Kabupaten Klungkung akan langsung melakukan transliterasi atau penulisan kembali pada helai lontar yang rusak yang dilakukan oleh ahli penulis aksara (huruf) bali. Peran serta pemerintah daerah Kabupaten Klungkung tidak pernah ikut berpartisipasi dalam kegiatan preservasi manuskrip lontar. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa preservasi preventif manuskrip lontar di Kabupaten Klungkung dengan memelihara dan merawat lontar setiap hari menghaturkan sesajen atau banten pada tempat penyimpanan lontar disamping pula melakukan upacara setiap enam bulan pada hari raya Saraswati, preservasi kuratif manuskrip lontar di Kabupaten Klungkung dilakukan pelemasan, menghitamkan huruf lontar dan mengatasi lontar yang rusak dilakukan transiliterasi atau penulisan kembali di daun lontar, belum pernah ada peran serta pemerintah daerah Kabupaten Klungkung dalam kegiatan preservasi manuskrip lontar.
Directing Cymbeline: Leon activated attributes of God for the 38th Bali Arts Festival 2016 Sedana, I Nyoman
Lekesan: Interdisciplinary Journal of Asia Pacific Arts Vol 2 No 1 (2019): April
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (806.812 KB) | DOI: 10.31091/lekesan.v2i1.749

Abstract

Applying the theory of Bali Creative Art, this paper looks at the theatre directing elements, concept, and method applied by Leon Rubin when he directed Shakespeare’s Cymbeline. Invited by the Head of the Bali Province Cultural Directorate to showcase a cross-cultural theatrical production, Leon selected and integrated twenty-five artists (actors/actresses, costume and lighting designers) from Bali, Indonesia; Malaysia, Mexico, Brazil, China, and England in a new work for the 38th Bali Arts Festival in 2016. Most of the actors were able to stay in Bali for three weeks to rehearse; the piece was also shown in limited seating venues in the villages of Ubud and Abian Semal for three nights in a row from 25 to 27 June 2016. Despite the great challenge for the non-Indonesian actors and director, all were finally able to collaborate under Leon’s direction and perform the Indonesian language translation of the original Shakespearian text. Although the local artists informed Leon that the Cymbeline play would be competing with sounds from loud speakers in several nearby performance venues and the stage crew offered the actors microphones—Leon did not allow sound amplification of the actors, musicians, narrator, or the singer. Surprising yet amusing local audiences with several uncommon features, the Cymbeline show was considered to be the best collaborative production among the nearly 350 performances presented during the month-long festival.
Pupuh Dalam Dramatari Arja Rare Angon Oleh Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar Adhi Santika, Sang Nyoman Gede; Sedana, I Nyoman; Marajaya, I Made
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 6 No 1 (2020): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pertunjukan dramatari Arja Rare Angon oleh Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar yang dipentaskan pada tahun 2006 tidak lepas dari keberadaan pupuh, sehingga dapat dikatakan sebagai dramatari bertembang karena peranan pupuh tersebut sebagai media ungkap dalam pengantar cerita Rare Angon yang terelaborasi dengan elemen-elemen pendukung yang ada dalam dramatari Arja. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk memahami bentuk, estetika, dan makna pupuh dalam dramatari Arja Rare Angon oleh Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar. Penelitian pupuh tersebut menggunakan desain penelitian deskriptif analitik. Ada tiga pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi : (1) Bagaimana bentuk pupuh yang terdapat dalam Dramatari Arja Rare Angon oleh Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar? (2) Bagaimana estetika Pupuh yang terdapat dalam Dramatari Arja Rare Angon oleh Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar? (3) Apa makna syair Pupuh yang terkandung dalam Dramatari Arja Rare Angon oleh Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar? Permasalahan tersebut dianalisis dengan teori bentuk, teori estetika, dan teori semiotika. Jenis data penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui teknik observasi, teknik wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Pupuh memiliki unsur-unsur pembentuknya diantaranya unsur utama yakni tiga pola persajakan antara lain Padalingsa, Guru Wilangan dan Guru Dingdong dan juga syair Pupuh yang didapat dari sumber cerita Rare Angon, kemudian unsur penunjang antara lain Notasi, alur cerita, dan penokohan; (2) estetika Pupuh dalam dramatari Arja Rare Angon adalah keutuhan yang menggabungkan seluruh unsur pembentuk Pupuh pada adegan papeson dan adegan panyerita dengan memiliki keselarasan pada adegan papeson ketika terjalin hubungan antara Pupuh, gerak tari, dan musik iringan. Kecemerlangan terletak pada daya pikir para penari dalam menggunakan teknik nyompong dan dalam menciptakan syair pupuh dalam improvisasi adegan panyerita dan pekaad. (3) Pupuh dalam dramatari Arja Rare Angon memiliki dua makna, yaitu makna denotasi dan makna konotasi. Makna denotasi adalah Pupuh secara keseluruhan adalah sebuah representasi dari alur cerita Rare Angon, sedangkan makna konotasi adalah makna yang tidak tampak namun dapat dirasakan. Artinya Pupuh dalam dramatari Arja Rare Angon mengandung makna simbolik, keindahan, keteladanan, penyucian diri, dan makna kedamaian.