Diana Lukitasari
Unknown Affiliation

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERASAN DISERTAI PENGANCAMAN BERBASIS FINANCIAL TECHNOLOGY DI PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA (STUDI PUTUSAN NOMOR438/PID.SUS/2020/PN.JKT.UTR) Iqbal Bagas Dewantoro; Winarno Budyatmojo; Diana Lukitasari
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 10, No 1 (2021): APRIL
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v10i1.58831

Abstract

AbstrakPenelitian Hukum ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum dalam tindak pidana pemerasan dan pengancaman berbasis fintech. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal atau normatif. Penelitian doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder, dengan menggunakan pendekatan Perundang-undangan (statute approach). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan teknik penelitian studi kepustakaan atau studi dokumen dan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deduksi silogisme. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan pasal oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam memutus Putusan NOMOR 438/PID.SUS/2020/PN.JKT. UTR. Seharusnya hakim bisa menjatuhkan sanksi pada terdakwa yang telah melakukan tindak pidana gabungan atau concursus, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 KUHP yaitu concursus realis yang merupakan gabungan dari beberapa tindak pidana yang dapat berdiri sendiri. Beberapa perbuatan tersebut yaitu tentang pengancaman dengan muatan pemerasan, pencemaran nama baik, dan pencurian identitas. Putusan yang seharusnya dijatuhkan hakim yaitu Pasal 27 ayat (4) jo. Pasal 45 ayat tentang pemerasan dan/atau pengancaman, Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) tentang pencemaran nama baik, dan Pasal 30 ayat (2) jo. Pasal 46 ayat (2) tentang pencurian identitas pribadi.Kata Kunci : UU ITE, Teknologi FinansialAbstractThis legal research aims to determine the application of law in fintech-based extortion and threats. This research uses doctrinal or normative legal research methods. Doctrinal research is research based on legal materials that focuses on reading and studying primary and secondary legal materials, using a statute approach. The data collection technique used in this study is literature study or document study research technique and the data analysis technique used was the syllogistic deduction technique. The result of this research is the application of the article of law by the North Jakarta District Court Judge in deciding Verdict NUMBER 438 / PID.SUS / 2020 / PN.JKT.UTR. The judges should have been able to impose sanctions on a defendant who has committed a combined criminal act or concursus, as regulated in Article 65 of the Criminal Code, it is a combination of several criminal acts that stands alone. Some of these actions include threats with extortion, defamation, and identity theft. The verdict that should have been passed by the judge was Article 27 paragraph (4) jo. Article 45 paragraph about extortion and / or threats, Article 27 paragraph (3) jo. Article 45 paragraph (3) about defamation, and Article 30 paragraph (2) jo. Article 46 paragraph (2) about  personal identity theft.Keywords : ITE Law, Financial Technology
PERBANDINGAN PENGATURAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) INDONESIA DAN MALAYSIA PENAL CODE Dessy Kusuma Wardani; Winarno Budyatmojo; Diana Lukitasari
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 7, No 3 (2018): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v7i3.40601

Abstract

AbstrakPenulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pengaturan Tindak Pidana Perkosaan berdasarkan KUHP Indonesia dan Malaysia Penal Code. Perbandingan tersebut meliputi persamaan, perbedaan serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing peraturan perundang-undangan. Penulisan hukum ini merupakan penulisan hukum normatif yang bersifat preskriptif dan terapandengan pendekatan perbandingan. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan datanya dengan studi kepustakaan dan analisis data yang digunakan adalah metode silogisme dengan pendekatan deduktif. Berdasarkan perbandingan pengaturan tindak pidana perkosaan berdasarkan KUHP Indonesia dan Malaysia Penal Code terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Dari persamaan dan perbedaan tersebut dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pengaturan baik dari KUHP Indonesia maupun Malaysia Penal Code. Sehingga dari perbandingan tersebut dapat ditemukan beberapa kelebihan dari Peraturan Malaysia Penal Code tentang Tindak Pidana Perkosaan di Malaysia yang dapat menjadi masukan untuk pembaharuan peraturan KUHP Indonesia tentang Tindak Pidana Perkosaan di Indonesia,sehingga pengaturan Tindak Pidana Perkosaan di Indonesia menjadi lebih baik.Kata kunci: Perkosaan, KUHP Indonesia, Malaysia Penal CodeAbstractThis study was to compare the threat of rape based on the IndonesiaPenal Code and MalaysiaPenal Code. The comparison  includes similarities, differences equations, differencesin the strengths and weaknesses of the respective legislations. The method used in this study is a normative legal research which prescriptive characteristic with a comparative approach. Sources of legal materials used are primary and secondary legal materials. Data collection techniques withliterature study and data analysis used is the syllogisme with deductive approach. Based on the comparasion of the rape based on the Indonesia Penal Code andMalaysia Penal Code there are some similarities and differences. From these similarities and differences can be know strengths and weaknesses of the settings from either the Indonesia Penal Codeor MalaysiaPenal Code. So, from the comparison can be found some of the excess from the MalaysiaPenal Code rape in Malaysia that can be input to the renewal of the regulation of IndonesiaPenal Code about rape in Indonesia so the settings about rape in Indonesia for the better.Keywords: Rape, Indonesia Penal Code, Malaysia Penal Code
URGENSI PERLINDUNGAN HUKUM JURNALIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MENURUT UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Nurul Fatihah Manfaati; Budi Setiyanto; Diana Lukitasari
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 9, No 3 (2020): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v9i3.47413

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai urgensi perlindungan jurnalis terhadap tindak pidana  pencemaran nama baik menurut Pasal 27 Ayat (3) UU ITE dengan studi putusan Pengadilan Negeri Bireuen Nomor 42/Pid.Sus/2019/PN Bir. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau doktrinal yang bersifat preskriptif. Penelitian ini menggunakan sumber bahan hukum primer dan sekunder. Teknik analisis yang digunakan yaitu dengan metode silogisme yang menggunakan pola berpikir deduktif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa  bahwa penerapan tindak pidana pencemaran nama baik menurut pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE terhadap profesi jurnalis masih menjadi problematika dalam praktek litigasi, dikarenakan pasal 27 ayat (3) UndangUndang ITE bersifat Terlalu luas, sedangkan menurut Undang-Undang Pers persoalan pemberitaan diselesaikan berdasarkan mekanisme UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yakni pengajuan hak jawab,  hak koreksi, atau diadukan ke Dewan Pers. Berdasarkan analisis tersebut, Putusan Hakim Nomor: 42/ Pid.Sus/2019/PN Bir. tidak tepat karena selain seharusnya diselesaikan dengan mekanisme Dewan Pers terlebih dahulu, unsur-unsur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE sebagaimana yang diterapkan oleh Hakim tidak semuanya terpenuhi.Kata kunci : Perlindungan Hukum, Putusan Hakim, Pencemaran Nama Baik, Pers. AbstractThis study aims to examine the urgency of protecting journalists against criminal defamation according  to Article 27 Paragraph (3) of the ITE Law with a study of the Bireuen District Court decision Number 42 / Pid.Sus / 2019 / PN Bir. The research used normative or doctrinal legal research which are prescriptive. The sources of this research are included primary and secondary legal materials. The analysis technique that has been used was the syllogism method which uses deductive thinking patterns.  Based on the results of this legal research, it can be concluded that the application of criminal defamation according to article 27 paragraph (3) of the ITE Law on the journalist profession is still problematic in litigation practice, because article 27 paragraph (3) of the ITE Law is too broad, whereas according to the Press Law, reporting problems are resolved based on the mechanism of Law no. 40 of 1999 concerning the Press, namely submitting the right of reply, the right of correction, or a complaint to the Press Council. Based on this analysis, the Judge’s Decision Number: 42 / Pid.Sus / 2019 / PN Bir. is inappropriate because apart from being supposed to be resolved by a Press Council mechanism first, not all of the elements in Article 27 paragraph (3) of the ITE Law as applied by the Judge are fulfilled.Keywords : Legal Protection, Judge’s Decision, Defamation, Press.
FAKTOR TINDAK PIDANA OVERSTAY WNA PADA KANTOR IMIGRASI KELAS I TPI SURAKARTA Yumna Khalikah Khalis; Budi Setiyanto; Diana Lukitasari
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 9, No 3 (2020): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v9i3.47407

Abstract

AbstrakIzin tinggal diterbitkan atau dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi yang merupakan suatu lembaga yang  mengatur masalah tentang lalu lintas orang asing ke wilayah Negara Republik Indonesia yangdilaksanakan berdasarkan prinsip yang selektif (selective policy). Berdasarkan prinsip ini, hanya orang asing yang dapat memberikan manfaat, bagi kesejahteraan bangsa, dan Negara Republik Indonesia serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban juga tidak bermusuhan baik terhadap rakyat, maupun Negara Republik Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang diizinkan masuk wilayah Indonesia (UU No. 9 Tahun 1992). Dalam hal ini tidak terkecuali Kantor Imigrasi Kelas I TPI Surakarta yang sepanjang tahun 2019 telah memberikan Izin Tinggal bagi warga negara asing berupa Izin Tinggal Kunjungan (ITK), Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dan Izin Tinggal Tetap (ITAP) pelayanan tersebut dilaksanakan oleh Seksi Izin Tinggal dan Status Keimigrasian. Berikut data pemberian Izin Tinggal selama 3 tahun terakhir yang bersumber dari Laporan Kepala Kantor Tentang Kinerja Kantor Imigrasi Kelas I TPI Surakarta tahun 2019. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris berorientasi pada data primer (hasil penelitian dilapangan). Studi ini menyatakan hasil berbagai faktor penyebab terjadinyapenyalahgunaan Izin Tinggal antara lain disebabkan oleh sponsor/penjamin, warga negara asing sendiri, dan faktor petugas imigrasi.Kata kunci : Tindak Pidana, Penyalahgunaan Izin TinggalAbstractResidence permits are issued or issued by the Immigration Office, which is an institution that regulates  matters concerning the traffic of foreigners to the territory of the Republic of Indonesia which is implemented based on a selective principle (selective policy). Based on this principle, only foreigners who can provide benefits, for the welfare of the nation, and the Republic of Indonesia and the people are not dangerous and order is also not hostile to either the state, or the Republic of Indonesia based on Pancasila and the 1945 Constitution who enter the territory. Indonesia (Law No. 9 of 1992). In thiscase, the TPI Surakarta Class I Immigration Office is no exception, which throughout 2019 has provided residence permits for foreign nationals in the form of Visiting Stay Permits (ITK), Limited Stay Permits (ITAS) and Permanent Stay Permits (ITAP) which are implemented by the Stay Permit Section. and Immigration Status. The following is the data that has provided a residence permit for the last 3 years which is sourced from the Report of the Head of the Office on the Performance of the Class I Immigration Office of TPI Surakarta in 2019. The type of research used in this research is empirical legal research. Empirical legal research is oriented towards primary data (field research results). This study results from various factors causing the Stay Permit service, including those caused by sponsors / guarantor, citizens themselves, and immigration officers factors.Keywords : Crime, Abuse of Residence Permit
PERBANDINGAN PENGATURAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) INDONESIA DAN MALAYSIA PENAL CODE Dessy Kusuma Wardani; Winarno Budyatmojo; Diana Lukitasari
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 6, No 3 (2017): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v6i3.47739

Abstract

AbstrakPenulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pengaturan  Tindak Pidana Perkosaan berdasarkan KUHP Indonesia dan MalaysiaPenal Code.Perbandingan tersebut meliputi persamaan, perbedaan serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing peraturan perundang-undangan. Penulisan hukum ini merupakan penulisan hukum normatif yang bersifat preskriptif dan terapandengan pendekatan perbandingan. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan datanya dengan studi kepustakaan dan  analisis data yang digunakan adalah metode silogisme dengan pendekatan deduktif. Berdasarkan perbandingan pengaturan tindak pidana perkosaan berdasarkan KUHP Indonesia dan Malaysia Penal Code terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Dari persamaan dan perbedaan tersebut dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pengaturan baik dari KUHP Indonesia maupunMalaysia Penal Code. Sehingga dari perbandingan tersebut dapat ditemukan beberapa kelebihan dari Peraturan MalaysiaPenal Code tentang Tindak Pidana Perkosaan di Malaysia yang dapat menjadi masukan untuk pembaharuan peraturan KUHP Indonesia tentang Tindak Pidana Perkosaan di Indonesia,sehingga pengaturan Tindak Pidana Perkosaan di Indonesia menjadi lebih baik.Kata kunci : Perkosaan, KUHP Indonesia, MalaysiaPenal Code  AbstractThis study was to compare the threat of rape based on the IndonesiaPenal Code and MalaysiaPenal Code. The comparison  includes similarities, differences equations, differencesin the strengths and weaknesses of the respective legislations. The method used in this study is a normative legal research which prescriptive characteristic with a comparative approach. Sources of legal materials used are primary and secondary legal materials. Data collection techniques withliterature study and data analysis used is the syllogisme with deductive approach. Based on the comparasion of the rape based on the Indonesia Penal Code andMalaysia Penal Code there are some similarities and differences. From these similarities and differences can be know strengths and weaknesses of the settings from either the Indonesia Penal Codeor MalaysiaPenal Code. So, from the comparison can be found some of the excess from the MalaysiaPenal Code rape in Malaysia that can be input to the renewal of the regulation of IndonesiaPenal Code about rape in Indonesia so the settings about rape in Indonesia for the better.Keywords: Rape, Indonesia Penal Code, MalaysiaPenal Code
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENIPUAN ARISAN ONLINE DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Priskila Askahlia Sanggo; Diana Lukitasari
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 3, No 2 (2014): AGUSTUS
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v3i2.40524

Abstract

AbstrakPenulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku penipuan arisan online menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan sifat preskriptif dimana menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Jenis data yang digunakan ialah data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengambilan bahan hukum adalah studi pustaka dan teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah pola pikir deduktif. Berdasarkan hasil pembahasan, dihasilkan suatu simpulan bahwa pertanggungjawaban pidana pelaku penipuan arisan online menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengacu pada perseorangan dimana dalam melakukan tindak pidana penipuan arisan online harus ada kesengajaan atau kesalahan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan unsur-unsur didalam Pasal 28 ayat (1) yang ancaman pidananya terdapat dalam Pasal 45 ayat (2).Kata Kunci: Arisan online, pertanggungjawaban pidana, cyber crime.AbstractThis legal researchaims to determine criminal liability the perpetrators online social gathering fraud, according to law number 11 of 2008 concering Information and Electronic Transaction. This research include prescriptive normative law research use of legislation approach and case approach. This research use secondary data. Secondary data sources include primary law materials and secondary law materials. Analysis techniques used literature studies and law materials analysis techniques used deductive mindset. Based on discussions, conducted result that criminal liability the perpetrators of online social gathering fraud according to law number 11 of 2008 concering Information and Electronic Transaction refers to individual with a criminal offense online social gathering fraud there must be deliberateness or earlier mistaken. It conform with elements in article 28 paragraph (1) that the criminal threat contained in article 45 paragraph (2).Keywords: Online social gathering fraud, criminal liability, cyber crime.
KAJIAN ETIOLOGI KRIMINAL TINDAK PIDANA CRACKING SISTEM OPERASI WINDOWS DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Christiara Febriliani; ' Ismunarno; Diana Lukitasari
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 8, No 3 (2019): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v8i3.47377

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab dan modus operandi tindak pidana cracking sistem operasi Windows di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang bersifat deskriptif. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah melalui wawancara, kuesioner, dan studi pustaka. Analisis hukum menggunakan metode kualitatif. Tindak pidana cracking merupakan tindak pidana khusus karena diatur di luar KUHP. Tindak pidana cracking sistem operasi Windows telah merugikan pihak pemerintah dan perusahaanMicrosoft. Pengaturan mengenai tindak pidana cracking secara khusus telah diatur dalam Pasal 30 Ayat (3) juncto Pasal 46 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tindak pidana tersebut masih terjadi dan penegakan hukumnya belum optimal karena faktor penyebab dan modus operandi yang belum diteliti secara khusus. Berdasarkan hasil penelitian, faktor penyebab terjadinya  tindak pidana cracking sistem operasi Windows ini adalah karena faktor ekonomi, sosial dan budaya,  masyarakat dan hukum. Tindak pidana cracking ini memiliki modus operandi yang berbeda dari tindak pidana pada umumnya karena menggunakan sarana teknologi yang semakin canggih. Modus operandi yang digunakan terdapat 2 (dua) macam yaitu cracking secara langsung dan tidak langsung.Kata kunci: Cracking, Sistem Operasi Windows, Modus OperandiAbstractThis study aims to determine the causes and modus operandi of the crime of cracking the Windows  operating system in the province of Yogyakarta Special Region. This study is a descriptive empirical research. The research approach uses a qualitative approach. The data used are primary data and secondary data. Collection techniques used were legal materials through interviews, questionnaires, and literature. Legal analysis using qualitative methods. Cracking criminal act is a criminal offense specifically for regulated outside the Criminal Code. The criminal act of cracking the Windows operating system has been detrimental to the government and Microsoft.Arrangements regarding the crime of cracking specifically been regulated in Article 30 Paragraph (3) in conjunction with Article 46 Paragraph (3) of Law No. 11 of 2008 as amended by Act No. 19 of 2016 on Information and Electronic Transactions. The offense is still going on and the law enforcement is not optimal because the causes and modus operandi that has not been specifically studied. Based on the results of the study the underlying causes of the crime of cracking the Windows operating system this is due to economic, social and cultural, and legal communities. This cracking criminal offense has a different modus operandi of criminal acts in general because it uses increasingly sophisticated means of technology. The modus operandi usedthere are two (2) types of cracking directly and indirectly.Keywords: Cracking, Windows Operating System, Modus Operandi
IMPLEMENTASI HUKUM KESEHATAN BAGI NARAPIDANA PENGIDAP PENYAKIT MENULAR BERBAHAYA SEBAGAI BENTUK PEMENUHAN HAK KESEHATAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA (HAM) Amalia Rahma Hafidah; Diana Lukitasari; ' Ismunarno
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 9, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v9i1.47390

Abstract

AbstrakPenelitian ini ditujukan untuk menganalisis implementasi hukum kesehatan di LAPAS Kelas II B Sleman  terhadap Narapidana pengidap penyakit menular berbahaya dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Penulis dalam menulis jurnal ini menggunakan metode hukum empiris dengan model penelitian yuridis sosiologis. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.Sebagai bagian dari WNI Narapidana memiliki HAM sebagai hak konstitusional yang wajib dipenuhi dan dilindungi oleh negara. Hak kesehatan merupakan bagian yang tidak lepas dari HAM, akan tetapi pemenuhan akan hak kesehatan terutama bagi Narapidana pengidap penyakit menular berbahaya walau sudah dilaksanakan, tetapi belum maksimal. Banyak kendala-kendala yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) untuk melakukan upaya kesehatan. Kendala yang paling signifikan dan berdampak cukup besar dengan menimbulkan hambatan lainya adalah masalah kelebihan penghuni di LAPAS atau overcrowded dan juga pelaksanaan hukum kesehatan yang belum teraplikasi dengan baik.Kata kunci : LAPAS; Narapidana; Penyakit Menular; Hukum Kesehatan; HAMAbstractThis research aims to analyze the application of health law in the Class II B Penitentiary in Sleman to  Prisoners with dangerous infectious diseases in the perspective of Human Rights. The author in writing this journal uses empirical legal methods with a sociological juridical research model. This research is descriptive in nature using a qualitative approach. As part of Indonesian citizens, prisoners have human rights as constitutional rights that must be given and protected by the state. The right to health is an important part of human rights, but the granting of health rights especially for prisoners with dangerous infectious diseases is not yet optimal. Many obstacles faced by the Penitentiary to make health efforts. The most significant obstacle and the significant impact of creating other barriers are the problem of overpopulation in prisons or overcrowding and application of health laws that have not been properly implemented.Keywords : Penitentiary; Prisoners; Infectious Diseases; Health Low; Human Right.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENDERITA GANGGUAN BIPOLAR (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MALANG NOMOR.190/PID.B/2013/PN.MLG) Srikandi Wahyuning Tyas; Diana Lukitasari
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 6, No 1 (2017): APRIL
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v6i1.47723

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana penderita gangguan bipolar dalam Putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor.190/Pid.B/2013/PN.MLG. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian preskriptif. Pendekatan pada penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Jenis data dalam penulisan hukum ini merupakan data sekunder dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.  Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan oleh penulis yaitu studi dokumen (studi kepustakaan). Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deduksi silogisme terkait pertanggungjawaban pidana dalam Putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor.190/Pid.B/2013/PN.MLG. Penentuan pertanggungjawaban pidana penderita gangguan bipolar disesuaikan dengan kondisi yang menyertai penderita dalam kasus hukum dan tidak bisa digeneralisir bahwa setiap perbuatan pidana yang dilakukan oleh penderita gangguan bipolar dapat dinyatakan tidak mampu bertanggungjawab untuk sebagian. Oleh karena itu, harus ada hubungan antara tindak pidana dengan penyakit tersebut dan bukan dilakukan pada saat keadaan sehat. Apabila tidak ditemukan hubungan antara penyakit dengan tindak pidana yang dilakukan, maka terdakwa dianggap mampu untuk bertanggungjawab sehingga dapat dijatuhi pidana. Menurut pengamatan penulis, sejauh ini penyakit gangguan bipolar di persidangan tidak dipertimbangkan sebagai alasan pemaaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 KUHP sehingga seorang penderita gangguan bipolar dapat dijatuhi pidana. Gangguan bipolar dijadikan sebagai alasan yang meringankan pidana apabila ditemukan hubungan antara penyakit dan perbuatan pidananya.Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Tindak Pidana, Gangguan Bipolar. AbstractThis research aims to analyze about criminal liability of individuals with bipolar disorder within Decision of Malang District Court Number 190/Pid.B/2013/PN.MLG. This research is a normative legal research with prescriptive characteristic. This research used statute approach and case approach. The type of data in this research is secondary data with primary and secondary legal material. The technique of collecting legal sources was obtained through the study of literature. The legal sources was analyzed based on the deductive syllogism method related to criminal liability in the Decision of Malang District Court Number 190/Pid.B/2013/PN.MLG. In order to determine the criminal liability of individuals with bipolar disorder are based on their mental condition in related legal cases, not every individual with bipolar disorder who commits criminal act can be regarded as having diminished responsibility. There must be relationship between mental illness and criminal act, and the act must not occur in normal mental state. If no relationship was found between mental illness and criminal act, it means the defendant can be held responsible and can be sentenced. According to the writer’s observation, bipolar disorder is not considered as legal excuses as reffered to Article 44 of the Criminal Code, so that individuals with bipolar disorder can be sentenced. Bipolar disorder is considered as condition that lessen the punishment if there is relationship between mental illness and the defendant’s act.Keywords: Criminal Liability, Criminal Act, Bipolar Disorder
IMPLEMENTASI PEMULIHAN TRAUMA PSIKOLOGIS ANAK KORBAN DI PUSAT PEMULIHAN TRAUMA PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) KOTA DEPOK Saras Hanin Qamini S.; Diana Lukitasari
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 8, No 2 (2019): AGUSTUS
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v8i2.40627

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk implementasi dan kendala dalam pemulihan trauma psikologis anak korban di Pusat Pemulihan Trauma Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Depok. Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Anak yang menjadi korban dari suatu kejahatan atau tindak kekerasan yang menyebabkan trauma psikologis, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak mendapatkan rehabilitasi psikologis untuk memulihkan traumanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, implementasi perlindungan hukum dalam pemenuhan hak-hak anak korban terhadap pemulihan trauma psikologis anak korban di P2TP2A Kota Depok sudah cukup optimal karena telah dilakukannya pendampingan terhadap korban oleh tenaga ahli sempai kasus selesai, mengembalikan hak-hak anak korban yang sempat hilang, dan dapat pula menemukan fakta-fakta baru untuk di persidangan. Akan tetapi dalam pelaksanaan tersebut terdapat kendala yang dihadapi berupa minimnya pengetahuan tentang P2TP2A, Keluarga korban yang menghalangi korban ketika rehabilitasi, kurangnya tenaga ahli yang menangani para korban dan fasilitas yang belum sepenuhnya memadai.Kata Kunci: Anak Korban, Pemulihan Trauma Psikologis, Hak-hak AnakAbstractThis research aims to analyze the type and the obstacles of the implementation of the rehabilitation of physylogical trauma of children victim at the Trauma Center of P2TP2A in Depok. This research is a descriptive empirical law research. This research used a qualitative approach. The types of data that this research used are primary data and secondary data. The techniques to collect data that this research used are interview, observation and documentary research. The child who had become a victim from a crime or an act of violence which caused physylogical trauma, in accordance with the regulations, has the right to obtain the rehabilitation to rehabilitate their trauma. Based upon the research which had done by the author, the implementation of the legal protection of the fulfillment of children victim rights at the Trauma Center of P2TP2A in Depok is optimal enough by the reasons of the accompaniment by the expert for children victim until the case had been closed, restored children victim rights that had been subside, and also it can help to discover new facts for the court. Therefore, in the implementation aforesaid it still has been found some obstacles to be faced, which are the lack of knowledge of what is P2TP2A, the victim’s family that has been interdict the children victim while in rehabilitation, the lack of expert to handle the victims, and the inadequate facility.Keywords: child victim, rehabilitation of physylogical trauma, children rights