Qurotul Aini Farida
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah AL Mubarok Bandar Mataram

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Eksistensi Kesederhanaan di Era Industri 4.0 Dalam Bingkai Kehidupan Sufistik Pada Santri Pondok Pesantren Kalisodo Bumi Nabung Qurotul Aini Farida
DIMAR: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 1 No. 2 (2020): DIMAR: Jurnal Pendidikan Islam
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al Mubarok Bandar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini akan memaparkan eksistensikesederhanaan di era industri 4.0 dalam bingkai kehidupan sufistik pada santri pondok santri pondok pesantren Kalisodo Bumi Nabung. Fokus bahasan adalah kehidupan para santri yang dipenuhi dengan kesederhanaan terutama dalam hal makan dan berpakaian. Karena pada era industri 4.0 ini orang akan berlomba-lomba agar unggul dalam hal makanan dan pakaian. Sedangkan santri yang tinggal di lingkungan pesantren harus hidup dalam kesederhanaan, menerima apa yang diberikan atau disediakan oleh pihak pondok pesantren agar mereka tetap bisa menuntut ilmu dan memahami ilmu agama agar diri mereka lebih dekat lagi kepada Allah SWt. Tasawuf merupakan suatu usaha dan upaya dalam rangka mensucikan diri (tazkiyyatunnafs) dengan cara menjauhkan dari pengaruh kehidupan dunia yang meyebabkan lalai dari Allah SWT.Dengan demikian tasawuf atau sufisme adalah suatu istilah yang lazim dipergunakan untuk mistisisme dalam Islam dengan tujuan pokok memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan Kesederhanaan dalam pandangan Islam adalah melakukan segala sesuatu dengan sepadan atau seimbang sehingga tidak berlebihan disesuaikan dengan keperluan saja. Sebagaimana Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya, “Sebaik-baik pekerjaan itu ialah pertengahan (sederhana).”[1]Potret kehidupan yang sederhana dari seorang santri di pondok pesantren sering kali terlihat. Seseorang disebut santri ketika ia memutuskan untuk menuntuk ilmu di sebuah lembaga bernama pondok pesantren. Ia tinggal di pondok pesantren tersebut. Kegiatan yang biasanya ia lakukan di rumah akan terputus ketika ia memutuskan untuk “nyantri”. Ia akan meninggalkan segala kemewahan yang disediakan oleh orangtuanya di rumah menuju kehidupan yang sederhana sebagai seorang santri. Seorang santri yang tinggal di pondok pesantren disebut hidup sederhana layaknya seorang sufi karena ia hanya akan menikmati fasilitas yang disediakan di pondok pesantrennya saja, misalnya dalam segi makan, biasanya di rumah ia terbiasa makan dengan menu yang sesuai dengan permintaannya. Terlebih lagi di era industri 4.0 yang segala sesuatu semakin canggih. Hanya dengan menggunakan gawai kita bisa memesan dan makan makanan kesukaan kita tanpa harus memasak atau mengantri di tempat penjualnya. Maka lain halnya di pondok pesantren, ia harus mau menerima makan makanan yang disediakan oleh pondok pesantren. [1]‘Konsep-Kesederhanaan-Menurut-Pandangan-Islam-al-Arqam.Pdf’, p. 27.