Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

Effect of Calcium Supplementation During Pregnancy in Maternal Patient to Preterm Birth in One of Private Hospitals in Yogyakarta Brilian, Albertus I.; Virginia, Dita Maria
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 6, No 3 (2017)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (425.81 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2017.6.3.153

Abstract

Calcium is one of micronutrients that plays an important role in pregnancy. Insufficient consumption of calcium in pregnant women could lead to preterm birth, which is a major cause of neonatal mortality. This study aimed to determine the maternal patients’ characteristics, relationship between prematurity risk factors such as age, antenatal care, history of abortion and parity as well as calcium supplementation during pregnancy on pregnant women toward preterm birth in one of private hospitals in Yogyakarta. The survey was conducted from May to August 2016 The study was an analytical observation with cross‑sectional research design. In total of 199 medical records of maternal patients that had been included were analyzed using Mann-Whitney and Chi-Square test to see the relationship of calcium supplementation to preterm birth. Fisher’s exact test was used if Chi-Square’s requirement was not fulfilled. The pregnant women’s characteristics in the hospital were expectant mothers with normal gestational age (93%); insufficient calcium supplementation (79%); age ≤30 years (61%); bachelor’s degree (53%); private employees (40%); antenatal care ≥4 (98%) and parity 1 and ≥4 (54%). The result of this study showed there was no relationship between age, antenatal care, history of abortion and parity as well as calcium supplementation toward preterm birth on pregnant women in one of private hospitals in Yogyakarta.Keywords: Calcium supplementation, maternal, preterm birth Pengaruh Suplementasi Kalsium pada Pasien Maternal Selama Kehamilan terhadap Kelahiran Prematur di Salah Satu Rumah Sakit Swasta di YogyakartaKalsium merupakan salah satu mikronutrien yang memainkan peran penting pada masa kehamilan. Pengonsumsian kalsium yang kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan kelahiran prematur (kelahiran <37 minggu) yakni penyebab utama kematian neonatal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien maternal, hubungan faktor-faktor risiko seperti antenatal care, umur, riwayat abortus dan paritas serta suplementasi kalsium selama kehamilan terhadap kelahiran prematur di salah satu rumah sakit swasta di Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Agustus 2016. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross-sectional. Sebanyak 199 rekam medis pasien maternal yang masuk dalam kriteri inklusi dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney dan uji Chi-Square. Uji Fisher digunakan apabila syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi. Karakteristik pasien maternal di salah satu rumah sakit swasta di Yogyakarta yaitu minggu kelahiran normal (93%), suplementasi kalsium tidak sesuai (79%), umur ≤30 tahun (61%), tingkat pendidikan strata satu (53%), pekerjaan pegawai swasta (40%), antenatal care ≥4 kali (98%) dan paritas 1 dan ≥4 kali (54%). Hasil penelitian ini mengungkapkan tidak terdapatnya hubungan antara umur, antenatal care, riwayat abortus dan paritas serta suplemen kalsium (p>0,05) terhadap kelahiran prematur pada pasien maternal di salah satu rumah sakit swasta di Yogyakarta.Kata kunci: Kelahiran prematur, maternal, suplementasi kalsium
Korelasi Antropometri terhadap Profil Lipid pada Masyarakat Pedesaan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Hendra, Phebe; Virginia, Dita Maria; Fenty, Fenty; Widayati, Aris
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (612.501 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2017.6.2.107

Abstract

Prevalensi abnormalitas profil lipid cukup besar pada masyarakat pedesaan. Pengukuran profil lipid (kolesterol total (KT), low density lipoprotein (LDL), high density lipoprotein (HDL), dan trigliserida (TG)) di laboratorium membutuhkan implementasi teknologi kesehatan sedangkan di daerah pedesaan kurang tenaga medis dan permasalahan ekonomi. Pengukuran antropometri yang mudah, tidak invasif, ekonomis, dan dapat dilakukan oleh tiap individu diharapkan dapat memprediksi abnormalitas profil lipid bagi masyarakat pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengobservasi korelasi pengukuran antropometri dengan abnormalitas profil lipid di daerah pedesaan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong lintang. Pengukuran antropometri meliputi Body Mass Index (BMI), lingkar pinggang (LP), dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP). Kriteria inklusi adalah penduduk Kecamatan Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta berumur 40–60 tahun, tidak ada riwayat penyakit kardiometabolik, tidak edema, dan konsumsi obat-obatan terkait kardiometabolik. Lokasi penelitian dipilih menggunakan klaster random sampling. Sampel penelitian dipilih secara purposive sampling dan diperoleh besar sampel 100 responden. Analisis data menggunakan Kolmogorov-Smirnov, Mann-Whitney, dan Spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi antara BMI (r= –0,286; p=0,044), LP (r= –0,410; p=0,003), dan RLPP (r= –0,365; p=0,009) terhadap HDL pada kelompok wanita. Terdapat juga korelasi antara BMI (r=0,325; p=0,021), LP (r=0,394; p=0,005), dan RLPP (r=0,368; p=0,009) terhadap trigliserida pada kelompok wanita. Terdapat korelasi antara BMI terhadap KT (r=0,285;p=0,045), LDL (r=0,344;p=0,014), dan TG (r=0,446; p=0,001). Parameter LP pria memiliki korelasi terhadap HDL (r= –0,355; p=0,011) dan TG (r=0,488; p=0,000). Parameter RLPP pria memiliki korelasi terhadap seluruh profil lipid; terhadap KT (r=0,287; p=0,043), LDL (r=0,338; p=0,016), HDL (r=0,316; p=0,025), dan TG (r=0,359; p=0,011). Kesimpulan, pada kelompok wanita pengukuran anthropometri memiliki korelasi terhadap HDL dan TG, sedangkan parameter RLPP lebih sensitif pada kelompok pria.
Proporsi peresepan probiotik pada gastroenteritis akut pasien pediatri di bangsal rawat inap RS X pada Februari 2015 Virginia, Dita Maria
Pharmaciana Vol 6, No 2 (2016): Pharmaciana
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.515 KB) | DOI: 10.12928/pharmaciana.v6i2.3902

Abstract

Pediatric patients are one of the target groups of the National Health System in Indonesia that requires special attention in therapy because their anatomy physiology was immature. A lot of probiotics indicated for acute gastroenteritis (AGE) for pediatric patients. Probiotic prescribing includes the types of probiotic, dosage and duration for AGE has not been discussed clearly. The aim of our study was to determine the proportion of probiotic that have prescribed for acute gastroenteritis topediatric agedin hospitalized. This study was analytical observational with cross sectional design. Data was obtained retrospectively with non-purposive sampling.Samplesize was based on cross-sectional design calculation and obtained a number of 200 medical records from Hospital X, IndonesiaonFebruary 2015. This study used secondary data from medical records. Data collected was patient identity, patientaged, probiotic prescribing includes the types of probiotic, dosage and duration. Data have been analyzed in descriptive and Mann-Whitney to observe the difference between types of probiotic, dosage and duration probiotic used topediatric aged. This study showed this hospital only used 5 probiotic brands. Group aged &lt;2 years is more used of 3 types of probiotic species while at the age of&gt; 2 years is prefer to use 6 types. The mean dose of probiotic is greater in the group aged &gt;2 years. Probiotic duration in the group &lt;2 years is for 4 days while in those aged &gt;2 years in duration 5 days. The number of cases that do not fit with the recommended dose packs is more commonly found at age &lt;2 years. There is a different proportion between type of probiotic (p=0.000), dose of probiotic (p=0.040), and probiotic duration (p=0.008) with pediatric aged. There was a statistically significant difference between types of probiotic, dosage and duration probiotic used to pediatric aged.
Analytical method validation and determination of dexamethasone in divided powder using reverse phase HPLC Riswanto, Florentinus Dika Octa; Virginia, Dita Maria; Putri, Dina Christin Ayuning; Yuliani, Sri Hartati
Pharmaciana Vol 7, No 2 (2017): Pharmaciana
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.75 KB) | DOI: 10.12928/pharmaciana.v7i2.7259

Abstract

Dexamethasone as glucocorticoids has been widely used to reduce inflammation and tissue damage in a variety of conditions. It was commonly prescribed in combination with the other compounds such as chlorpheniramine maleate for the relief of asthma. It was important to observe the quality and safety of the combination dosage form, called pulveres or puyer in order to serve the patient oriented medication. This research aimed to develop analytical method validation and determine the content uniformity of the divided powder containing dexamethasone compounded by pharmacy in Yogyakarta and hospital in Central Java, Indonesia. A validated high performance liquid chromatography (HPLC) method was chosen to determine dexamethasone in the samples. The column of ACE 5 C18 (250 x 4.6 mm) was used in this research and the methanol:water (65:35) was used as the mobile phase at the flow rate of 1 mL/min. The UV detection was performed at 239 nm. Analytical method validation was performed on the parameters of system suitability, limit of detection, limit of quantification, accuracy, precision, and linearity. The results showed that dexamethasone contains in divided powder compounded by pharmacy in Yogyakarta and hospital in Central Java were met the acceptance requirement.  
Pengaruh Penggunaan Fenilpropanolamin (PPA) terhadap Preeklampsia Virginia, Dita Maria; Dasuki, Djaswadi; Wibowo, Tunjung
JFIOnline | Print ISSN 1412-1107 | e-ISSN 2355-696X Vol 7, No 2 (2014)
Publisher : Indonesian Research Gateway

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Preeclampsia causes high morbidity and morta lity among maternal in a worldwide. The condition such as influenza make them to consume decongestant to relief their  flu. Phenylpropanolamine (PPA) is decongestant which widely used in Indonesia and include over the counter (OTC) medicine. PPA is a sympathomitetic agent. Somehow, it can constricts uterine blood vessels and makes hipoxia in placental areas then it’s possible to get preeclampsia. To examine the association between the PPA used during pregnancy and preeclampsia. a matched case-control study of 68 maternal with an equal number of preeclampsia and non-preeclampsia was conducted among women who delivered infants between November 2012 and February 2013. Data were obtained from medical report and questionnaire and analized using McNemar, and conditional logistic regression to calculate odds ratio (OR) and 95% confidence intervals (CI) of potential risk factors associated with preeclampsia. Maternal who used PPA &gt; 25 mg a day get preeclampsia/eclampsia 5,28 greater than maternal who consume PPA &lt;12,5 mg a day (p=0,05). Bivariat analysis then multivariat result showed no correlation between frequency, duration, and trimester of PPA used with preeclampsia. The used of phenylpropanolamine (PPA) during pregnancy is greater on maternals who get preeclampsia than maternals who do not get preeclampsia.Keywords:  Preeclampsia, phenylpropanolamine, risk factors Preeklampsia merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas ibu di dunia. Kondisi seperti influenza menyebabkan ibu hamil mengkonsumsi dekongestan untuk mengurangi gejala flu. Fenilpropanolamin (PPA) merupakan dekongestan yang banyak digunakan di Indonesia dan termasuk obat over the counter (OTC) yang dapat menimbulkan vasokonstriksi. Hal itu dapat menimbulkan konstriksi pada vaskuler uterus dan hipoksia plasenta sehingga memungkinkan timbulnya preeklampsia. Untuk mengetahui hubungan penggunaan PPA selama masa kehamilan terhadap terjadinya preeklampsia digunakan rancangan matched case-control dengan jumlah maternal pada kelompok kasus dan kontrol sebesar 68 maternal yang melahirkan antara bulan November 2012 sampai Februari 2013. Data diperoleh dari rekam medis, catatan kepe rawatan, dan kuesioner lalu dianalisis menggunakan McNemar, dan regresi logistik kondisional untuk menghitung odds ratio (OR) dan 95% confidence intervals (CI) dari faktor risiko yang berpotensi terkait dengan preeklampsia. Maternal yang menggunakan fenilpropanolamin (PPA) &gt;25 mg sehari memiliki risiko 5,28 kali lebih besar (p=0,05) mengalami preeklampsia dari pada maternal yang mengkonsumsi dosis &lt;12,5 mg per hari. Hasil analisis bivariat dilanjutkan dengan mulitivariat menunjukkan frekuensi, durasi, dan trimester penggunaan PPA tidak menunjukkan hubungan dengan preeklampsia. Fenilpropanolamin (PPA) lebih banyak digunakan selama kehamilan pada ibu hamil yang mengalami preeklampsia daripada ibu hamil yang tidak mengalami preeklampsia.Kata kunci: Preeklampsia, fenilpropanolamin, faktor risiko 
Pengaruh Penggunaan Fenilpropanolamin (PPA) terhadap Preeklampsia Virginia, Dita Maria; Dasuki, Djaswadi; Wibowo, Tunjung
Jurnal Farmasi Indonesia Vol 7, No 2 (2014)
Publisher : Jurnal Farmasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1022.54 KB) | DOI: 10.35617/jfi.v7i2.163

Abstract

Preeclampsia causes high morbidity and morta lity among maternal in a worldwide. The condition such as influenza make them to consume decongestant to relief their  flu. Phenylpropanolamine (PPA) is decongestant which widely used in Indonesia and include over the counter (OTC) medicine. PPA is a sympathomitetic agent. Somehow, it can constricts uterine blood vessels and makes hipoxia in placental areas then itâ??s possible to get preeclampsia. To examine the association between the PPA used during pregnancy and preeclampsia. a matched case-control study of 68 maternal with an equal number of preeclampsia and non-preeclampsia was conducted among women who delivered infants between November 2012 and February 2013. Data were obtained from medical report and questionnaire and analized using McNemar, and conditional logistic regression to calculate odds ratio (OR) and 95% confidence intervals (CI) of potential risk factors associated with preeclampsia. Maternal who used PPA > 25 mg a day get preeclampsia/eclampsia 5,28 greater than maternal who consume PPA <12,5 mg a day (p=0,05). Bivariat analysis then multivariat result showed no correlation between frequency, duration, and trimester of PPA used with preeclampsia. The used of phenylpropanolamine (PPA) during pregnancy is greater on maternals who get preeclampsia than maternals who do not get preeclampsia.Keywords:  Preeclampsia, phenylpropanolamine, risk factors Preeklampsia merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas ibu di dunia. Kondisi seperti influenza menyebabkan ibu hamil mengkonsumsi dekongestan untuk mengurangi gejala flu. Fenilpropanolamin (PPA) merupakan dekongestan yang banyak digunakan di Indonesia dan termasuk obat over the counter (OTC) yang dapat menimbulkan vasokonstriksi. Hal itu dapat menimbulkan konstriksi pada vaskuler uterus dan hipoksia plasenta sehingga memungkinkan timbulnya preeklampsia. Untuk mengetahui hubungan penggunaan PPA selama masa kehamilan terhadap terjadinya preeklampsia digunakan rancangan matched case-control dengan jumlah maternal pada kelompok kasus dan kontrol sebesar 68 maternal yang melahirkan antara bulan November 2012 sampai Februari 2013. Data diperoleh dari rekam medis, catatan kepe rawatan, dan kuesioner lalu dianalisis menggunakan McNemar, dan regresi logistik kondisional untuk menghitung odds ratio (OR) dan 95% confidence intervals (CI) dari faktor risiko yang berpotensi terkait dengan preeklampsia. Maternal yang menggunakan fenilpropanolamin (PPA) >25 mg sehari memiliki risiko 5,28 kali lebih besar (p=0,05) mengalami preeklampsia dari pada maternal yang mengkonsumsi dosis <12,5 mg per hari. Hasil analisis bivariat dilanjutkan dengan mulitivariat menunjukkan frekuensi, durasi, dan trimester penggunaan PPA tidak menunjukkan hubungan dengan preeklampsia. Fenilpropanolamin (PPA) lebih banyak digunakan selama kehamilan pada ibu hamil yang mengalami preeklampsia daripada ibu hamil yang tidak mengalami preeklampsia.Kata kunci: Preeklampsia, fenilpropanolamin, faktor risiko 
RISIKO KARDIOVASKULAR BERDASARKAN FAKTOR JAMINAN KESEHATAN PADA MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA Suhadi, Rita -; Linawati, Yunita; Virginia, Dita Maria; Setiawan, Christianus Heru
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 29, No. 4 (2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jkb.2017.029.04.10

Abstract

Penyakit kardiovaskular merupakan risiko kesehatan terbesar di Indonesia. Penelitian survei cluster random sampling tahun 2015, program jaminan kesehatan berhasil meningkatkan kesadaran dan terapi pada subjek dengan tekanan darah ?140/90mmHg di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi risiko kardiovaskular terkait program jaminan kesehatan. Penelitian ini merupakan survei potong lintang analitik dan subanalisis pada subjek yang dapat dihitung risiko kardiovaskular 10 tahun ke depan menggunakan skor Framingham. Penelitian dilakukan pada subjek berumur 30-74 tahun dan menandatangani informed-consent. Subjek dikelompokkan berdasarkan dengan atau tanpa jaminan kesehatan. Data rerata umur, body mass index (BMI), tekanan darah, dan skor Framingham dianalisis dengan uji-t (p&lt;0,05), sedangkan tingkatan risiko kardiovaskular 10 tahun ke depan dianalisis menggunakan statistik chi-square.  Dari penelitian ini ditemukan sebanyak 64,6% dari 429 subjek memiliki jaminan kesehatan dalam beberapa sistem jaminan. Parameter observasi kelompok dengan dan tanpa jaminan kesehatan tidak berbeda bermakna (p&gt;0,05) untuk variabel umur, gender, merokok, pendidikan, tekanan darah, hiperglikemia, dan BMI. Subjek dengan dan tanpa jaminan kesehatan berturut-turut memiliki tekanan darah sistolik 156,5 (22,2) mmHg berbanding 156,4 (20,0) mmHg dan skor Framingham 18,4 (9,3)% berbanding 19,2 (9,3)% (p&gt;0,05) yang termasuk kategori risiko kardiovaskular sedang. Pada subkelompok subjek dengan tekanan darah ?140/90 mmHg (n=347, 80,9%) subjek dengan jaminan kesehatan (n=277, 53,2%) dan tanpa jaminan kesehatan memiliki skor Framingham yang tidak berbeda bermakna, namun berbeda kategori risikonya yaitu 19,8 (8,9)% kategori risiko sedang berbanding 21,1 (8,3)% kategori risiko tinggi. Kesimpulan, jaminan kesehatan belum terbukti menurunkan secara bermakna risiko kardiovaskular subjek di pedesaan di Sleman-Yogyakarta.
Sayur Bukan Menjadi Preferensi Makanan Remaja di Indonesia Hendra, Phebe; Suhadi, Rita; Virginia, Dita Maria; Setiawan, Christianus Heru
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 30, No 4 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (739.975 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2019.030.04.18

Abstract

Remaja dan perilaku akan makanan dan kesehatannya perlu mendapat perhatian utama. Perilaku tersebut akan berlanjut hingga usia dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat preferensi makanan pada remaja di Indonesia. Penelitian dengan desain potong lintang menggunakan kuesioner untuk melihat preferensi makanan remaja siswa sekolah menengah atas. Informasi yang diperoleh adalah preferensi makanan utama, minuman dan perilaku snack serta karateristik responden. Responden yang terlibat dalam penelitian sejumlah 774 orang. Ayam merupakan makanan utama yang disebutkan remaja di Indonesia dari 3 jenis makanan utama. Air putih dan biskuit merupakan preferensi minum dan dan snack yang dikonsumsi remaja di Indonesia, sedangkan sayur hanya dipilih oleh sebagian kecil remaja.
EFFECTS OF INTERPROFESSIONAL COLLABORATION PROGRAM IN COMMUNITY ON THE PERCEPTION OF PHARMACY AND MEDICAL STUDENTS Christianus Heru Setiawan; Rita Suhadi; Phebe Hendra; Fenty Fenty; Dita Maria Virginia; Gregorius Bhaskara Wikanendra
Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas (Journal of Pharmaceutical Sciences and Community) Vol 17, No 2 (2020)
Publisher : Sanata Dharma University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.134 KB) | DOI: 10.24071/jpsc.002254

Abstract

Cardiovascular disease is the highest cause of mortality in Indonesia. One of the factors that causes the disease is low level of health awareness, including healthy lifestyle and health control. Improving public health awareness can be done by providing health education in collaboration with interprofessional health services. A collaboration involving students from various health-related disciplines aims to build good collaboration in the future after the corresponding students become health workers. This study is quasi-experimental. Students from health-related disciplines, especially pharmacy and medical students, were authorized to work directly in health screening and to provide education to the community. Students perceptions on the Interprofessional Collaboration (IPC) program were explored through Student Perceptions of Physician-Pharmacist Interprofessional Clinical Education (SPICE) questionnaire, which were given before and after the community project. Among 87 SPICE questionnaires, 78 questionnaires filled in completely were collected from pharmacy and medical students. The results of the questionnaire showed good perceptions before and after activities in the community with mean scores of 4.46 (0.35) and 4.5 (0.37) respectively. Wilcoxon test results found no significant difference on the total SPICE scores before and after the activity (P .05). One item from the SPICE questionnaire, which was the seventh item related to understanding the role of other professionals in the interdisciplinary team, had a significant increase (P .05).
PENGARUH PENGGUNAAN PARASETAMOL SELAMA KEHAMILAN TERHADAP PREEKLAMPSIA Dita Maria Virginia
Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas (Journal of Pharmaceutical Sciences and Community) Vol 10, No 2 (2013)
Publisher : Sanata Dharma University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (511.982 KB) | DOI: 10.24071/jpsc.0093

Abstract

Abstract: Preeclampsia is one of the causes of maternal death. The important factor ofpreeclampsia's pathophysiology is reduction of PGI2 as vasodilator. It causes vasoconstrictionwhich influences the formation of desidua. Paracetamol is the most widely used antipyretic in theworld. Mechanism of action of paracetamol may lead to preeclampsia. The aim of this researchwas to determine the relation between paracetamol used during pregnancy and preeclampsia inRS X Yogyakarta. The research was an analytical epidemiology with case control study design.Data were obtained from medical record and interview. Sample size was 137 maternal patients inOctober-December 2013 and 72 maternal have been followed up. Data were analyzed usingdescriptive statistics, Chi-square tests, and logistic regression. Preeclampsia patients weretaking paracetamol during pregnancy (71.8%), aged 30-40 years (84.6%), and hadpreeclampsia family history (28.2) than non preeclampsia patient. Chi-square test showed therelation between paracetamol used (p=0.010, OR= 3.46 (95%CI= 1.30 9.22), dose a day(p=0.010, OR= 3.18 (95%CI= 1.12 9.06), duration of paracetamol used (p=0.005, OR= 7.75(95%CI= 1.60 37.53), and used within first trimester (p=0.878, OR= 0.91 (95%CI= 0.26 3.12) to preeclampsia. Logistic regression analyses showed no correlation between variables topreeclampsia. Women who used paracetamol during pregnancy had an increased risk ofpreeclampsia.Key words: preeclampsia, paracetamol, pregnancy.