Muhammad Iftar Aryaputra, Muhammad Iftar
Fakultas Hukum Universitas Semarang

Published : 29 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

KEBIJAKAN APLIKATIF PENJATUHAN PIDANA DENDA PASCA KELUARNYA PERMA NO. 2 TAHUN Muhammad Iftar Aryaputra; Ani Triwati; Subaidah Ratna Juita
Jurnal Dinamika Sosial Budaya Vol 19, No 1 (2017): Juni
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (639.476 KB) | DOI: 10.26623/jdsb.v19i1.685

Abstract

There are some problems with a formulation of fine in the Penal Code. These problems can be identified as follows, first, the number of fine in the Penal Code do not conform with the current state of the economy; second, the last change of nominal fine in the Penal Code is 1960 through Law (Prp) No. 18 of 1960; Third, the fine in the Penal Code already outdated when compared with the penalty of a fine in the special penal laws. The Supreme Court (MA) as the highest authority of the judiciary in Indonesia, issued Regulation No. 2 Year 2012. Issues examined in this study: (1) How to legislative policy (formulation) the reduction of crime by criminal penalties? How applicable are policies tackling crime in the Criminal Code with a penalty before and after the release of Perma No. 2 of 2012? The method used in this research is normative. In addition to using a normative approach, the research was supported by the approach of legislation and case approach. Secondary data as the primary data in this study primarily focused on legislation and court decisions, which were analyzed qualitatively.
PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERKELAHIAN KELOMPOK: STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 1002/PID.B/2008/PN.SMG Rusanto, Imam; Triwati, Ani; Aryaputra, Muhammad Iftar
Hukum dan Masyarakat Madani Vol 7, No 3 (2017): Desember
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v7i3.972

Abstract

Penelitian   ini   adalah   mengenai   pemidanaan   terhadap   pelaku   perkelahian   antar kelompok, dengan menjadikan Putusan Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg sebagai objek kajiannya. Masalah dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana pemidanaan dan pertimbangan hakim terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dengan studi Putusan  Nomor:  1002/Pid.B/2008/PN.Smg.  Metode  pendekatan  yang  digunakan  adalah yuridis normatif. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi studi pustaka dan studi dokumentasi yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dengan studi Putusan Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg dengan terdakwa F bin GA tidak dapat dipidana, karena perbuatan yang dilakukannya semata-mata didasarkan pada upayanya untuk mempertahankan keselamatan diri dan keluarganya (noodweer). Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dengan studi Putusan Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg ada 6 (enam), yaitu: (a). didasarkan pada dakwaan jaksa; (b). didasarkan pada alat bukti di persidangan (baik alat bukti saksi, surat, dan keterangan terdakwa); (c). didasarkan pada pasal-pasal dalam KUHP dan KUHAP; (d). didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok sudah sesuai dengan apa yang diatur dalam KUHP dan KUHAP.This study is about the sentencing of perpetrators of fights between groups, by making the Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg as an object of study. The problem in this research is about how the criminal prosecution and the judges consideration of the criminal fights study group with Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg. The method used is normative. Data collection methods used include library and documentation studies were then analyzed qualitatively. Criminal fights study group with Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg with bin GA F defendant can not be convicted, because the act of doing based solely on its efforts to maintain the safety of themselves and their families (noodweer). Basic consideration of the judge in the verdict against perpetrators of criminal acts with the study group fights Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg No 6 (six), namely: (a). is based on the indictment; (B). based on the evidence at the trial (both the evidence of witnesses, letters and testimony of the defendant); (C). based on the articles of the Criminal Code and the Criminal   Procedure   Code;   (D).   based   on   the   legal   facts   revealed   at   the   hearing. Criminalization fight against criminal groups and the consideration of judges in decisions to fight criminal groups are in accordance with what is stipulated in the Criminal Code and Criminal Procedure.
PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERKELAHIAN KELOMPOK: STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 1002/PID.B/2008/PN.SMG Rusanto, Imam; Aryaputra, Muhammad Iftar; Triwati, Ani
Hukum dan Masyarakat Madani Vol 7, No 3 (2017): Desember
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v7i3.1031

Abstract

Penelitian   ini   adalah   mengenai   pemidanaan   terhadap   pelaku   perkelahian   antar kelompok, dengan menjadikan Putusan Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg sebagai objek kajiannya. Masalah dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana pemidanaan dan pertimbangan hakim terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dengan studi Putusan  Nomor:  1002/Pid.B/2008/PN.Smg.  Metode  pendekatan  yang  digunakan  adalah yuridis normatif. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi studi pustaka dan studi dokumentasi yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dengan studi Putusan Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg dengan terdakwa F bin GA tidak dapat dipidana, karena perbuatan yang dilakukannya semata-mata didasarkan pada upayanya untuk mempertahankan keselamatan diri dan keluarganya (noodweer). Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dengan studi Putusan Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg ada 6 (enam), yaitu: (a). didasarkan pada dakwaan jaksa; (b). didasarkan pada alat bukti di persidangan (baik alat bukti saksi, surat, dan keterangan terdakwa); (c). didasarkan pada pasal-pasal dalam KUHP dan KUHAP; (d). didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok sudah sesuai dengan apa yang diatur dalam KUHP dan KUHAP. This study is about the sentencing of perpetrators of fights between groups, by making the Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg as an object of study. The problem in this research is about how the criminal prosecution and the judges consideration of the criminal fights study group with Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg. The method used is normative. Data collection methods used include library and documentation studies were then analyzed qualitatively. Criminal fights study group with Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg with bin GA F defendant can not be convicted, because the act of doing based solely on its efforts to maintain the safety of themselves and their families (noodweer). Basic consideration of the judge in the verdict against perpetrators of criminal acts with the study group fights Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg No 6 (six), namely: (a). is based on the indictment; (B). based on the evidence at the trial (both the evidence of witnesses, letters and testimony of the defendant); (C). based on the articles of the Criminal Code and the Criminal   Procedure   Code;   (D).   based   on   the   legal   facts   revealed   at   the   hearing. Criminalization fight against criminal groups and the consideration of judges in decisions to fight criminal groups are in accordance with what is stipulated in the Criminal Code and Criminal Procedure. 
KAJIAN NORMATIF KEDUDUKAN ANAK SAKSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Pujiastuti, Endah; Triasih, Dharu; Aryaputra, Muhammad Iftar; Panggabean, Ester Romauli; Dewi, Reny Puspita
Hukum dan Masyarakat Madani Vol 8, No 2 (2018): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v8i2.1018

Abstract

Anak yang berhadapan dengan hukum dibagi menjadi tiga katagori, yaitu anak yang berkonflik dengan hukum, anak korban, dan anak saksi. Selama ini, perhatian yang diberikan lebih banyak tertuju pada anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban.  Kedudukan anak saksi kurang untuk dikaji.  Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji lebih dalam kedudukan anak saksi dalam peradilan pidana anak. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni terkait pengaturan anak saksi dalam hukum positif dan bentuk perlindungan terhadap anak saksi dalam sistem peradilan pidana anak. Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif. Dengan demikian, sumber data yang digunakan adalah data sekunder, terutama yang berasal dari bahan hukum primer berupa perundnag-undangan terkait. Dari data yang diperoleh, selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif, sehingga akan menghasilkan suatu penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa undang-undang yang mengatur paling lengkap tentang anak saksi dalam sisitem peradilan pidana anak adalah UU No. 11 Tahun 2012. Pengaturan mengenai anak saksi cenderung tidak sistematis dalam suatu undang-undang. Ketentuan mengenai anak saksi tersebar dalam berbagai ketentuan perundang-undangan seperti UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, UU Perlindungan Anak, UU Sistem Peradilan Pidana Anak, dan UU Perlindungan Saksi dan Korban. Patut disayangkan, belum diatur tentang jaminan keselamatan bagi anak saksi dan pemulihan mental bagi anak saksi.Children who are dealing with the law are divided into three categories, children in conflict with the law, children of victim, and children of witness. So far, more attention has been paid to children in conflict with the law and children of victims. The position of children of witness is less to be studied. This study is intended to examine more deeply the position of witnesses in the juvenile criminal justice system. The problem raised in this study is related to the arrangement of children of witnesses in positive law and the form of protection of witness children in the criminal justice system of children. This research is included in normative legal research. Thus, the data source used is secondary data, especially those derived from primary legal materials in the form of related regulations. From the data obtained, then it will be analyzed qualitatively, so that it will produce a descriptive analytical study. Based on the results of the study, it was found that the law that regulates the most complete set of witness children in the criminal justice system is Law No. 11 of 2012. Arrangements regarding witness children tend not to be systematic in a law. Provisions regarding witness children are spread in various legislative provisions such as Law No. 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Law, Child Protection Act, Child Criminal Justice System Law, and Witness and Victim Protection Act. Unfortunately, it has not been regulated about the guarantee of safety for witness children and mental recovery for witness children.
Tanggung Jawab Kurator Dalam Pemberesan Terhadap Hak Pekerja Selaku Kreditur Preferen Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67 Tahun 2013 Dewi Tuti Muryati; Muhammad Iftar Aryaputra; Dhua Putra Pradiendi
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 5, No 3 (2015): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.524 KB) | DOI: 10.26623/humani.v5i3.1436

Abstract

Kepailitan sebagai salah satu sarana hukum pada pada hakikatnya tidak hanya bertitik tolak pada penyelesaian pembayaran utang kepada para kreditur – krediturnya tetapi selain itu terdapat kewajiban – kewajiban lain bagi perusahaan yang harus dilaksanakan yaitu terkait dengan para karyawan dimana perusahaan berkewajiban membayar upah .Yang dikaji dalam penulisan ini adalah bagaimana tanggung jawab   kurator dalam pemberesan terhadap hak pekerja selaku kreditur preferen berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67 Tahun 2013. Penulisan hukum ini adalah penelitian hukum empiris yang bersifat diskritif analisis yaitu dengan mengkaji dan menganalisis terkait hukum kepailitan . Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan , dalam kepailitan memiliki tanggung jawab untuk   memenuhi hak karyawan , termasuk upah maupun hak – hak karyawan lainnya . Setelah dinyatakan pailit, kurator sebagai pihak yang melakukan pemberesan harta pailit memiliki tanggung jawab agar selama proses pemberesan harta pailit , kedudukan karyawan sebagai kreditur preferen terlindungi hak-haknya sesuai dengan Undang-Undang yang memberikan para karyawan hak istimewa untuk di dahulukan pembayaran utang-utangnya . Bankruptcy as one of the means of law is essentially not only based on the settlement of debt payments to the creditors - creditors but in addition there are other obligations for the company that must be implemented that is related to the employees where the company is obliged to pay wages. Which is reviewed in writing this is how the responsibility of the curator in the imposition of the right of the worker as the preferred creditor based on the decision of the constitutional court number 67 of 2013. The writing of this law is an empirical legal research that is discrete in the analysis that is by reviewing and analyzing related bankruptcy law. Based on the results of research and discussion, in bankruptcy has a responsibility to fulfill the rights of employees, including wages and other employee rights. Having been declared bankrupt, the curator as the party making the bankruptcy property has the responsibility that during the process of securing the bankrupt property, the employee's position as the preferred creditor shall be protected his rights in accordance with the Law which grants the privileged employees to pre- pay the debts.
MENGGALI KEARIFAN ISLAM DALAM MENYONGSONG RANCANGAN KUHP Muhammad Iftar Aryaputra
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 6, No 1 (2016): Januari
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.521 KB) | DOI: 10.26623/humani.v6i1.852

Abstract

Dalam teori limitasi yang dikemukakan Muhammad Syahrur, terkandung suatu pemikiran untuk melakukan reinterpretasi fiqh terhadap ayat-ayat hudud yang selama ini dimaknai secara kaku oleh masyarakat Arab. Syahrur ingin menegaskan bahwa Islam adalah ajaran yang relevan di setiap zaman. Banyak nilai-nilai kearifan yang terkandung dalam ajaran Islam. Nilai-nilai inilah yang juga diakomodir oleh Rancangan KUHP. Bukan hanya bertumpu pada ajaran-ajaran hukum barat, melainkan juga berangkat dari kearifan lokal, maupun kearifan relijius. Nilai-nilai relijius dijadikan suatu konstruksi asas dalam RKUHP. Dengan adanya integrasi nilai-nilai kearifan dalam Islam, menunjukkan bahwa RKUHP tidak hanya menggunakan pendekatan tekstual maupun kontekstual, tetapi juga pendekatan relijius. In the limitation theory proposed by Muhammad Shahrur, contained an idea to do a reinterpretation of fiqh on hudud verses that had been rigidly interpreted by the Arabian. Shahrur would like to emphasize that Islam is a relevant theory in every age. Many wisdom values contained in the theory of Islam. These values are also accommodated by the Draft of Criminal Code (RKUHP). It is not just rely on the theory of Western law, but also departs from local wisdom, and religious wisdom. Religious values are used as a construction principle in RKUHP. The integration of the wisdom values in Islam shows that RKUHP not only uses textual and contextual approach, but also, religious approach.
Kajian Normatif Kedudukan Anak Saksi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Triasih, Dharu; Aryaputra, Muhammad Iftar; Pujiastuti, Endah
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 8, No 2 (2018): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (517.046 KB) | DOI: 10.26623/humani.v8i2.1379

Abstract

Anak yang berhadapan dengan hukum dibagi menjadi tiga katagori, yaitu anak yang berkonflik dengan hukum, anak korban, dan anak saksi. Selama ini, perhatian yang diberikan lebih banyak tertuju pada anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban. ?Kedudukan anak saksi kurang untuk dikaji.? Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji lebih dalam kedudukan anak saksi dalam peradilan pidana anak. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni terkait pengaturan anak saksi dalam hukum positif dan bentuk perlindungan terhadap anak saksi dalam sistem peradilan pidana anak. Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif. Dengan demikian, sumber data yang digunakan adalah data sekunder, terutama yang berasal dari bahan hukum primer berupa perundnag-undangan terkait. Dari data yang diperoleh, selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif, sehingga akan menghasilkan suatu penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa undang-undang yang mengatur paling lengkap tentang anak saksi dalam sisitem peradilan pidana anak adalah UU No. 11 Tahun 2012. Pengaturan mengenai anak saksi cenderung tidak sistematis dalam suatu undang-undang. Ketentuan mengenai anak saksi tersebar dalam berbagai ketentuan perundang-undangan seperti UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, UU Perlindungan Anak, UU Sistem Peradilan Pidana Anak, dan UU Perlindungan Saksi dan Korban. Patut disayangkan, belum diatur tentang jaminan keselamatan bagi anak saksi dan pemulihan mental bagi anak saksi.Children who are dealing with the law are divided into three categories, children in conflict with the law, children of victim, and children of witness. So far, more attention has been paid to children in conflict with the law and children of victims. The position of children of witness is less to be studied. This study is intended to examine more deeply the position of witnesses in the juvenile criminal justice system. The problem raised in this study is related to the arrangement of children of witnesses in positive law and the form of protection of witness children in the criminal justice system of children. This research is included in normative legal research. Thus, the data source used is secondary data, especially those derived from primary legal materials in the form of related regulations. From the data obtained, then it will be analyzed qualitatively, so that it will produce a descriptive analytical study. Based on the results of the study, it was found that the law that regulates the most complete set of witness children in the criminal justice system is Law No. 11 of 2012. Arrangements regarding witness children tend not to be systematic in a law. Provisions regarding witness children are spread in various legislative provisions such as Law No. 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Law, Child Protection Act, Child Criminal Justice System Law, and Witness and Victim Protection Act. Unfortunately, it has not been regulated about the guarantee of safety for witness children and mental recovery for witness children.
Penguatan Pemahaman Masyarakat Terhadap Akses Bantuan Hukum Cuma-Cuma ARYAPUTRA, MUHAMMAD IFTAR
Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia Vol 3 No 1 (2020): Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia (JPHI) Volume 3 (1) November 2020
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jphi.v3i1.40009

Abstract

Jaminan terhadap hak-hak konstitusional merupakan salah satu ciri dari sebuah negara hukum. Sebuah negara hukum harus mampu menghadirkan jaminan terhadap hak-hak konstitusional setiap orang. Dengan adanya jaminan tersebut, diharapkan agar terwujud suatu pengakuan, jaminan, perlindungan, serta kepastian hukum yang adil bagi segenap orang. Jaminan terhadap hak-hak konstitusional merupakan jaminan yang diberikan kepada setiap orang, tanpa memandang status sosial yang dimiliki. Salah satu bentuk jaminan terhadap hak-hak konstitusional diimplementasikan dalam bentuk bantuan hukum. Bantuan hukum merupakan jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma. Sasaran dari bantuan hukum menurut ketentuan UU Bantuan Hukum adalah anggota masyarakat miskin. Realitas menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat miskin yang tidak/belum memanfaatkan bantuan hukum, dikarenakan berbagai faktor. Mulai dari ketidakpahaman, ketidaktahuan, sampai keengganan berhubungan dengan kerumitan prosedur, menjadikan bantuan hukum tidak dapat diakses secara optimal oleh masyarakat miskin. Di sisi lain, pemerintah telah menyediakan anggaran bagi masyarakat miskin yang sedang berhadapan dengan kasus hukum melalui program bantuan hukum. Tidak maksimalnya penyerapan anggaran bantuan hukum dari pemerintah melalui ogranisasi bantuan hukum yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM, menjadikan sebuah tantangan tersendiri bagi pemerintah dan stake holder terkait, agar dapat mengoptimalkan peran bantuan bagi masyarakat miskin.
MENELISIK KETENTUAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM PERKARA PELANGGARAN HAM BERAT Muhammad Iftar Aryaputra
Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan Vol 3 No 01 (2018): Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan
Publisher : Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/paradigma.v3i01.1913

Abstract

Dalam peradilan pidana, saksi dan korban memiliki kedudukan yang sangat penting, karena kedudukannya yang sangat vital, seorang saksi dan korban harus mendapatkan perlindungan secara maksimal. Salah satu perkara pidana yang komplek dalam proses pembuktiannya adalahperkara pelanggaran HAM berat. Dalam pelanggaran HAM berat, seseorang yang menjadi korban atau saksi harus mendapat perlindungan dari negara. Menarik untuk dikaji lebih jauh, mengenai perlindungan terhadap saksi dan korban dalam perkara pelanggaran HAM berat.Ketentuan mengenai perlindungan saksi dan korban dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dirasakan tidak maksimal. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengaturan mengenai perlindungan saksi dan korban dalam perkara pelanggaran HAM berat yang komprehensif. Tulisan ini mencoba menelisik mengenai kebijakan formulasi perlindungan saksi dan korban dalam perkara pelanggaran HAM berat pada saat ini dan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, permasalahan yang diangkat yaitu: (1) bagaimana kebijakan formulasi perlindungan saksi dan korban dalam pelanggaran HAM berat dalam hukum positif? (2) bagaimana kebijakan formulasi perlindungan saksi dan korban dalam pelanggaran HAMberat pada masa yang akan datang?
PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA SMA FUTUHIYAH MRANGGEN TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Muhammad Iftar Aryaputra; Efi Yulistyowati
KADARKUM: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 1, No 1 (2020): Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/kdrkm.v1i1.2414

Abstract

Korupsi merupakan permasalahan bagi bangsa ini. Perbuatan yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai bangsa yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, seharusnya rakyat hidup dalam kesejahteraan dan kemakmuran. Realitasnya, masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagai suatu kejahatan yang luar biasa, korupsi harus diberantas dengan cara-cara yang luar biasa pula. Pencegahan korupsi harus dilakukan sedini mungkin. Pembiasaan sejak usia dini terhadap perilaku anti korupsi, diharapkan menjadi benteng untuk tidak melakukan korupsi pada masa depan. Generasi muda sebagai generasi penerus, pemegang estafet kepemimpinan di masa datang, memiliki peranan yang strategis dalam pemberantasan korupsi. Mata rantai korupsi yang sudah sangat kuat harus mampu diputus oleh generasi muda. Oleh karena itu, peranan generasi muda sangat penting dalam upaya memutus mata rantai korupsi. Permasalahan dalam kegiatan ini berkaitan dengan beberapa hal, yaitu pertama, rendahnya pemahaman terhadap aspek yuridis korupsi. Kedua, rendahnya pemahaman terhadap tindak pidana korupsi. Ketiga, rendahnya kepedulian siswa terhadap korupsi di lingkungan sekitar. Metode pelaksanaan kegiatan ini pada dasarnya dibagi menjadi tiga katagori, pertama, pra kegiatan, yang dimulai dengan proses administrasi perijinan dan survei lokasi kegiatan. Kedua, pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dengan pemberian kuesioner dan ceramah. Ketiga, evaluasi kegiatan.