Burhanuddin Muhtadi, Burhanuddin
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

POLITIK UANG DAN DINAMIKA ELEKTORAL DI INDONESIA: SEBUAH KAJIAN AWAL INTERAKSI ANTARA “ PARTY-ID” DAN PATRON-KLIEN Muhtadi, Burhanuddin
Jurnal Penelitian Politik Vol 10, No 1 (2013): Partai Politik dalam Timbangan
Publisher : Pusat Penelitian Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (718.937 KB) | DOI: 10.14203/jpp.v10i1.217

Abstract

Seiring dengan penyebaran rezim demokrasi di negara-negara berkembang, politik uang ternyata menjadielemen kunci mobilisasi elektoral di banyak demokrasi gelombang ketiga. Benarkah patron-klien menjadi satusatunya faktor determinan maraknya politik uang? Literatur kesarjanaan mengenai klientelisme dapat dibagi menjaditiga aliran: Pertama, aliran determinis yang paralel dengan teori modernisasi. Kubu kedua adalah argumen kebudayaan. Tradisi ketiga adalah pendekatan institusionalis yang menekankan desain institusi politik ikut menyumbangmaraknya praktik patron-klien.Banyak ahli yang terlalu banyak memberikan perhatian relasi antara politik uang dan patron-klien, tetapisedikit sekali yang mengkaji dari sudut pandang identitas kepartaian (party-ID). Tulisan ini menyatakan bahwarendahnya party-ID juga berkontribusi bagi semakin maraknya politik uang di tingkat massa. Semakin rendahparty-ID seseorang semakin besar kemungkinan dia menerima praktik politik uang. Sebaliknya, semakin tinggitingkat party-ID pemilih maka semakin kecil sikap penerimaannya terhadap praktik politik uang.Tren party-ID di Indonesia terus menurun dan penurunan ini disumbang oleh buruknya kinerja partai di matapemilih. Iklim ketidakpercayaan publik terhadap partai terus meningkat seiring dengan terbukanya kasus-kasuskorupsi yang melibatkan elite partai. Jika partai politik tak berbenah maka pemilih makin menjauhi partai dan biayapolitik makin mahal karena pemilih cenderung memakai pendekatan transaksional dengan partai. Jadi, fenomenapolitik uang yang semakin merajalela di tingkat massa dipicu oleh kegagalan partai politik itu sendiri dalam meningkatkan kinerjanya di mata pemilih.Kata kunci: jual beli suara, politik uang, identifikasi partai, klientelisme, dinamika elektoral, Indonesi
Politik Uang dan New Normal dalam Pemilu Paska-Orde Baru Muhtadi, Burhanuddin
Integritas : Jurnal Antikorupsi Vol. 5 No. 1 (2019): INTEGRITAS Volume 05 Nomor 1 Tahun 2019
Publisher : Komisi Pemberantasan Korupsi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1193.504 KB) | DOI: 10.32697/integritas.v5i1.413

Abstract

How many voters sell their votes in Indonesia, and how effective is it? Elaborated from a wide range of survey methods —whether individual, observational, or derived from the list-experiment, the proportion of voters participating in vote-buying in the 2019 election was between 19,4% and 33,1%. This range is comparatively high by international standards, with Indonesia’s level of vote buying being the third largest in the world. Given that the list-experiment and the straight-forward survey questions result inconsistent findings, it can be concluded that vote buying is less likely to be stigmatized, and such practice has become a new normal during the election. This study also finds that Indonesia’s open-list proportional system shapes the supply-side of vote buying. Under such an electoral system, candidates are forced to compete against co-partisans for personal votes. And because, according to the open-list system, a seat (or seats) secured by a party must be allocated to that party’s candidates who obtained the most individual votes, candidates only need to win a small slice of the votes to defeat their co-partisans. To do so, they need to differentiate themselves from their party peers, including by buying votes. Keywords: Vote Buying, Intra-Party Competition, Open-List Proportional System
Politik Identitas dan Mitos Pemilih Rasional Muhtadi, Burhanuddin
MAARIF Vol 13 No 2 (2018): Politisasi Agama di Ruang Publik: Ideologis atau Politis ?
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (743.707 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v13i2.23

Abstract

Perilaku memilih merupakan gejala yang kompleks. Keputusan memilih ditentukan oleh banyak faktor. Seorang calon yang berasal dari kelompok identitas primordial tertentu belum tentu dapat menarik suara mayoritas di kelompoknya sendiri. Hal ini bisa terjadi karena, selain faktor identitas, pemilih juga mempertimbangkan faktor-faktor lain, terutama kualitas personal calon. Intinya, dinamika politik lokal seringkali membuka ruang mobilisasi politik identitas. Secara umum, penelitian ini telah menemukan bukti empiris bahwa agama dan etnis yang menjadi bahan bakar politik identitas merupakan faktor yang penting dalam pemilihan kepala daerah.