Alia Harumdani Widjaja, Alia Harumdani
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Tenggang Waktu Konstitusionalitas dan Kebersesuaian Undang-Undang dengan UUD 1945 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Ali, M. Mahrus; Widjaja, Alia Harumdani; Hilipito, Meyrinda Rahmawaty
Jurnal Konstitusi Vol 15, No 4 (2018)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (435.131 KB) | DOI: 10.31078/jk1548

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi seringkali menimbulkan perdebatan di masyarakat. Salah satunya terkait penundaan keberlakuan putusan Mahkamah Konstitusi yang telah melahirkan doktrin baru mengenai kekuatan hukum mengikatnya putusan MK. Penelitian ini mengangkat permasalahan, pertama: karakter putusan MK yang memuat tenggang waktu konstitusionalitas dan konsep kebersesuaian undang-undang dengan UUD 1945. Kedua, pengaruh putusan tersebut terhadap pembangunan hukum di Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, pertama, putusan-putusan yang menjadi objek penelitian ditemukan karakteristik yang beragam terkait dengan tenggang waktu konstitusionalitas dan kebersesuaian antara Undang-Undang dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai berikut; (i) Putusan yang menentukan tenggang waktu secara tegas dan perintah untuk penyesuaian dengan UUD 1945, yaitu putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 (UU KPK) dan Putusan Nomor 32/PUU-XI/2013 (UU Asuransi) dan Putusan Nomor 026/PUU-III/2005 dan 026/PUU-IV/2006 (UU APBN); (ii) Putusan yang menentukan tenggang waktu secara tidak tegas (fleksibel) dan perintah untuk penyesuaian dengan UUD 1945, yaitu Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 (UU Pemda dan UU Kekuasaan Kehakiman) dan Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 (UU Pilpres); (iii) Putusan yang tidak menyebutkan tenggang waktu namun hanya perintah untuk penyesuaian dengan UUD 1945 (secara tidak langsung), yaitu Putusan Nomor 28/PUU-XI/2013 (UU Koperasi) dan Putusan Nomor 85/PUUXI/2013 (UU SDA). Kedua, Putusan MK menjadi salah satu faktor determinan dalam fungsi legislasi, dan hal ini dapat dipahami karena inilah bentuk diskresi yang dimiliki oleh MK selaku pelaku kekuasaan kehakiman.The constitutional court often make their headlines or controversy with their ruling. One of them is relative with the postpone enforcement of a decision which has raised a new doctrine about legal force's binding of the Constitutional Court's decision. This study raised the issue, first, about the character of the constitutional court's ruling which contained the limitation of time in constitutionality and the concept of conformity of the law with the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Second, the influence of the court decision on legal development in Indonesia. This study used normative legal research. The results of the study concluded that, first, it is founded that the various characteristics related to the limitation of time in constitutionality in the court's decision which become the object of this study and also it is founded that the compability between the law and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia as follows : (i) The court's decision that set the limited of time in constitutionality explicitly and orders to adjust to the 1945 Constitution of The Republic of Indonesia, namely decisions number 012-016-019/PUU-IV/2006 (Corruption Eradication Commission Act) and decision number 32/PUU-XI/2013 (Insurance Related Business Act) and decision number 026/PUU-III/2005 and 026/PUU-IV/2006 (State Budget Act); (ii) Court's decision that determine the limited of constitutionality flexibly and orders to adjust to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia namely decision number 97/PUU-XI/2013 (Regional Government Act and Judicial Power Act) and decision number 14/PUU-XI/2013 (Presidential Election Act); (iii) Court's decision that do not mention the limitation of time in constitutionality but only orders to adjust to the 1945 Constitution of The Republic of Indonesia, namely decision number 28/PUU-XI/2013 (Cooperatives Act) and decision number 85/PUU-XI/2013 (Water Resources Act). Secondly, the constitutional court decision is one of the determinant factors in the function of legislation, and this can be understood because this is the form of discretion that the constitutional court has as the perpetrator of judicial power.
Implikasi Konstitusionalitas Pengaturan Syarat Domisili Calon Kepala Desa Widjaja, Alia Harumdani
Jurnal Konstitusi Vol 14, No 2 (2017)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.741 KB) | DOI: 10.31078/jk1426

Abstract

Desa sebagai entitas terkecil dari suatu pemerintahan daerah memiliki peran penting untuk mensukseskan pembangunan nasional. Karena itulah, eksistensi desa tetap tidak dapat dilepaskan dari pengaturan pemerintah pusat dan diakomodir keberadaannya melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satu ketentuan yang dirasa melanggar hak konstitusional warga desa adalah ketentuan Pasal 33 huruf g Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan “calon kepala desa wajib memenuhi persyaratan : terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran”. Ketentuan tersebut dianggap memangkas hak banyak penduduk yang ingin berkarya menjadi kepala desa namun belum sampai satu tahun domisilinya. Namun, akhirnya pada tanggal 23 Agustus 2016, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Lumrahnya suatu Putusan Pengadilan, akan menimbulkan juga rasa kekhawatiran terhadap implikasi yang dapat timbul akibat Putusan MK tersebut. Penulis memberikan simpulan terdapat beberapa implikasi atau simpul keterlibatan yang muncul yakni Pemilihan Kepala Desa merupakan rezim pemerintahan Daerah dan bukan rezim pemilihan umum, adanya anggapan dan kekhawatiran, bahwa kepala desa yang terpilih dan bukan dari domisili tempat dia terpilih akan memberikan potensi buruk seperti penyalahgunaan wewenang demi kepentingan elit desa, Terbukanya kesempatan bagi calon kepala desa yang berasal dari luar domisili setempat justru membuka peluang bagi sumber daya manusia yang bermutu tinggi untuk memajukan desa dan perlu adanya penyesuaian peraturan teknis dibawah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang berkaitan dengan syarat domisili.