I Putu Rasmadi Arsha Putra
Fakultas Hukum Universitas Udayana

Published : 41 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

EFFECTIVENESS OF MEDIATION AS A TYPOLOGY OF CIVIL DISPUTE SETTLEMENT (ADR) AT DISTRICT COURT OF BALI Tjukup, I Ketut; Arsha Putra, I Putu Rasmadi; Yustiawan, Dewa Gede Pradnya
KERTHA WICAKSANA Vol 12, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.12.2.706.104-111

Abstract

Mediation has been a typology of civil dispute settlement through negotiation process to obtain agreement from the parties assisted by mediator. The Court implements mediation which is a process of civil disputes settlement that must be taken as an instrument to fulfill the four purposes of the Supreme Court, such as addressing the problem of the accumulation of cases; faster and cheaper dispute resolution; expanding access for the parties to a sense of justice; and strengthening and maximizing the function of the courts in dispute settlement. The focus of this study lies in the investigation of the extent to which effective mediation is applied as an alternative of civil disputes settlement at the District Court of Bali. The method used is empirical law research method. The nature of this research is descriptive. There are two types of data, namely primary data and secondary data with the location of research is the District Court in Bali Province. Data collection was done by using interview techniques; Data processing and analysis were carried out by applying qualitative data analysis method. The result of the research shows that the implementation of mediation in the District Court in Bali has been in accordance with the legislation and has been capable of decomposing cases. However, obstacles in the implemention are still other significant problems that need concern of resolution. The obstacles are those relating to legal substance, legal structure and legal culture.
TRANSPLANTASI COMMON LAW SYSTEM KE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Arsha Putra, I Putu Rasmadi
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 2, No 2 (2016): Juli - Desember 2016
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (744.115 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v2i2.33

Abstract

Mengambil sistem hukum yang berasal dari negara lain yang dikembangkan menjadi model hukum di negeri sendiri, bukanlah sesuatu yang baru bagi Negara Indonesia. Hal ini sangat dipengaruhi oleh Asas konkordansi yang dianut sebagai politik hukum Indonesia pada masa Hindia Belanda dan terus dikembangkan pada masa kemerdekaan menjadikan sebuah contoh nyata, Transplantasi hukum terus berlangsung yang dimulai dari zaman pra Kolonial Belanda, hingga sekarang. Begitu juga mengenai Penyelesaian Sengketa Konsumen yang diamanatkan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sehingga dibentuklah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan BPSK pada beberapa kota di Indonesia. Konon Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ditransplantasi dari Common Law System dengan model The Small Claims Court (SCC) dan The Small Claims Tribunal (SCT). Small Claims Court (SCC) dan The Small Claims Tribunal (SCT) berhasil ditransplantasikan dalam hal substansinya tapi gagal dalam penerapannya karena terjadi benturan perbedaan sistem hukum, dimana sistem hukum Indonesia memiliki struktur, substansi dan budaya tersendiri yang berbeda dengan sistem hukum yang lain. 
UPAYA HUKUM BAGI TERGUGAT INTERVENSI DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA Widianingrat, I Gst Ngr Agung; Putra, I Putu Rasmadi Arsha
Kertha Desa Vol 9 No 4 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang pengaturan kedudukantergugat intervensi dalam hal bukan badan pejabat tata usaha negara pada peradilan tata usahaNegara, serta untuk mengetahui dan menganalisis tentang upaya hukum yang dapat dilakukanoleh tergugat intervensi terhadap putusan pengadilan tata usaha negara serta diharapkanpenelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu yang dapat digunakan sebagai pertimbangandalam pembaharuan hukum kedepannya. Penelitian ini tergolong penelitian normatif yangmenggunakan 3 jenis pendekatan, yaitu: perundang-undangan, konsteptual, dan historis.Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan teknik studi kepustakaan dan kemudian dianlisissecara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Undang-Undang Peradilan TataUsaha Negara belum mengatur secara tegas mengenai kedudukan tergugat intervensi dalamhal bukan badan atau pejabat tata usaha negara. Apabila pihak ketiga yakni tergugat intervensiyang bukan badan atau pejabat tata usaha negara tidak merasa puas dengan putusanpengadilan tata usaha negara, maka yang bersangkutan dapat mengajukan upaya hukumberupa banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. Lebih lanjut, apabila tergugat asli ataupejabat tata usaha negara tidak mengajukan banding terhadap putusan PTUN tingkat pertamayang membatalkan surat keputusannya, maka tergugat II intervensi bisa mengajukan bandingsendirian. Kata kunci: Peradilan Tata Usaha Negara, Tergugat Intervensi, Upaya Hukum ABSTRACT This study aims to determine and analyze the arrangement of the position of the intervention defendant inthe event that it is not a state administrative official body at the State administrative court, as well as tofind out and analyze the legal remedies that can be taken by the intervening defendant against the decision of the state administrative court and it is hoped that this research. can contribute knowledge that can beused as a consideration in future legal reforms. This research is classified as normative research that uses 3types of approaches, namely: statutory, conceptual, and historical. All legal materials are collected usingliterature study techniques and then analyzed qualitatively. Based on the results of the research, it is knownthat the State Administrative Court Law does not explicitly regulate the position of the interveningdefendant in the event that it is not a state administrative body or official. If the third party, namely therespondent for intervention who is not a state administrative body or official, is not satisfied with thedecision of the state administrative court, then that person concerned can file legal remedies in the form ofappeal, cassation, or review. Furthermore, if the original defendant or state administrative officer does notfile an appeal against the decision of the first level administrative court which cancels the decision letter,then the intervening Defendant II can file an appeal alone. Keywords: State Administrative Court, Intervention Defendant, Legal Efforts
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN PRODUK HOME INDUSTRY YANG TIDAK ADA TANGGAL KADALUWARSA Puspadewi, Ni Luh Rai; Arsha Putra, I Putu Rasmadi
Kertha Desa Vol 9 No 5 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganlisis tentang pengaturan terkait dengan produk makanan home industry yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa; dan untuk mengetahui dan menganlisis tentang perlindungan hukum terhadap kemasan produk home industry yang tidak dicantumkannya tanggal kadaluwarsanya bagi konsumen. Penelitian ini tergolong jenis metode penelitian normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan makanan produk home industry kadaluwarsa terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, meliputi: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Menteri kesehatan RI dalam Peraturan Menteri Kesehatan 346/Men.Kes/Per/IX/1983, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 180/Men.Kes/Per/Iv/85 Tentang Makanan Daluwarsa. Adapun perlindungan hukum bagi konsumen terhadap kemasan produk home industry yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa, telah diatur secara tegas dalam ketentuan Pasal 7 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Kata kunci: Perlindungan Hukum, Home Industry, Konsumen, Kadaluwarsa ABSTRACT This study aims to determine and analyze the arrangements related to home industry food products that do not include expiration dates; and to find out and analyze the legal protection of packaging for home industry products which does not include the expiration date for consumers. This research is a normative research method that uses a statutory approach and a conceptual approach. The results showed that the food regulation for home industry products that expired was contained in several laws and regulations, including: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Menteri kesehatan RI dalam Peraturan Menteri Kesehatan 346/Men.Kes/Per/IX/1983, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 180/Men.Kes/Per/Iv/85 Tentang Makanan Daluwarsa. As for the legal protection for consumers of home industry product packaging that does not include an expiration date, it has been explicitly regulated in the provisions of Pasal 7 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Keywords: Legal Protection, Home Industry, Consumers, Expiration
MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI Yusa Wedangsa Laba, Anak Agung Gede Deva; Arsha Putra, I Putu Rasmadi
Kertha Desa Vol 9 No 6 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulisan penelitian ini bertujuan untuk berbagi pengetahuan dan memberikan sudut pandang baru dalam penyelesaian sengketa asuransi bagi pemegang polis asuransi. Di dalam penulisan penelitian ini, metode penelitian hukum bersifat normatif diaplikasikan dengan menggunakan cara pendekatan atas peraturan perundang-undangan serta pendekatan konseptual yang kemudian disajikan dalam bentuk laporan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa metode yang dapat ditempuh oleh pemegang polis guna menyelesaikan sengketa. Mulai dari pengaduan kepada perusahaan asuransi sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) POJK 1 / 2014 dan Pasal 32 ayat (1) POJK 1 / 2013, pengaduan kepada OJK sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (1) POJK 1 / 2013, penyelesaian sengketa dengan penggunaan lembaga alternatif penyelesaian sengketa sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (5) POJK 1 / 2014 serta penyelesaian sengketa melalui proses kepailitan pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri sesuai ketentuan pasal 52 ayat (1) POJK 28/2015. Kata Kunci: Mekanisme, Sengketa Asuransi, Pemegang Polis ABSTRACT The purpose of this research is to share knowledge and provide a new perspective in insurance dispute resolution for insurance policy holders. In writing this research, normative legal research methods are applied by using an approach to legislation and a conceptual approach which is then presented in the form of a descriptive report. The results of the study show that there are several methods that can be taken by policyholders to resolve disputes. Starting from complaints to insurance companies in accordance with the provisions of article 2 paragraph (1) POJK 1 / 2014 and article 32 paragraph (1) POJK 1 / 2013, complaints to the OJK in accordance with the provisions of article 40 paragraph (1) POJK 1 / 2013, dispute resolution by using alternative dispute resolution institutions in accordance with the provisions of article 2 paragraph (5) of POJK 1 / 2014 as well as dispute resolution through the bankruptcy process at the Commercial Court at the District Court in accordance with the provisions of article 52 paragraph (1) POJK 28/2015. Keywords: Mechanism, Insurance Dispute, Policy Holder
TUNTUTAN HAK DALAM PENEGAKAN HAK LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL RIGHT) I Putu Rasmadi Arsha Putra; I Ketut Tjukup; Nyoman A. Martana
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 2, No 1 (2016): Januari – Juni 2016
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v2i1.26

Abstract

Tuntutan hak merupakan cara untuk memperoleh perlindungan terhadap hak seseorang maupun badan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah terjadinya tindakan main hakim (eigenrichhting). Dalam kehidupannya manusia memilih beberapa hak untuk dipertahankan diantaranya: pertama hak sipil dan politik, kedua hak ekonomi dan sosial dan yang ketiga adalah hak solidaritas atau persaudaraan. Salah satu jenis hak asasi manusia yang belum terelaborasi adalah hak atas lingkungan. Hak ligkungan (environmental right) adalah salah satu hak yang perlu untuk kita perjuangkan mengingat lingkungan tidak dapat memperjuangkan kepentingannya sendiri karena sifatnya yang in-animatif (tidak dapat berbicara) sehingga diperlukan pihak lain yang memperjuangkan. Perlu suatu perluasan akses keadilan dalam penegakan hukum lingkungan mengingat pengajuan tuntutan hak pada hukum acara perdata di Indonesia hanya mengandalkan ketentuan pada Het Herzeine Indonesich Reglement (HIR), Sejauh ini telah berkembang mengenai mekanisme pengajuan tuntutan hak di luar Het Herzeine Indonesich Reglement (HIR), seperti class action, legal standing dan citizen lawsuit. Tulisan ini akan membahas mengenai perbedaan karakteristik masing-masing tuntutan hak tersebut dalam hal penegakan hukum lingkungan. Gugatan class action merupakan sebuah mekanisme pengajuan tuntutan hak yang diajukan oleh wakil kelompok yang memperjuangkan kepetingannya dan kelompoknya, Gugatan LSM atau legal standing merupakan mekanisme pengajuan gugatan oleh LSM, gugatan tersebut diajukan apabila bertentangan dengan anggaran dasar dari LSM tersebut. Gugatan citizen adalah gugatan yang diajukan oleh seorang atau lebih warga negara atas nama seluruh warga negara yang ditujukan kepada Negara.Kata Kunci : Tuntutan Hak, Penegakan Hukum, Hak Lingkungan, 
PENERAPAN TEORI HUKUM PEMBANGUNAN DALAM MEWUJUDKAN PERADILAN SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA MURAH I Ketut Tjukup; Nyoman A. Martiana; Dewa Nyoman Rai Asmara Putra; Nyoma Satyayudha Dananjaya; I Putu Rasmadi Arsha Putra
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 1, No 1 (2015): Januari-Juni 2015
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.559 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v1i1.8

Abstract

Hukum Acara Perdata sebagai hukum formil mempunyai fungsi untuk menegakkan hukum perdata materiil apabila ada pelanggaran. Hukum Acara Perdata adalah aturan main yang harus diperhatikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pemeriksaan perkara perdata di pengadilan. Hukum Acara Perdata yang masih berlaku sampai sekarang ialah hukum acara perdata peninggalan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, yaitu HIR dan RBg. Banyak bidang Hukum Acara Perdata yang diatur dalam HIR dan RBg sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan jaman. Demikian juga dalam pelaksanaan dan penerapannya tidak dapat mewujudkan asas Trilogi Peradilan (sederhana, cepat dan biaya murah). Melalui penerapan Teori Hukum Pembangunan dalam pemeriksaan perkara perdata. Secara yuridis ketentuan Hukum Acara Perdata yang diatur dalam HIR dan RBg memiliki kecenderungan untuk menghambat pelaksanaan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya murah. Dalam hal ini Teori Hukum Pembangunan sangat memegang peranan penting dalam pembaharuan hukum. Dapat disarankan hendaknya kedepan dibentuk hukum acara perdata yang bersifat nasional.  Kata kunci:   Hukum Acara Perdata, asas Trilogi Peradilan, Teori Hukum Pembangunan.
PENEGAKAN HUKUM YANG BERKEADILAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN BERDASARKAN HUKUM ACARA PERDATA YANG PLURALISTIK I Ketut Tjukup; Nyoman A. Martana; Dewa N. Rai Asmara Putra; Made Diah Sekar Mayang Sari; I Putu Rasmadi Arsha Putra
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 2, No 2 (2016): Juli - Desember 2016
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (740.014 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v2i2.40

Abstract

Hukum Acara Perdata yang berlaku sebagai dasar hukum dalam pemeriksaan perkara perdata di Indonesia sampai detik ini sangat pluralistik dan tersebar dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 masih tetap mempergunakan HIR (Reglement Indonesia yang diperbaharui STB 1941 No. 44 berlaku untuk wilayah hukum Jawa dan Madura), dan RBg (Reglement daerah seberang STB 1927 No. 227) berlaku luar Jawa dan Madura. Mencermati pluralistiknya hukum acara perdata Indonesia yang sampai sekarang belum memiliki Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata yang nasional, hukum acara yang demikian dalam penerapannya timbul multi interpretasi, sulit mewujudkan keadilan dan tidak menjamin kepastian hukum. Metode dalam penulisan ini ialah normatif dengan penelusuran bahan hukum primer dan sekunder. Pendekatan untuk menganalisis ialah pendekatan perundang-undangan, konseptual dan kasus. Hakim sebagai penegak hukum dan untuk mewujudkan keadilan tidak boleh mulut undang-undang, hakim harus progresif dan selalu memperhatikan perasaan keadilan para pihak dalam proses pemeriksaan di persidangan. Sebagaimana yang diatur oleh moralitas para pihak yang dilanggar selalu menginginkan keadilan atau penegakan hukum identik dengan penegakan keadilan. Dalam perkara perdata beraneka kepentingan akan dituntut hakim yang kritis, menguasai hukum secara koprehensif dan dapat mewujudkan hakikat keadilan dalam penegakan hukum berdasarkan hukum acara perdata yang fluralistik. Persoalan keadilan ialah persoalan yang sangat fundamental dalam penegakan hukum. Perwujudan keadilan haruslah didahului dengan kepastian hukum sehingga sangat diperlukan hukum acara perdata yang unifikasi atau tidak terlalu banyak multi interpretasi, yang akhirnya putusan Hakim yang adil dapat diketemukan. Jadi hukum acara perdata yang pluralistik dalam penerapannya banyak timbul hambatan, tidak mencerminkan kepastian hukum dan sangat sulit mewujudkan keadilan, sehingga sangat diperlukan satu kesatuan hukum acara perdata (unifikasi hukum).
Akibat Hukum Pendaftaran Penyelesaian Sengketa Alternatif Dewa Nyoman Rai Asmara Putra; I Putu Rasmadi Arsha Putra
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 6, No 1 (2020): Januari - Juni 2020
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.474 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v6i1.102

Abstract

Everyone is allowed to be in conflict with legal issues that exist in civil procedural law called cases that contain both disputes and those that do not contain disputes. Disputes are indeed important to mature the way of thinking, but more importantly must be agreed. Managing disputes means fi nding the best way to resolve them. The best way to resolve disputes is by means of a win-win solution in Act No. 30 of 1999 concerning Alternative Dispute Resolution (ADR). Settlement of disputes with ADR has the highest degree because it is really fi nished, not resolved the dispute, as long as each party obeys all the results of the agreement that has been made. In Article 6 paragraph (7) of Act No. 30 of 1999 concerning Alternative Dispute Resolution (ADR), the results of the agreement must be made in written form and must be registered with the District Court. This research focuses on studying the method of registration proposed in article 6 paragraph (7). Law No. 30 of 1999. The results of this study found facts regarding the payment of the results of the agreement to the District Court does not have any legal requirements for the parties related to legal certainty, justice and benefi ts for the agreement.
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP MELALUI MEKANISME ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION) I Ketut Tjukup; Dewa Nyoman Rai Asmara Putra; Nyoman A. Martana I Putu Rasmadi Arsha P; Kadek Agus Sudiarawan
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 3, No 2 (2017): Juli - Desember 2017
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (972.431 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v3i2.54

Abstract

Pengaturan class action ke dalam hukum materiil teinspirasi dari pengaturan class action di Amerika pada Pasal 23 Us Federal of Civil Procedure yang telah menentukan persyaratan antara lain numerasity, commonality, typicality dan adequation of representation. Ketentuan hukum materiil di Indonesia belum dilengkapi dengan hukum acara tentang class action. Perkembangan berikutnya untuk lancarnya proses peradilan dan mengisi kekosongan hukum, Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2002 Hukum Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Dengan digantinya UU No. 23 Tahun 1997 dengan UU No. 32 Tahun 2009, penerapan gugatan class action berpedoman pada PERMA tersebut. Pengaturan class action dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 dalam penerapannya masih banyak kekosongan hukum. Proses awal/sertifikasi sangat menentukan sekali apakah gugatan tersebut dapat diterima/masuk sebagai gugatan class action karenanya peran hakim aktif termasuk advocat/kuasa sangat memegang peranan sehingga sambil menunggu UU, hakim berkewajiban menambal sulam PERMA No. 1 Tahun 2002. Oleh karena PERMA No. 1 Tahun 2002 Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (class action) pengaturannya sangat sumir, hakim dalam memeriksa gugatan perwakilan kelompok, khusus dalam proses awal/atau sertifikasi perlu melakukan studi komparasi ke negara-negara yang menganut sistem hukum anglo-saxon yang sudah lama menerapkan class action tersebut. Segala konsekwensi terhadap syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam gugatan perwakilan kelompok (class action). Adanya beberapa lingkungan badan peradilan dalam kekuasaan kehakiman sesuai dengan UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman adanya kopetensi yang dimiliki oleh masing-masing badan peradilan (pengadilan negeri) sudah tentu hakim sebagai penegak hukum dan keadilan harus bijak terhadap hal tersebut.