Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Penenggelaman Kapal Illegal Fishing di Wilayah Indonesia Dalam Perspektif Hukum Internasional Efritadewi, Ayu; Jefrizal, Wan
Jurnal Selat Vol 4 No 2 (2017): JURNAL SELAT
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (839.165 KB)

Abstract

Giving some penalties by sinking the foreign fishing vessels is one of the efforts of the country in eradicating of illegal fishing. Besides that it will also give a deterrent effect or will counteracting from violation in the border area or outside the border area that can harm Sovereignty of the country. Indonesian government policy that sinking the fishing vessels that has been proved doing the illegal fishing in Indonesia waters has raised many pro’s and contras. The conclusion that can be reach is what are the Impacts from sinking the foreign Fishing vessels. Is it positive or negative impact? The positive impact that happen from this policy is Indonesia government can stop illegal fishing activity and also to rescue aquatic habitat in the sea from bomb of foreign fishermen.  While the negative impact is pollution because of the explosion and burning the foreign vessels that can pollute the air around the sea.Writers suggest that law enforcement of sinking the foreign vessels must be conducted together with budget support facility that adequate with the enforcement, for example adequate personnel, adequate facilities and infrastructure (firearms, boat/ship, and fuel supply in operating the ship so that the supervisor can reach all part of the sea in Indonesia. Keyword:  Foreign Ship, Illegal Fishing   Pemberian sanksi dengan cara penenggelaman merupakan upaya negara dalam memberantas kegiatan perikanan yang dilakukan secara illegal dan disamping itu juga untuk memberikan suatu efek jera atau menangkal terhadap pelanggaran di Wilayah Perbatasan atau di Luar Perbatasan Laut Indonesia yang dapat merugikan dan mengancam kedaulatan negara. Kebijakan pemerintah Indonesia yang menenggelamkan kapal-kapal yang terbukti melakukan illegal fishing di wilayah perairan Indonesia menuai pro dan kontra, banyak yang mendukung tetapi juga tidak sedikit yang menolak, demikian pula protes dari negara bendera kapal. Kesimpulan yang dapat diambil adalah apa saja Dampak dari penenggelaman kapal nelayan asing ini menimbulkan dampak yang positif dan juga menimbulkan dampak yang negatif. Dampak positif yang diperoleh dari kebijakan ini adalah pemerintah Indonesia dapat menghentikan aktivitas pencurian ikan serta menyelamatkan habitat perairan di dalam laut dari bahaya Bom nelayan asing. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan dari kebijakan ini adalah ditimbulkannya polusi hasil peledakan dan pembakaran kapal asing yang dapat mencemari udara disekitar laut. Yang mana saran yang penulis berikan adalah Upaya penegakan hukum berupa penenggelaman kapal harus diiringi dengan dukungan anggaran fasilitas yang memadai dalam penegakkannya, misalnya personil yang memadai, sarana dan prasarana menunjang cukup seperti peralatan senjata api, kapal, hingga dukungan suplai BBM dalam pengoperasian kapal sehingga para pengawas mampu menjangkau seluruh bagian wilayah laut Indonesia. Kata kunci: Kapal Asing, Pencurian Ikan
KAJIAN KRIMINOLOGIS TERJADI TINDAK PIDANA KORUPSI DANA DESA DI DESA PENAGA (Studi Desa Penaga Kabupaten Bintan Kepulauan Riau) Widiyani, Heni; Sucipta, Pery Rahendra; Siregar, Ahmad Ansyari; Efritadewi, Ayu
Jurnal Ilmiah Advokasi Vol 9, No 1 (2021): Jurnal Ilmiah Advokasi
Publisher : FH Universitas Labuhanbatu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36987/jiad.v9i1.2059

Abstract

Corruption that occurs in rural areas is very disturbing because it greatly affects the lives of rural communities, villages as the lowest government in the Indonesian state government structure are formed so that there is independence and progress and prevent the movement of people to cities. Corruption makes the infrastructure in the village not achieved according to the needs of the community. This juridical empirical research is to collect legal literature and compare the actual situation that occurs in the community by conducting interviews so as to find the facts and data needed, then the required data is collected, then the identification of the problem is carried out which ultimately comes to solving the problem . The people of the guardian village currently cannot enjoy the facilities that have been corrupted by the village head and the community economy poured out through BUMDES is not running properly due to the effects of corruption that occurred in 2017.Keywords : Corruption, Village Fund, Penaga Village
Penyuluhan Hukum tentang Tindak Pidana Korupsi kepada Badan Koordinator Organisasi Wanita Provinsi Kepulauan Riau Heni Widiyani; Ayu Efritadewi; Elfa Oprasmani; Marisa Elsera; Muhammad Jova Febrianto
To Maega : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol 4, No 2 (2021): Juni 2021
Publisher : Universitas Andi Djemma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35914/tomaega.v4i2.610

Abstract

AbstrakSaat ini banyak sekali terjadi kasus korupsi di pemerintahan maupun sektor swasta dilakukan oleh para lelaki yang sudah memiliki istri dan anak.Dengan adanya penyuluhan ini, diharapkan wanita khususnya anggota BKOW bisa menjadi pelopor dirumah tangga untuk membentuk keluarga anti korupsi baik kepada anak dan suami. Kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan 4 metode yakni: ceramah, dialog, bedah kasus, dan best practice. Hasil dari kegiatan ini, peserta menjadi antusias, yang terlihat dari banyaknya pertanyan yang diajukan serta terbentuknya komunikasi yang baik. Pengabdian ini perlu dilanjutkan kembali, di organisasi-organisasi wanita lainnya agar penyampaian ini  mencakup banyak wanita aktif di kepulauan Riau.Kata Kunci: Penyuluhan Hukum, Korupsi, Organisasi Wanita.AbstractNowadays there are many cases of corruption in the government and private sector carried out by men who already have wives and children. With this counseling, it is hoped that women, especially BKOW members, can be pioneers in the household to form an anti-corruption family for both children and husbands. This devotional activity is carried out with 4 methods namely: lectures, dialogue, case surgery, and best practice. As a result of this activity, participants became enthusiastic, which was evident from the many questions raised as well as the formation of good communication. This service needs to be resumed, in other women's organizations in order for this delivery to include many active women in Riau islands.Keywords: Legal Counseling, Corruption, Women's Organizations.
KAJIAN KRIMINOLOGIS TERJADI TINDAK PIDANA KORUPSI DANA DESA DI DESA PENAGA (Studi Desa Penaga Kabupaten Bintan Kepulauan Riau) Heni Widiyani; Pery Rahendra Sucipta; Ahmad Ansyari Siregar; Ayu Efritadewi
Jurnal Ilmiah Advokasi Vol 9, No 1 (2021): Jurnal Ilmiah Advokasi
Publisher : FH Universitas Labuhanbatu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36987/jiad.v9i1.2010

Abstract

Corruption that occurs in rural areas is very disturbing because it greatly affects the lives of rural communities, villages as the lowest government in the Indonesian state government structure are formed so that there is independence and progress and prevent the movement of people to cities. Corruption makes the infrastructure in the village not achieved according to the needs of the community. This juridical empirical research is to collect legal literature and compare the actual situation that occurs in the community by conducting interviews so as to find the facts and data needed, then the required data is collected, then the identification of the problem is carried out which ultimately comes to solving the problem . The people of the guardian village currently cannot enjoy the facilities that have been corrupted by the village head and the community economy poured out through BUMDES is not running properly due to the effects of corruption that occurred in 2017.Keywords : Corruption, Village Fund, Penaga Village
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENJUALAN DUGONG SATWA YANG DILINDUNGI (STUDI KASUS KAMPUNG KELAM PAGI) Heni Widiyani; Ayu Efritadewi; Kartina Pakpahan; Khairunnisa Khairunnisa
Bina Hukum Lingkungan Vol 6, No 2 (2022): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v6i2.198

Abstract

ABSTRAKDugong merupakan hewan dilindungi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jika terjadi penangkapan dan pembunuhan dugong dengan sengaja maka akan mengacu pada sanksi pidana pada Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 21 ayat (2). Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Mengkaji bahan hukum primer dan sekunder dan melakukan wawancara. Dengan pendekatan masalah peraturan Hukum dan Sosial Masyarakat. Kampung Kelam Pagi bukan merupakan habitat dari dugong sehingga tidak dijadikan daerah konservasi dugong. Dengan rumusan masalah Penegakan hukum Terhadap Masyarakat Kampung Kelam Pagi sudah tepat, karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang banyak terhadap dugong dan sanksi apa yang akan mereka terima jika melakukan tindakan penjualan dugong. Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) sudah melakukan langkah tepat dengan melaporkan tindakan penjualan dugong yang dilakukan kepada polisi sehingga memberikan efek jera bagi masyarakat. Penanggulangan terjadinya pembunuhan satwa yang dilindungi di masa yang akan datang perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum dan pembuatan peraturan daerah tentang satwa yang dilindungi tentang jenis hewan yang dilindungi kepada masyarakat pesisir Kepulaun Riau sehingga tidak terjadi lagi tindak pidana penjualan hewan yang dilindungi. Kata kunci: dugong; penegakan hukum; tindak pidana.ABSTRACTThe dugong is a protected animal listed in government regulation Number 7 of 1999 concerning the Preservation of Plant and Animal Species. If there are an arrest and murder of a dugong on purpose, it will refer to the criminal sanction in Law Number 5 of 1990 concerning Biological Natural Resources and their ecosystem Article 21 paragraph 2. This research uses empirical juridical research methods. Review primary and secondary legal materials and conduct interviews. With the approach of legal and social regulatory issues. Kampung Kelam Pagi is not a habitat for dugongs so it is not used as a dugong conservation area. The people of Kelam Pagi Village do not have much knowledge about dugongs and what sanctions they will receive if they carry out the act of selling dugongs. The Coastal and Marine Resources Management Agency (BPSPL) and the Natural Resources Conservation Agency (BKSDA) have taken the right steps by reporting the sale of dugongs to the police, thereby providing a deterrent effect on the community. In the future, it is necessary to conduct socialization and legal counseling regarding protected animal species to the coastal communities of the Riau Islands so that there is no longer a criminal act of selling protected animals.Keywords: criminal; dugong; law enforcement.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENJUALAN DUGONG SATWA YANG DILINDUNGI (STUDI KASUS KAMPUNG KELAM PAGI) Heni Widiyani; Ayu Efritadewi; Kartina Pakpahan; Khairunnisa Khairunnisa
Bina Hukum Lingkungan Vol 6, No 2 (2022): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.347 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v6i2.198

Abstract

ABSTRAKDugong merupakan hewan dilindungi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jika terjadi penangkapan dan pembunuhan dugong dengan sengaja maka akan mengacu pada sanksi pidana pada Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 21 ayat (2). Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Mengkaji bahan hukum primer dan sekunder dan melakukan wawancara. Dengan pendekatan masalah peraturan Hukum dan Sosial Masyarakat. Kampung Kelam Pagi bukan merupakan habitat dari dugong sehingga tidak dijadikan daerah konservasi dugong. Dengan rumusan masalah Penegakan hukum Terhadap Masyarakat Kampung Kelam Pagi sudah tepat, karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang banyak terhadap dugong dan sanksi apa yang akan mereka terima jika melakukan tindakan penjualan dugong. Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) sudah melakukan langkah tepat dengan melaporkan tindakan penjualan dugong yang dilakukan kepada polisi sehingga memberikan efek jera bagi masyarakat. Penanggulangan terjadinya pembunuhan satwa yang dilindungi di masa yang akan datang perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum dan pembuatan peraturan daerah tentang satwa yang dilindungi tentang jenis hewan yang dilindungi kepada masyarakat pesisir Kepulaun Riau sehingga tidak terjadi lagi tindak pidana penjualan hewan yang dilindungi. Kata kunci: dugong; penegakan hukum; tindak pidana.ABSTRACTThe dugong is a protected animal listed in government regulation Number 7 of 1999 concerning the Preservation of Plant and Animal Species. If there are an arrest and murder of a dugong on purpose, it will refer to the criminal sanction in Law Number 5 of 1990 concerning Biological Natural Resources and their ecosystem Article 21 paragraph 2. This research uses empirical juridical research methods. Review primary and secondary legal materials and conduct interviews. With the approach of legal and social regulatory issues. Kampung Kelam Pagi is not a habitat for dugongs so it is not used as a dugong conservation area. The people of Kelam Pagi Village do not have much knowledge about dugongs and what sanctions they will receive if they carry out the act of selling dugongs. The Coastal and Marine Resources Management Agency (BPSPL) and the Natural Resources Conservation Agency (BKSDA) have taken the right steps by reporting the sale of dugongs to the police, thereby providing a deterrent effect on the community. In the future, it is necessary to conduct socialization and legal counseling regarding protected animal species to the coastal communities of the Riau Islands so that there is no longer a criminal act of selling protected animals.Keywords: criminal; dugong; law enforcement.
Strict Liability Pada Kebakaran Hutan Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Defril Hidayat Defril; Arzam Arzam; Ayu Efritadewi
Jurnal Selat Vol. 9 No. 1 (2021): Jurnal Selat
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1091.337 KB) | DOI: 10.31629/selat.v9i1.4337

Abstract

Forest fires are a form of environmental damage, this occurs due to illegal burning or due to human treatment, therefore forest areas need attention. Recovery of the situation as a result of environmental pollution, the government forms a responsibility that is imposed on actors or businesses that can cause environmental pollution, this is called strict liability as stated in Law no. 32 Year 2009 About the Environment. This research uses normative law research methods. The purpose of this study is to find out how strict liability in forest conservation is regulated in a law. Article 88 of the Law on the Environment, explains that the concept of absolute responsibility is imposed on the perpetrator whose actions or efforts cause environmental pollution without having to prove an element of guilt, which means that the concept of the environment in the case of forest fires is to restore environmental conditions, not to take action. punish the perpetrator first. This study concludes that the concept of Strict Liability has been properly regulated in the UUPLH to restore a polluted environment and in the case of forest fires the concept of Strict Liability mandated by UUPLH has not been implemented considering the need for rapid environmental recovery, therefore the government acts as the person in charge which is not mandated by UUPLH. but this denial has a good purpose to protect the community from environmental pollution due to smog.
Penenggelaman Kapal Illegal Fishing di Wilayah Indonesia Dalam Perspektif Hukum Internasional Ayu Efritadewi; Wan Jefrizal
Jurnal Selat Vol. 4 No. 2 (2017): JURNAL SELAT
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (839.165 KB)

Abstract

Giving some penalties by sinking the foreign fishing vessels is one of the efforts of the country in eradicating of illegal fishing. Besides that it will also give a deterrent effect or will counteracting from violation in the border area or outside the border area that can harm Sovereignty of the country. Indonesian government policy that sinking the fishing vessels that has been proved doing the illegal fishing in Indonesia waters has raised many pro’s and contras. The conclusion that can be reach is what are the Impacts from sinking the foreign Fishing vessels. Is it positive or negative impact? The positive impact that happen from this policy is Indonesia government can stop illegal fishing activity and also to rescue aquatic habitat in the sea from bomb of foreign fishermen. While the negative impact is pollution because of the explosion and burning the foreign vessels that can pollute the air around the sea.Writers suggest that law enforcement of sinking the foreign vessels must be conducted together with budget support facility that adequate with the enforcement, for example adequate personnel, adequate facilities and infrastructure (firearms, boat/ship, and fuel supply in operating the ship so that the supervisor can reach all part of the sea in Indonesia. Keyword: Foreign Ship, Illegal Fishing Pemberian sanksi dengan cara penenggelaman merupakan upaya negara dalam memberantas kegiatan perikanan yang dilakukan secara illegal dan disamping itu juga untuk memberikan suatu efek jera atau menangkal terhadap pelanggaran di Wilayah Perbatasan atau di Luar Perbatasan Laut Indonesia yang dapat merugikan dan mengancam kedaulatan negara. Kebijakan pemerintah Indonesia yang menenggelamkan kapal-kapal yang terbukti melakukan illegal fishing di wilayah perairan Indonesia menuai pro dan kontra, banyak yang mendukung tetapi juga tidak sedikit yang menolak, demikian pula protes dari negara bendera kapal. Kesimpulan yang dapat diambil adalah apa saja Dampak dari penenggelaman kapal nelayan asing ini menimbulkan dampak yang positif dan juga menimbulkan dampak yang negatif. Dampak positif yang diperoleh dari kebijakan ini adalah pemerintah Indonesia dapat menghentikan aktivitas pencurian ikan serta menyelamatkan habitat perairan di dalam laut dari bahaya Bom nelayan asing. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan dari kebijakan ini adalah ditimbulkannya polusi hasil peledakan dan pembakaran kapal asing yang dapat mencemari udara disekitar laut. Yang mana saran yang penulis berikan adalah Upaya penegakan hukum berupa penenggelaman kapal harus diiringi dengan dukungan anggaran fasilitas yang memadai dalam penegakkannya, misalnya personil yang memadai, sarana dan prasarana menunjang cukup seperti peralatan senjata api, kapal, hingga dukungan suplai BBM dalam pengoperasian kapal sehingga para pengawas mampu menjangkau seluruh bagian wilayah laut Indonesia. Kata kunci: Kapal Asing, Pencurian Ikan
Penegakan Hukum Tindak Pidana Cukai Di Perbatasan Kawasan Perdagangan Dan Pelabuhan Bebas Bintan Irwandi Syahputra; Elwi Danil; Oksep Adhayanto; Ayu Efritadewi
Jurnal Selat Vol. 8 No. 1 (2020): Jurnal Selat
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (754.572 KB) | DOI: 10.31629/selat.v8i1.2747

Abstract

Sebagian wilayah Tanjungpinang merupakan kawasann perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Menempatkan sebagian wilayah tersebut mengakibatkan sulitnya melakukan pengawasan terhadap lalu lintas barang terutama barang kena cukai jenis rokok ditambah dalam hal penegakan hukum tindak pidana cukai tersebut belum ada yang di sampai kepengadilan.Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana penegakan hukum tindak pidanacukai di perbatasan kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas bintan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis Sosiologis. Atau yang dikenal dengan empiris. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan dalam penegakan hukum pemberian sanksi tindakan harus memperhatikan beberapa hal yang menjadi satu kesatuan yaitu ketidaktahuan orang akan barang yang dilarang, jumlah barang dalam hitungan sedikit dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana yang sama. Pemberian kuota pembebasan cukai terhadap barang kena cukai jenis rokok untuk konsumsi masyarakat harus dijadikan pertimbangan terhadap urgensi hal tersebut.