This Author published in this journals
All Journal GIZI INDONESIA
nFN Sandjaja, nFN
Unknown Affiliation

Published : 18 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

GAMBARAN KONSUMSI ZAT GIZI ANAK UMUR 6 BULAN – 12 TAHUN DI INDONESIA Widodo, Yekti; Sandjaja, nFN; Sumedi, Edith
GIZI INDONESIA Vol 36, No 2 (2013): September 2013
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36457/gizindo.v36i2.142

Abstract

Prevalensi gangguan gizi pada anak di Indonesia terutama stunting masih cukup tinggi dan menempati posisi kelima terbesar di dunia. Penyebab multi sektoral gangguan gizi termasuk makanan, kesehatan dan pola asuh. Di tingkat individu, penyebab langsung gangguan gizi tersebut adalah masih rendahnya kuantitas konsumsi makanan dan rendahnya kualitas bahan makanan yang dikonsumsi,  serta adanya penyakit infeksi. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi makanan anak di Indonesia. Studi SEANUTS dilakukan di 48 kabupaten di wilayah perkotaan dan perdesaan. Data tingkat kecukupan konsumsi zat gizi anak Indonesia umur 6 bulan-12 tahun diperoleh dengan metode recall 1x24 jam yang meliputi 3600 anak. Konversi bahan makanan yang dikonsumi ke dalam zat gizi dilakukan berdasarkan daftar komposisi bahan makanan Indonesia dan tingkat kecukupan konsumsi zat gizi dihitung berdasarkan AKG Indonesia. Hasilnya menunjukkan rata-rata tingkat  kecukupan konsumsi energi, vitamin A, asam folat, vitamin C, kalsium, dan besi masih di bawah AKG (44-77%), sedangkan rata-rata tingkat kecukupan konsumsi protein dan fosfor sudah di atas AKG (106-114%). Rata-rata tingkat kecukupan konsumsi zat gizi tertinggi adalah kelompok umur 6-11 bulan dan terendah kelompok umur 9-12 tahun. Proporsi anak dengan tingkat konsumsi zat gizi di bawah AKG tertinggi pada kelompok umur 9-12 tahun dan terendah umur 6-11 bulan. Dapat disimpulkan bahwa anak-anak pada kelompok umur lebih tua, dengan ibu berpendidikan rendah, kuintil sosial ekonomi rendah, dan tinggal di perdesaan, mempunyai risiko lebih tinggi mengonsumsi zat gizi di bawah AKGABSTRACTDIETARY INTAKE OF INDONESIAN CHILDREN 6 MONTH - 12 YEAR OF AGEThe prevalence of undernutrition in Indonesia is still high. Stunting, one type of undernutrition with the highest prevalence is rank number five in the world. The multisectoral causes of undernutrition include food, health, and caring practices. At individual level, the immediate causes are inadequate and low quality of dietary intake and infectious disease. This SEANUTS study aimed to assess dietary intake among children in Indonesia. The study was conducted in 48 districts covering urban and rural areas of 3,600 children 6 month-12 years of age. Dietary intake was assessed by 1x24 hour dietary recall by trained nutritionists. Indonesian food composition tables were used to calculate nutrient contents and then compared the nutrient intakes to Indonesian recommended dietary allowances (RDA) to assess their adequacy. The overall results showed that the average intakes of energy, vitamin A, vitamin C, folate, iron, and calsium and phosphor were still below the RDA (44-77%), while protein and phosphor were above the RDA (106-114%). The inadequacy varies among age group, the older the children the more deficit of nutrient intake. The highest average intake was among  children 6-11 month of age groups and lowest is among children 9-12 year of age. By using cut-off point of Indonesian RDA, there were still high proportion of children deficit in nutrient intakes. It is concluded that children of older age group, living with low maternal education, low socioeconomic status, and in rural area were significantly higher risk of deficit in nutrient intake below RDA. Keywords: nutrient consumption, RDA, Indonesian children
KECENDERUNGAN PERTUMBUHAN TINGGI BADAN ANAK USIA 5-18 TAHUN DI INDONESIA 1940 – 2010 Sandjaja, nFN; Soekatri, Moesijanti YE
GIZI INDONESIA Vol 37, No 2 (2014): September 2014
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36457/gizindo.v37i2.153

Abstract

Tinggi badan merupakan cermin dari pertumbuhan linier tubuh. Potensi pertumbuhan tinggi badan dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi, kesehatan, status gizi, konsumsi makanan, lingkungan hidup, dan genetik. Studi di banyak negara maju membuktikan bahwa tinggi badan yang semakin tinggi dan optimal pada umur yang sama sejalan dengan perbaikan tingkat kesejahteraan, disebut sebagai secular trend. Studi ini membandingkan tinggi badan anak Indonesia umur 5 – 18 tahun antar generasi sejak 1942 sampai 2010 dengan melakukan analisis data sekunder yaitu data dari Gorter tahun 1942 ( 30,000 anak), Yayah pada tahun 1984 (10,000 anak) dan dari RKD (Riset Kesehatan Dasar) tingkat nasional 2010 ( 60.000 anak). Hasil studi menunjukkan bahwa tinggi badan anak lebih rendah antara 7,0-13,8  cm pada laki-laki dan 6,0-10,7 cm pada perempuan dibanding dengan standar WHO. Tinggi badan anak lebih rendah di perdesaan dibanding di perkotaan, dan pada kuintil-1 pengeluaran per kapita dibanding kuintil-5. Selama kurun waktu sekitar 70 tahun (1940-an – 2010) tinggi badan anak hanya bertambah 0,8-3,5 cm untuk laki laki dan 0,3-1,9 cm pada perempuan.Tinggi anak di RKD 2010 bervariasi berdasarkan tempat tinggal dan status sosial ekonomi. Anak di Jakarta lebih tinggi 2,5-6,0 Cm pada laki laki dan 0,9-6.7 Cm pada perempuan dibandingkan dengan anak dari 32 provinsi di luar Jakarta. Status sosial ekonomi juga berhubungan dengan pertumbuhan linier yang mana mereka dengan tingkat sosial ekonomi  tertinggi (kuintil-5) paling tinggi sedangkan pada kuintil-1 mempunyai tinggi badan yang terendah. Disimpulkan bahwa tinggi badan anak Indonesia usia 5-18 tahun tahun 2010 lebih rendah dari standrar WHO, dan pertumbuhan linier tahun 2010 bertambah dibandingkan dengan tahun 1940-an. ABSTRACT SECULAR GROWTH OF BODY HEIGHT AMONG CHILDREN 5-18 YEAR OF AGEIN INDONESIA SINCE 1940 TO 2010 Other studies from industrialized countries shows that improvement of height and achievement of potential  growth is in accordance with better level of welfare, called secular growth. This paper aimed to provide evidence of secular growth of Indonesian children aged 5-18 year-old since 1940’s up to 2010 using secondary data. The study reviewed scientific articles or studies in former Netherland Indies and Indonesia from 1942 to 2010, with large sample size, covered most areas of Indonesia, sound scientific method, aged 5 year old above. Three studies available by Gorter in 1940’s ( 30,000 children), Yayah in 1984 (10,000 children) and secondary anthropometry data of RKD (Riset Kesehatan Dasar or Baseline Health Research) conducted nationwide in 2010 ( 60.000 children). This paper uses two older articles and analyze raw data of RKD 2010. The result shows that compared to WHO child growth standard height of Indonesian boys and girls is shorter 7.0-13.8 cm and 6.0-10.7 cm, respectively. There is only 0.8-3.5 cm in boys and 0.3-1.9 cm in girls increase of linear growth over 70 years since 1940’s. Child height in RKD 2010 varied according to residence and socio-economic status. Children in Jakarta were taller 2.5-6.0 Cm in boys and 0.9-6.7 Cm in girls compared to the rest of the country. Children from highest socio-economic status (quintile-5) is the tallest, and quintile-1 is the shortest. The difference of height is between 3.1-4.2 cm in boys and 1.6-3.7 in girls. It is concluded that height of Indonesian children 5-18 year-old in 2010 is lower than WHO standard and an increase of linear growth found in 2010 compared to in 1940’s. Keywords: secular trend, linear growth, body height
STATUS KESEHATAN, INFLAMASI, DAN STATUS GIZI ANAK UMUR 0,5 – 12,9 TAHUN DI INDONESIA Effendi, Rustan; Sandjaja, nFN; Harahap, Heryudarini
GIZI INDONESIA Vol 36, No 2 (2013): September 2013
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36457/gizindo.v36i2.137

Abstract

Penyakit infeksi dan konsumsi makanan merupakan penyebab langsung kurang gizi pada anak-anak yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Dalam Studi SEANUTS dikumpulkan 9 penyakit infeksi, sebagian besar merupakan 10 penyakit utama penyebab kematian dan kesakitan, dengan wawancara adanya penyakit dalam waktu 1, 6, atau 12 bulan terakhir sesuai jenis penyakitnya baik yang didiagnosa tenaga kesehatan ataupun gejala penyakit. Sampel adalah anak umur 0,5-12,9 tahun dari 48 kabupaten/kota. Hasil studi menunjukkan prevalensi tertinggi diagnosa adalah ISPA (11,8-27,7%) dan diare (5,2-22,4%). Sedangkan 7 penyakit lainnya yaitu pneumonia, demam tifoid, malaria, campak, tuberkulosis paru, demam berdarah, dan hepatitis dengan prevalensi di bawah 5 persen. Pada kelompok umur anak yang lebih muda ditemukan prevalensi penyakit ISPA dan diare lebih tinggi dibandingkan pada kelompok umur di atasnya. Kemudian, prevalensi lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan. Pada kelompok anak yang menderita lebih banyak penyakit ditemukan prevalensi kurang gizi (underweight) yang lebih tinggi. Kadar CRP di atas normal sebagai biomarker inflamasi terjadi pada 4,2-10,4 persen anak ABSTRACTHEALTH STATUS, INFLAMATION, AND NUTRITIONAL STATUS OF INDONESIAN CHILDREN 0.5 – 12,9 YEARS OLDInfection and dietary intake are directly associated with malnutrition. Both are still major public health problems among children in Indonesia. SEANUTS showed that 9 types of infections are included in the 10 leading causes of morbidity and mortality among children 0.5-12.9 year old. The data collected through interview comprised of diagnosed or apparent symptoms of different types of diseases over previous 1, 6, or 12 months. The results showed high period prevalence of ARI (11.8-27.7%) and diarrhoea (5.2-22.4%). The prevalence of 7 other diseases (pneumonia, thypoid fever, malaria, measles, tuberculosis, dengue hemmoraghic fever, and hepatitis) was below 5 percent. The prevalence of ARI and diarrhrea was higher in younger children than older children, and the prevalence was higher in rural compared to urban areas. Elevated CRP as a sign of inflammation was found in 4.2-10.4 percent children. The prevalence of underweight was higher among children suffering more diseases compared to healthy children.Keywords: health status, inflammation, infectious diseases, nutritional status
STATUS VITAMIN A DAN ZAT BESI ANAK INDONESIA Ernawati, Fitrah; Sandjaja, nFN; Soekatri, Moesijanti
GIZI INDONESIA Vol 36, No 2 (2013): September 2013
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36457/gizindo.v36i2.140

Abstract

Zat besi dan vitamin A mempunyai peran penting dalam pertumbuhan anak. Kekurangan kedua zat gizi tersebut mempunyai dampak yang luas terhadap, tumbuh kembang anak. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui status anemia dan status vitamin A anak Indonesia. SEANUTS adalah survai status gizi anak 0,5-12,9 tahun multi-center study dengan rancangan potong lintang yang dilaksanakan pada tahun 2011 di Indonesia yang mencakup 48 kabupaten/kota. Data yang dikumpulkan antara lain biokimia darah, termasuk hemoglobin, ferritin, dan vitamin A serum. Penentuan kadar hemoglobin dengan Cyanmethemoglobin, ferritin dengan ELISA, kadar serum vitamin A menggunakan HPLC. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anemia tertinggi ditemukan pada kelompok umur 0,5-0,9 tahun yang tinggal di perdesaan yaitu 61,9 persen dibandingkan pada kelompok umur 9,0-12,9 tahun yaitu 11,4 persen. Demikian pula dengan prevalensi kurang besi, pada kelompok umur 1,0 - 2,9 tahun sebesar 29,7 persen, sedangkan pada kelompok umur 9,0-12,9 tahun hanya 5,3 persen. Prevalensi kekurangan vitamin A di perkotaan, pada kelompok umur 1,0-2,9 tahun tidak dijumpai masalah kurang vitamin A (0,0 persen), namun di perdesaan dijumpai sebanyak 3,1 persen, sementara itu pada kelompok usia 9,0-12,9 tahun di perkotaan dijumpai sebesar 4,9 persen dan di perdesaan sebesar 4,8 persen. Anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dengan kategori berat terutama pada anak di bawah usia 3 tahun. Kekurangan zat besi lebih banyak ditemui pada anak kelompok usia dibawah 3 tahunABSTRACT VITAMIN A AND IRON STATUS OF INDONESIAN CHILDREN The aim of this study was to identify the iron and vitamin A status in Indonesian children. SEANUTS Indonesia covered children of age 0.5-12.9 years old from 48 sub-districts. The study collected biochemical parameters which included iron, ferritin and serum vitamin A status.  Hemoglobin was determined by Cyanmethemoglobin, ferritin by ELISA and serum vitamin A serum by HPLC. The prevalence of anemia was lower (11.4 %) in the older children (9.0-12.9 years) compared to younger children (0.5-0.9 years) were 61.9 % which was found in the rural area. Similarly, the prevalence of iron deficiency was lower (5.3 %) in the older children (9.0-12.9 years) compared to younger children (0.5-0.9 years) were 29.7 % which was found in the rural area. In contrast, the prevalence of retinol deficiency was higher (4.9 %) in the older children (9.0-12.9 years) compared to younger children (0.5-0.9 years) were 0,0 % which was found in the urban area, and it was higher (4.8 %) in the older children (9.0-12.9 years) compared to younger children (0.5-0.9 years) were 3.1 % which was found in the rural area.  Anemia among children under 3 years old remains a severe public health problem. Iron deficiency more prevalent among children under 3 years oldKeywords: vitamin A status, iron status, Indonesian children
POLA KONSUMSI ANAK UMUR 6 BULAN – 12 TAHUN DI INDONESIA Sumedi, Edith; Widodo, Yekti; Sandjaja, nFN
GIZI INDONESIA Vol 36, No 2 (2013): September 2013
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36457/gizindo.v36i2.141

Abstract

Pertumbuhan dan perkembangan anak berada dalam pengaruh dan pengasuhan orang tuanya, dan gizi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan, kesehatan dan perkembangan anak. Salah satu penyebab tingginya prevalensi kurang gizi di Indonesia adalah kurang baiknya pola asuh anak, pola konsumsi anak, dan ketersediaan makan keluarga. South East Asian Nutrition Surveys (SEANUTS) di Indonesia dilaksanakan di 48 kabupaten mencakup 7211 anak 6 bulan - 12 tahun. Pola konsumsi anak menggunakan Food Frequency Questionnaires (FFQ) melalui wawancara pola kebiasaan makan satu bulan terakhir meliputi frekuensi jenis makanan sehari, seminggu atau sebulan, cara pengolahan dan cara penyajian, merek (jika ada) berdasarkan kelompok sumber zat gizi yaitu makanan pokok, protein hewani dan nabati, sayur, buah, jajanan, minuman dan susu. Analisis data deskriptif yang menurut daerah dan dibagi menjadi 5 kelompok umur 6-11 bulan, 1-2 tahun, 3-5 tahun, 6-8 tahun dan 9-12 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola konsumsi anak umur 6-11 bulan hampir sama di kota maupun di desa. Variasi bahan makanan lebih banyak dijumpai pada kelompok umur yang lebih tua dan terdapat perbedaan pola makan antara perkotaan dan perdesaan. Konsumsi makanan pokok tidak berbeda antara perkotaan dan perdesaan. Frekuensi makan sayur dan buah masih rendah di kedua daerah. Anak di perkotaan lebih sering mengonsumsi daging unggas, daging sapi, telur, tahu, bayam, wortel, susu/produk susu, minuman gelas/serbuk, sedangkan di perdesaan lebih sering mengonsumsi ikan laut, tempe, kangkung, jajanan ‘chiki’ dan sejenisnya. Masih diperlukan peningkatan perilaku hidup sehat dengan memperbaiki pola makan gizi seimbang.ABSTRACT FOOD PATTERN OF INDONESIAN CHILDREN 6 MONTH - 12 YEAR OF AGE Child growth and development under the nurture and care of their parents, and nutrition as a factor in growth, health and development of children. Many factors associated with high prevalence of malnutrition are caring pattern of children, inadequate food consumptions and food patterns, and household food availability. The South East Asian Nutrition Survey (SEANUTS) in Indonesia conducted in 48 districts collected data on food consumption pattern of 7,211 children 6 month - 12 year of age. Food consumption pattern was collected by using food frequency questionnaires (FFQ) to describe food habits based on daily, weekly, and monthly frequency of food items by interviewing mothers. Food items collected from all food groups such as foods source of carbohydrates, animal and plant proteins, vitamin and mineral source from vegetables and fruits, milk and milk products, snacks, and beverages. Descriptive analysis was used to describe food consumption pattern by residence and 5 age groups 6-11 month, 1-2, 3-5, 6-8, and 9-12 year of age. Result showed similarity of food consumption pattern in urban and rural area in youngest age group. The variety of food items consumed by older age groups is more than those in younger ones, and as also found in urban than rural areas. There was similarity in staple food and less consumption of vegetable and fruit in urban than rural areas across age groups. The frequency of white meat, red meat, egg, tofu, spinach, carrot, dairy products, and beverages was higher in urban than rural areas. The frequency of salty fish, tempeh, swamp cabbage, “chiki’ snack was higher in rural than urban areas. Healthy living and balance diet (Gizi Seimbang) promotion of all food groups particularly vegetable and fruit should be revitalized.  Keywords: food pattern, food frequency, Indonesian children
FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA IBU MENYUSUI DI RUMAH TANGGA MISKIN Sudikno, Sudikno; Jus'at, Idrus; Sandjaja, nFN; Ernawati, Fitrah
GIZI INDONESIA Vol 37, No 1 (2014): Maret 2014
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36457/gizindo.v37i1.152

Abstract

Anemia pada ibu menyusui menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat, khususnya di negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko anemia pada ibu menyusui. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011 di kabupaten Tasikmalaya dan kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Desain penelitian cross-sectional yang melibatkan 229 ibu menyusui dari keluarga miskin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hemoglobin pada ibu menyusui sebesar 13,28±1,56 g/dl. Prevalensi anemia pada ibu menyusui sebesar 17, 9 persen. Analisis regresi logistic multivariate menunjukkan bahwa faktor kecukupan vitamin A dan umur ibu berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu menyusui. Ibu menyusui yang kekurangan vitamin A cenderung berisiko untuk mengalami anemia sebesar 4,58 kali setelah dikontrol variable umur ibu (OR=4,58; p=0,001, 95% CI: 1,86-11,26)  dibandingkan ibu menyusui tidak kekurangan vitamin A. Rekomendasinya adalah perbaikan gizi pada ibu menyusui melalui pemberian makanan tambahan maupun penambahan mikronutrien sangat diperlukan. Di samping itu, penyuluhan tentang penundaan usia kehamilan  juga bisa menjadi program alternatif pencegahan anemia.ABSTRACT ANEMIA RISK FACTORS IN LACTATING MOTHERS AMONG POOR HOUSEHOLDS Anemia in Lactating mothers is still one of public health problem, particularly in developing countries. This study aims to determine the risk factors of anemia in lactating  women. This study was conducted from June -July 2011 in Tasikmalaya and Ciamis Districts, West Java Province. Design of the study was cross-sectional study involving 229 breastfeeding women from poor families. The result showed that the average hemoglobin in breastfeeding mothers was 13.28 ± 1.56 g/dl. The prevalence of anemia in lactating  women was 17.9 percent. Multivariate logistic regression analysis showed that factors adequacy of vitamin A and maternal age were associated with maternal anemia during breastfeeding. Lactating  women who were deficient in vitamin A tended to have anemia experience was 4.58 times after controlled by maternal variables (OR = 4.58; p = 0.001, 95% CI: 1.86-11.26) compared  to those  who were not deficient in vitamin A. It  is recommended  to improve nutrition among lactating  women through supplementary feeding with  micronutrients addition. Furthermore, the extension of delay marriage age is also an alternative programs to prevent anemia.Keywords: risk factors, anemia, lactating women
DESAIN PENELITIAN SOUTH-EAST ASIAN NUTRITION SURVEY (SEANUTS) DI INDONESIA Sandjaja, nFN; Budiman, Basuki; Harahap, Heryudarini; Ernawati, Fitrah; Soekatri, Moesijanti; Widodo, Yekti; Sumedi, Edith; Sofia, Gustina; Effendi, Rustan; Syarief, Hidayat; Minarto, nFN
GIZI INDONESIA Vol 36, No 2 (2013): September 2013
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36457/gizindo.v36i2.136

Abstract

South-East Asian Nutrition Survey (SEANUTS) merupakan multi-center study yang dilakukan di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam yang diprakarsai oleh FrieslandCampina Belanda tahun 2011 untuk mengetahui besaran masalah gizi utama di masing-masing negara. SEANUTS merupakan studi komprehensif gizi yang mengumpulkan data antropometri gizi (berat, tinggi badan, tinggi duduk, lapisan lemak bawah kulit, lingkaran lengan atas, lebar lengan tangan, siku, lutut), biokimia gizi (vitamin A, D, Hb, ferritin, DHA), iodium urine, perkembangan mental/ kognitif dan motorik, aktivitas fisik, kualitas tulang, konsumsi makanan, dan morbiditas. Tulisan ini menjelaskan desain umum SEANUTS. Desain SEANUTS adalah studi potong lintang (cross-sectional). Sampel adalah anak umur 0,5-12,9 tahun sebanyak 7211 anak yang dipilih dengan metode two-stage randomized cluster sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan sesuai dengan data yang dikumpulkan. Enumerator terlatih mengumpulkan data morbiditas, antropometri, aktivitas fisik, kualitas tulang, perkembangan mental dan kognisi, konsumsi makanan, urin. Pemeriksaan klinis oleh tenaga medis setempat, pengambilan darah oleh plebotomis. Tulisan-tulisan dalam nomor majalah ini berisi hasil deskriptif tentang besaran masalah gizi makro dan mikro di Indonesia, konsumsi makanan, aktivitas fisik, dan perkembangan mental, sedangkan tulisan ini menjelaskan desain umum SEANUTS
POLA AKTIVITAS FISIK ANAK USIA 6,0–12,9 TAHUN DI INDONESIA Harahap, Heryudarini; Sandjaja, nFN; Nur Cahyo, Karlina
GIZI INDONESIA Vol 36, No 2 (2013): September 2013
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (379.614 KB)

Abstract

Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang pola aktivitas fisik anak usia 6–12 tahun di Indonesia menurut jenis kelamin, tempat tinggal dan status sosial ekonomi dengan menggunakan data SEANUTS yang dikumpulkan pada tahun 2011. Aktivitas fisik dikumpulkan dengan menggunakan pedometer. Pedometer dipasang di pinggang anak selama dua hari berturut-turut. Nilai rata-rata dari jumlah langkah yang dihasilkan anak selama dua hari disebut sebagai aktivitas fisik yang dikategorikan menjadi 1) aktif ≥ 15.000 dan 2) tidak aktif <15.000 langkah untuk anak laki-laki dan 1) aktif ≥ 12.000 dan 2) tidak aktif < 12.000 langkah untuk anak perempuan. Screen time adalah jumlah waktu anak berada di depan TV/komputer/play station per hari yang dikategorikan < 2 jam atau ≥ 2 jam per hari. Lebih dari setengah (57,3%) anak Indonesia dikategorikan tidak aktif dan berada di depan TV/komputer/PS ≥ 2 jam per hari (55,2%). Proporsi anak yang tidak aktif lebih banyak pada anak laki-laki (62,8%) dibanding anak perempuan (52,3%), anak dari ibu dengan pendidikan tinggi (61,0%) dibanding anak dari ibu dengan pendidikan rendah (55,7%), dan anak dari ayah dengan pekerjaan tetap (61,1%) dibanding anak dari ayah dengan pekerjaan tidak tetap (56,1%). Proporsi screen time anak ≥ 2 jam per hari lebih besar pada anak yang tinggal di perkotaan (58,9%) dibanding pada anak yang tinggal di perdesaan (51,6%), dan anak dari sosial ekonomi tinggi (67,4%) lebih besar dari anak dari sosial ekonomi rendah (40,7%). ABSTRACTPHYSICAL ACTIVITY PATTERN OF 6.0 – 12.9 YEARS OLD INDONESIAN CHILDRENThe aimed of this study was to assess the physical activity patterns of 6 -12 years old Indonesian children according to sex, residence, and social economic status. The data of SEANUTS 2011 was analyzed. Physical activity (PA) was measured directly using pedometers for 2 consecutive days. Daily PA was defined as the average of number steps from two consecutive days, then PA was categorized into two groups those were active (average number of steps ≥ 15.000 for boys or and ≥ 12.000 for girls) and inactive (average number of steps <15,000 for boys or <12000 steps/day for girls). Screen time was the amount of time used by children interacted with the TV/computer/play station per day. Then it was categorized as <2 hours or ≥ 2 hours per day. More than half (57.3%) of Indonesian children was categorized as inactive and screen time ≥ 2 hours per day (55.2%). The proportion of inactive children was higher in boys (62,8%) than girls (52,3%), children from high educated mothers more active (61,0%) than children from low educated mothers (55,7%), and children who had father with fix job more active (61,1%) than children who had father with temporary job. The screen time proportion ≥ 2 hours per day was higher in urban children (58,9%) than rural children (51,6%), and children from high socio economic status (SES) (64,6%) than from low SES (40,7%).
TINGKAT KOGNISI ANAK INDONESIA BERUSIA 5,5-12,0 TAHUN: HASIL SEANUTS DI INDONESIA Syarief, Nurmeida S; Budiman, Basuki; Sandjaja, nFN
GIZI INDONESIA Vol 36, No 2 (2013): September 2013
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.847 KB)

Abstract

Perkembangan kognisi atau karakteristik mental dicirikan dengan perkembangan persepsi, memori, imajinasi, daya pikir, kecerdasan. Artikel ini menyajikan hasil SEANUTS tentang tingkat kognisi anak berusia 5,5-12,0 tahun secara deskriptif. Partisipan sebanyak 1368 menggambarkan populasi nasional yang diambil secara acak jamak bertingkat (two stage randomized cluster sampling). Raven’s Coloured Progressive Matrices (CPM) digunakan untuk mengukur tingkat kognisi anak. Kelompok anak terdiri 5,5-7,9 tahun dan 8,0-12,0 tahun. Tingkat kognisi disajikan menurut postur tubuh. Postur dinilai dari skor Z pada indeks TB/U. Tingkat kognisi di bawah rerata pada anak kelompok berusia 5,5-7,9 tahun antara 16,0- 50,0 persen; dan kelompok berusia 8,0-12,0 tahun antara 25,7-69,6 persen. Secara keseluruhan, asosiasi antara kognisi dan postur tubuh tidak nyata pada anak berusia 5,5-7,9 tahun. Pada kelompok usia yang lebih tua tampak perbedaan yang signifikan baik di perkotaan maupun di perdesaan (p<0,05). Namun demikian, hubungan itu diduga dipengaruhi oleh lingkungan tempat anak tumbuh termasuk stimulasi neuropsikologis dan status gizi baik mikro maupun makroABSTRACT COGNITIVE LEVEL OF CHILDREN 5.5-12.0 YEARS OLD: RESULT OF SEANUTS IN INDONESIA Cognitive or mental characteristic development includes development of perception, memory, imagination, intellectual skill and IQ. This article provides SEANUTS’ result especially on mental development of school children (5.5-12.0 years old). A nationally representative number of 1368 children involved in this study. Two-stage randomized cluster sampling was implied for deriving required participants. Raven’s Coloured Progressive Matrices (CPM) was administered to measure cognition. Posture was represented by HAZ score. Results showed that proportion of level cognition was below average in the 5.5-7.9 year age group and in the 8.0-12.0 year age group between 16.0- 50.0 percent and 25.7-69.6 percent respectively. The association between cognition and posture at younger group was unclear while at older group, it seemed significantly different (p<0.05) both in rural and urban. However, the significant association at lower cognition level were influenced by environment where chlidren grow including neuropsychological stimulation and nutritional status both micro- and macronutrient level. Keywords: cognition, posture, CPM, Indonesian children
PENCAPAIAN PERTUMBUHAN ANAK INDONESIA UMUR 0,5–12,9 TAHUN Soekatri, Moesijanti; Sandjaja, nFN; Widodo, Yekti
GIZI INDONESIA Vol 36, No 2 (2013): September 2013
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (449.974 KB)

Abstract

SEANUTS adalah studi gizi lengkap yang mencakup pengukuran antropometri, pemeriksaan biokimia darah dan urin, konsumsi makanan dan pola makan anak, informasi mengenai sosial ekonomi keluarga, kesehatan anak, aktivitas fisik, dan perkembangan anak. Dalam makalah ini akan dibahas pertumbuhan anak berdasarkan pengukuran antropometri dengan menggunakan standar WHO 2006 untuk anak balita dan 2007 untuk anak 5,0 sampai 12,9 tahun, yang dibagi dalam 5 kelompok umur yaitu 0,5-0,9; 1,0-2,9; 3-5,9; 6,0-5,9; and 9,0-12,9 tahun. Penelitian ini adalah cross-sectional pada 48 Kabupaten/Kota di Indonesia, dan pengambilan sample dilakukan dengan two-stage randomized cluster sampling dengan stratifikasi berdasarkan area geografi, untuk menetapkan lokasi, gender dan umur. (Metodologi lengkap ditulis dalam tulisan lain di jurnal ini) yang mencakup 7211 anak terdiri dari 50,6 persen anak laki-laki dan 49,4 persen perempuan. Indeks yang digunakan adalah PB/U atau TB/U; BB/U; BB/PB atau BB/TB; dan IMT/U. Hasil menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi anak yang pendek dan sangat pendek adalah adalah 31,4 persen, yang mana prevalensi di kota (24,4%) lebih rendah dari pada di desa (38,3%). Untuk anak dengan berat badan kurang dan sangat kurang adalah 23,2 persen; yang mana di desa (27,9%) lebih tinggi dari pada di kota (18,5%); dan prevalensi anak kurus dan sangat kurus (7,8%), di kota (7,6%) tidak jauh berbeda dengan anak yang di desa (7,9%). Masalah gizi yang juga perlu mendapat perhatian adalah gemuk dan sangat gemuk karena kecenderungan jumlahnya semakin banyak dengan prevalensi 7,9 persen. Sebanyak 10,7 persen di kota dan 5,0 persen anak di desa menderita gemuk dan sangat gemuk. Karena masalah pendek terkait kekurangan makro dan mikro, disarankan agar program kesehatan untuk 1000 hari kehidupan anak dilanjutkan yaitu pemberian tabur gizi (Multi Micromineral Powder =MNP) untuk anak gizi kurang termasuk pendek.ABSTRACT GROWTH ACHIEVEMENT OF INDONESIAN CHILDREN AGED 0.5-12.9 YEARS OLD SEANUTS is a comprehensive study conducted in 48 districts in Indonesia. The study covers assessments on antrophometry, biochemical, physical activity, morbidity, dietary consumption and psychology development. Detailed methodology of the study is presented in previous paper in this journal. In this article, only antrophometry is discussed and children are devided in 5 groups according to the age, 0.5-0.9; 1.0-2.9; 3.0-5.9; 6.0-5.9; and 9.0-12.9 years old. In this cross sectional, two-stage randomized cluster sampling was applied using stratification based on geography area for deciding the location of residence, sex and age. A total of 7211 children were recruited, consisting of 50.6 percent boys and 49.4 percent girls. Indices used were HAZ; WAZ; WHZ; and BAZ. The results showed that 31.4 percent of children were stunted and severe stunted. The prevalence was lower in urban children (24.4%) compared to rural children (38.3%). The overall prevalence of underweight (moderate and severe) was 23.2 percent which was higher in rural areas (27.9%) than in urban areas (18.5%). The overall prevalence of wasting (moderate and severe) was 7.8 percent, which was higher in rural areas (8.0%) compared to urban areas (7.6 %). An emerging problem was overweight and obesity, 7.8% of the children were overweight/obese. The prevalence was higher in urban areas (10.6%) versus rural areas (5.0%). Because stunting has closely related to macro and micro nutrients, it is recommended that nutrition intervention programs should be addressed to the first 1000 days of children’ life like MNP (Micro Nutrient Powder) for those who had undernutrition including stunting