Djurdjani Djurdjani, Djurdjani
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENAKSIRAN INFORMASI GEOSPASIAL, ASPEK DATUM GEODESI DALAM PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH DI INDONESIA Sumaryo, Sumaryo; Sutisna, Sobar; Subaryono, Subaryono; Djurdjani, Djurdjani
GEOMATIKA Vol 20, No 1 (2014)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24895/JIG.2014.20-1.38

Abstract

Penetapan batas daerah meliputi pemilihan garis batas serta pendefinisian letak titik dan garis batas di atas peta. Hasil penetapan dituangkan pada peta cakupan wilayah dan batas-batasnya yang dilampirkan dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah. Selanjutnya, peta lampiran undang-undang tersebut digunakan sebagai dasar dan pedoman untuk penegasan batas daerah di lapangan yang dilakukan dengan metode geodesi. Secara ilmu geodesi, penentuan posisi selalu merujuk kepada sistem koordinat dan datum geodesi yang digunakan. Jadi pendefinisian posisi garis batas, harus memiliki kejelasan datum geodetiknya. Penelitian eksploratif telah dilakukan untuk mengetahui penggunaan informasi geospasial khususnya datum geodetik dan sistem koordinat dalam penetapan dan penegasan batas daerah di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode tahun 1999 sampai dengan tahun 2007 yang mengacu kepada regulasi PP No. 129 tahun 2000, peta lampiran Undang-Undang pembentukan daerah otonom seluruhnya tidak menggunakan informasi geospasial yang benar menurut kaidah-kaidah Geodesi. Akibatnya 115 peta lampiran Undang-Undang pembentukan daerah pada periode 1999 sampai dengan 2007 tidak memiliki kejelasan datum dan sistem koordinat geodesi, sehingga penegasan batas daerah tidak dapat dilakukan dengan mudah. Permendagri No.1 tahun 2006 tentang pedoman penegasan batas daerah seharusnya tidak diawali dengan penelitian dokumen karena dapat ditafsirkan terjadi penetapan ulang atau re-delimitasi batas wilayah. Pada periode setelah tahun 2007 setelah PP No. 129 tahun 2000 diganti dengan PP No. 78 tahun 2007 ditegaskan bahwa peta Rupa Bumi Indonesia harus digunakan sebagai dasar pembuatan peta lampiran undang-undang pembentukan daerah. Digunakannya peta Rupa Bumi Indonesia sebagai dasar pembuatan peta lampiran Undang-Undang, maka datum geodetik dan sistem koordinat peta lampiran menjadi jelas.Kata kunci: Informasi geospasial, datum geodetik, penetapan dan penegasan batas daerah, Indonesia.ABSTRACT     Boundary demarcation is one of the main activites that have to be carried out after the establishment of a new autonomous government founded pursuant to Article 5 of the Law concerning Regional Establishment. Regional boundary demarcation activities include the definition of coordinates of regional boundary points that can be conducted through cartometric method or terrestrial surveys. According to boundary making theory, boundary demarcation is part of a boundary making process, in which each step requires map as part of the infrastructure. According to the geodesy concept, demarcation activities requires a clear geodetic datum definition, so that maps can contribute as a source of disputes solution. This research has been carried out in line of regional boundary fixing in Indonesia. The results show that in the period of 1999 to 2007, which use Government Regulation PP Nr. 129/2000, there are 115 attachment maps to the Acts of the establishment of new local government are not defined geodetic datum, and the coordinates of the maps are also not defined using properly geospatial information supplied by competence map authority in Indonesia. More over the Ministry of Home Affairs Regulation (Permendagri) Nr. 1/2006 concerning the Guidelines for administrative boundary demarcations may be interpreted as making administrative boundary re-delimitation. In 2007, after the revision of PP Nr. 129/2000 by the PP Nr.78/2007, there is a clear statement that the topographic maps produced by Bakosurtanal be used as basic maps in making attachment maps of the Acts of new local government establishment. Under this new regulation PP 78/2007 implied then that all the attachment maps to the Act of new local government establishment have a specific geodetic datum clearly.Keywords: geospatial information, geodetic datum, boundary delimitation and demarcation, Indonesia
EVALUASI HASIL INTEGRASI BERBAGAI KETELITIAN DATA MODEL ELEVASI DIGITAL Mukti, Fanny Zafira; Harintaka, Harintaka; Djurdjani, Djurdjani
GEOMATIKA Vol 24, No 1 (2018)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1397.192 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2018.24-1.793

Abstract

Data DEM yang dapat diakses dan digunakan dengan gratis antara lain adalah Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dan Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer Global DEM (ASTER GDEM). Kedua data tersebut mencakup seluruh wilayah di Indonesia, namun ketelitian dan resolusinya rendah, serta masih mengandung kesalahan tinggi. Selain data DEM global, data DEM dapat diperoleh dari hasil perekaman sensor Radio Detection and Ranging (RADAR), Light Detection and Ranging (LIDAR), maupun hasil stereoplotting foto udara dan citra satelit. Masing-masing data tersebut memiliki karakteristik seperti terdapatnya pit dan spire, diskontinuitas pada daerah sambungan dan ketelitian data yang bervariasi. Keberagaman karakteristik pada masing-masing sumber data tersebut dapat menyebabkan inkonsistensi nilai ketinggian antar sumber data. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan DEM dengan data DTM Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:50.000 dan data DTM Interferometric Synthetic Aperture Radar (IFSAR) di Pulau Kalimantan yang dapat mengatasi inkonsistensi ketinggian tersebut. Metode yang digunakan adalah integrasi dan fusi DEM pada mozaik data-data ketinggian. Pada daerah yang bertampalan, dilakukan dua skenario mozaik yaitu mozaik tanpa bobot dan mozaik berbobot. Uji akurasi vertikal dilakukan dengan menggunakan standar Peraturan Kepala BIG Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar. Penelitian ini menghasilkan mozaik data DTM yang seamless dan smooth menggunakan metode mozaik berbobot dengan akurasi vertikal sebesar 2,065 meter. Hasil mozaik tanpa bobot masih memiliki beberapa daerah yang tidak seamless dan smooth dengan akurasi vertikal sebesar 2,257 meter. Berdasarkan Tabel Ketelitian Geometri Peta RBI dalam PerKa BIG Nomer 15 Tahun 2014, kedua hasil mozaik tersebut masuk dalam skala 1:10.000. 
Analisis Pengaruh Perubahan Kerapatan Vegetasi Terhadap Suhu Permukaan Karena Kegiatan Pertambangan Menggunakan Citra Satelit Multiwaktu (studi kasus: PT. AMMAN MINERAL NUSA TENGGARA) Putra, Bayu Wisnu; Djurdjani, Djurdjani
Jurnal Geospasial Indonesia Vol 3, No 1 (2020): June
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jgise.54217

Abstract

PT.Amman Mineral Nusa Tenggara (PT.AMNT) is an Indonesian mining company that operates the Batu Hijau mine. Mining activities can cause a decrease in vegetation cover and can have an impact on increasing surface temperature. This study aims to determine how the impact of mining activities on vegetation density and surface temperature. The change in vegetation density and surface temperature in the mining area can be detected by processing of remote sensing satellite imagery with different data recording times. The data used are five Landsat satellite imagery in 1998, 2004, 2008, 2014 and 2018. Vegetation index extraction process is carried out using the NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) formula. While surface temperature extraction process is carried out using the Mono-window Brightness Temperature method. The results of the extraction process are then used to analyze the effect of vegetation density changes on surface temperature. The results of this study indicate that the vegetation density in the mining area has decreased and the average surface temperature has increased. The results of the correlation analysis showed that the decrease in the level of vegetation density caused the increase in surface temperature in the mining area of  PT.AMNT.